Judul | Berita |
---|---|
Puspanlak UU BK Setjen DPR RI Selenggarakan Seminar Nasional terkait Sistem Kesehatan |
[Kepala Puspanlak, Tanti Sumartini dalam Seminar Nasional Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang (Puspanlak UU) Badan Keahlian (BK) terkait sistem kesehatan di Serpong, Tangerang Selatan, Senin (27/02/2023). Foto: Prima/Man]
Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang (Puspanlak UU) Badan Keahlian (BK) Sekretariat Jenderal DPR RI menyelenggarakan Seminar Nasional terkait penyelenggaraan sistem kesehatan di Indonesia, yang bertemakan "Penguatan Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Kesehatan Ditinjau Dari Peraturan Perundang-Undangan pada Sektor Kesehatan." Dalam kesempatan itu, Kepala Puspanlak, Tanti Sumartini, menjelaskan bahwa seminar tersebut bertujuan untuk mendapatkan masukan dari berbagai pihak agar kajian yang dihasilkan akan lebih komprehensif dan tentunya bermanfaat bagi dewan, dalam hal ini Komisi IX DPR RI, dalam pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan pada sektor Kesehatan.
"Puspanlak UU BK Setjen DPR RI telah melakukan pemantauan pelaksanaan UU di bidang kesehatan, melakukan evaluasi, dan kajian terhadap pelaksanaan UU di sektor kesehatan agar dapat menghasilkan sektor kesehatan yang lebih baik," ucap Tanti dalam paparannya dalam Seminar Nasional terkait sistem kesehatan di Serpong, Tangerang Selatan, Senin (27/02/2023).
Dalam menyoroti jaminan kesehatan nasional, Tanti mengatakan bahwa Puspanlak UU telah melakukan pemantauan pelaksanaan beberapa undang-undang, yaitu Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-Undang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial. Berdasarkan hasil pemantauan pelaksanaan kedua undang-undang tersebut, Tanti juga menyampaikan sejumlah permasalahan utama. "Seperti permasalahan pendataan kepesertaan, besaran tarif pembayaran fasilitas kesehatan, defisit pendanaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, hingga keluhan masyarakat terkait layanan BPJS," jelas Tanti.
Oleh karena adanya berbagai permasalahan tersebut, Tanti berharap agar seminar nasional ini dapat menjadi salah satu upaya untuk peningkatan penyelenggaran sistem kesehatan di Indonesia.
Di kesempatan itu pula, hadir pula Direktur Kependudukan dan Jaminan Sosial Bappenas, Muhammad Cholifihani. Ia turut menyampaikan beberapa permasalahan seperti dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), mulai dari pembiayaan, program, layanan, regulasi, dan tata kelola. "Tantangan dalam JKN itu sendiri meliputi regulator, badan penyelenggara, fasilitas kesehatan, juga peserta," ujar M. Cholifihani. (ica/rdn) |
Komisi IX Dukung Penguatan Sistem Kesehatan Indonesia Melalui RUU ‘Omnibus Law’ Kesehatan |
[Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati saat acara pembukaan Seminar Nasional Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI di Serpong, Tangerang Selatan, Senin (27/2/2023). Foto: Prima/nr]
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati mengatakan banyak masyarakat yang menunggu perbaikan sistem kesehatan di Indonesia. Karena itu, ia menegaskan, penguatan sistem kesehatan di Indonesia melalui RUU Omnibus Law Kesehatan penting dilakukan, mengingat di Indonesia saat ini telah berakhir masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Indonesia.
"Komisi IX DPR merasa bangga dan mengapresiasi Badan Keahlian DPR RI yang telah melakukan acara kajian seminar nasional, dengan tema yang cukup penting, yaitu tata kelola penyelenggaraan sistem kesehatan, yang saat ini memang diperlukan peninjauan kembali secara keseluruhan, khususnya pasca pandemi Covid-19," tegas Kurniasih dalam paparannya di Acara Seminar Nasional Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang (Puspanlak UU) Badan Keahlian (BK) DPR RI di Serpong, Tangerang Selatan, Senin (27/2/2023).
Kurniasih mengatakan, bahwa kesehatan merupakan salah satu dari Hak Asasi Manusi (HAM) yang wajib diprioritaskan, termasuk pelayanannya. "Pandemi Covid-19 menunjukan betapa rentannya sistem kesehatan di Indonesia, seperti sulitnya mendapatkan obat, dan tingginya ketergantungan obat impor. Bahkan pandemi juga sempat menghambat berbagai pelayanan kesehatan," tegas Kurniasih.
Selanjutnya, Kurniasih juga menyampaikan masih banyak penguatan sektor kesehatan yang harus dibenahi, seperti penanganan terhadap wabah penyakit yang belakangan ini marak timbul di sejumlah wilayah, seperti hepatitis akut, cacar monyet, difteri, gagal ginjal akut, dan beberapa penyakit menular maupun tidak menular lainnya. Permasalahan dan tantangan kesehatan, utamanya yang merupakan dampak pandemi, harus diatasi melalui transformasi sistem kesehatan, termasuk pelaksanaan peraturan di bidang kesehatan.
"Melalui fungsi anggaran, komisi IX DPR terus berkomitmen akan adanya Undang-Undang Kesehatan yang berkualitas. Komisi IX DPR juga mendukung penuh agenda transformasi sistem kesehatan, yang menjadi bagian dari Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) 2020-2024," ucap Kurniasih.
Politisi dari Fraksi PKS tersebut, memaparkan perlunya penyesuaian kembali konteks peraturan perundang-undangan dengan enam pilar transformasi kesehatan yang telah dicanangkan oleh Kemenkes, yaitu transformasi layanan primer, layanan rujukan, sistem ketahanan kesehatan, sistem pembiayaan kesehatan, Sumber Daya Manusia (SDM) kesehatan, dan teknologi kesehatan.
"Kami dari Komisi IX DPR mendukung enam pilar transformasi kesehatan tersebut, yang diharapkan bisa memperbaiki layanan kesehatan pada masyarakat Indonesia yang saat ini masih harus banyak ditingkatkan," ujar Kurniasih.
Melalui seminar nasional yang diselenggarakan oleh Puspanlak UU BK DPR ini, Kurniasih berharap akan ada gagasan-gagasan dan ide-ide baru untuk menyempurnakan dan memperbaiki tata kelola sistem penyelenggaraan kesehatan masyarakat. (ica/rdn) |
Tidak Ada Kerugian Konstitusional bagi Pemohon Uji Materiil UU Guru dan Dosen |
[Perwakilan Tim Kuasa DPR RI, Arsul Sani saat mengikuti secara daring agenda Mendengarkan Keterangan DPR RI dan Presiden yang diselenggarakan Mahkamah Konstitusi di Jakarta, Senin (6/2/2022). Foto: Jaka/nr]
DPR RI menanggapi pengujian materill Undang-Undang (UU) Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Perwakilan Tim Kuasa DPR RI, Arsul Sani, secara daring menyampaikan bahwa para pemohon uji materiil tersebut tidak mengalami kerugian konstitusional, sehingga dianggap tidak memiliki kedudukan hukum dan permohonan tidak dapat diterima. Akan tetapi, DPR RI, secara tegas, akan mengawasi implementasi pemenuhan hak-hak guru dan dosen saat menjalankan penugasan berupa tugas belajar maupun izin belajar.
Demikian pernyataan tersebut disampaikan Arsul Sani dalam agenda Mendengarkan Keterangan DPR RI dan Presiden terkait Permohonan Pengujian Materiil UU Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang diselenggarakan Mahkamah Konstitusi di Jakarta, Senin (6/2/2022). Ia pun menerangkan persoalan tidak terpenuhinya hak-hak guru dan dosen tersebut akibat aturan teknis yang diatur dalam peraturan pemerintah.
“Kita harus menghormati warga negara untuk melakukan uji materiil, tetapi kita juga harus jelaskan bahwa ini sebetulnya persoalan yang seharusnya tidak diajukan kepada Mahkamah Konstitusi. Kalau mau diuji materi (Peraturan Pemerintah) itu tentu ke Mahkamah Agung karena menyangkut peraturan dari sebuah produk perundang-undangan yang berada di bawah perundang-undangan,” jelas Arsul Sani kepada Parlementaria usai mengikuti agenda tersebut.
Di sisi lain, Politisi Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP) itu memiliki keyakinan bahwa guru dan dosen di Indonesia adalah tenaga profesional yang bertugas meningkatkan mutu pendidikan nasional. Sehingga, menurutnya, posisi guru dan dosen perlu dipertimbangkan berdasarkan asas keadilan.
Sebagai wakil dari DPR RI, dirinya menekankan DPR RI akan tetap menghormati keputusan Mahkamah Konstitusi selama tahapan pengujian materiil tersebut. “Mengenai hal-hal (hak guru dan dosen) yang hilang selama tugas belajar, posisi DPR sudah jelas. Akan tetapi, dalam konteks fungsi DPR RI yaitu fungsi pengawasan, akan kami sampaikan, khususnya kepada Komisi X DPR RI,” pungkasnya.
Sebagai informasi, sebelumnya, Mahkamah Konstitusi telah menggelar sidang kedua uji materiil Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pada Kamis (8/12/2022). Sidang kedua tersebut dengan agenda mendengarkan perbaikan permohonan dari para pemohon, Gunawan A. Tuada dan Abdul Kadir B, selaku PNS Kemendikbud Ristek.
Tertulis dalam Perkara Nomor 111/PUU-XX/2022, para pemohon mendalilkan pemaknaan pasal a quo diwujudkan dengan penghentian sementara pembayaran tunjangan profesi dosen terhitung sejak 2009 hingga 2022. Akibatnya, para Pemohon kehilangan hak keuangannya, sedangkan mereka dalam masa menempuh studi lanjutan pada sejumlah perguruan tinggi di Indonesia atau berstatus tugas belajar (tubel). (ts/rdn) |
BK DPR Tanda Tangani MoU dengan Universitas Mahendradatta |
[Kepala Badan Keahlian (BK) DPR RI Inosentius Samsul saat foto bersama usai penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara BK-DPR RI dengan Universitas Mahendradatta di Gedung E Universitas Mahendradatta, Bali. Foto: Kresno/nr]
Kepala Badan Keahlian (BK) DPR RI Inosentius Samsul menandatangani nota kesepahaman (MoU) antara BK-DPR RI dengan Universitas Mahendradatta di Gedung E Universitas Mahendradatta, Bali, Jumat (3/2/2023). Kerja sama yang diwujudkan melalui pendatanganan nota ini, menurutnya antara lain berupa penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, penelitian, riset, kajian, kegiatan ilmiah, seminar, hingga lokakarya.
"Dalam rangka meningkatkan kualitas supporting system kepada parlemen sekaligus memberikan ruang partisipasi kepada masyarakat, khususnya kalangan akademisi dan praktisi, Badan Keahlian DPR RI perlu melakukan kerja sama dengan pihak-pihak terkait, salah satunya dengan Universitas Mahendradatta ini," ujar Sensi dalam sambutannya.
Tak lupa penandatanganan nota ini juga untuk diharapkan mendorong pendampingan pakar/mitra bestari jurnal, konsultasi dalam rangka penyusunan konsep keterangan DPR RI terhadap perkara Mahkamah Konstitusi, sharing data/open access penelitian atau perpustakaan, dukungan keahlian dalam fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan, peningkatan dan pengembangan kapasitas sumber daya manusia di lingkungan Badan Keahlian DPR RI dan universitas, serta program magang mahasiswa.
"Selain agenda utama penandatanganan Nota Kesepahaman antara Badan Keahlian DPR RI dengan Universitas Mahendradatta dan Perjanjian Kerja Sama antara Pusat Perancangan Undang-Undang Badan keahlian DPR RI, pada pagi hari ini juga akan diselenggarakan Focus Group Discussion dengan tema Urgensi Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen," ujar Sensi.
Sensi mengatakan bahwa saat ini RUU Perlindungan Konsumen telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2023 pada nomor urut 6, sebagai RUU yang diusulkan oleh DPR RI, dan dalam rangka memberikan masukan dan penguatan substansi dalam penyusunan Naskah Akademik dan RUU tentang Perubahan UU Perlindungan Konsumen maka pada hari ini Badan Keahlian DPR RI bekerja sama dengan Universitas Mahendradatta menyelenggarakan FGD dimaksud.
"Seperti diketahui perlindungan konsumen pada hakikatnya merupakan perlindungan terhadap seluruh masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya, sehingga perlindungan konsumen merupakan bagian dari perlindungan yang diberikan oleh negara terhadap seluruh masyarakat Indonesia. Hal ini sejalan dengan tujuan negara yang tertuang dalam Alenia IV Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia," pungkas Sensi. (eno/aha) |
Indonesia Dinilai Siap Laksanakan Pemilu 2024 Ditengah Ketidakpastian Global |
[Wakil Ketua Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR RI Achmad Dimyati Natakusumah berfoto bersama usai acara Seminar Nasional Badan Keahlian DPR RI, di Hotel Borobudur. Foto: Taufan/rni]
Pemilu tahun 2024 dinilai mengkhawatirkan bagi Indonesia, sebab banyak negara yang mengalami krisis global. Pandemi Covid-19 yang relatif sudah berakhir menyisakan banyak backlog yang perlu dibenahi, dan dampak ekonominya masih akan terasa di tahun selanjutnya. Kondisi perang di Ukraina yang notabene merupakan negara pemasok pangan bagi negara-negara yang menjadikan gandum sebagai makanan pokok di Eropa, Amerika dan Afrika, membuat krisis berkepanjangan dan berisiko darurat.
“Indonesia memang dibayangi oleh resesi global akibat pandemi, perang dan lainnya, namun saya tegaskan pemilu 2024 itu harus tetap berjalan itu kan pesta demokrasi 5 tahun sekali. Sekarang yang perlu dipikirkan bagaimana caranya agar pesta demokrasi tetap berjalan tapi tidak membebankan masyarakat,” kata Wakil Ketua Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR RI Achmad Dimyati Natakusumah dalam acara Seminar Nasional Badan Keahlian DPR RI, di Hotel Borobudur, Jakarta, Jumat (27/1/2023).
Politisi Fraksi PKS ini mengatakan Komisi Pemilihan Umum RI pada 14 Februari 2022 telah meluncurkan hari pemungutan suara Pemilu 2024. Pemungutan suaranya sendiri akan digelar 24 bulan setelah peluncuran, yakni 14 Februari 2024. Bagi Indonesia, tahun 2023 memiliki satu peristiwa tersendiri masa kampanye pemilu 2024. Masa kampanye yang berlangsung dari bulan November hingga Februari tahun selanjutnya.
“Kalo pemilu mau diperanjang itu harus judicial review prosesnya tentu sangat panjang. Sekarang bagaimana caranya agar kita siap menghadapi resesi? Pertama jangan boros, rajin menabung dan investasi jangka panjang jika hal ini dijalankan saya rasa resesi global akan terhindar dari Indonesia,” imbuh Dimyati. (tn/aha) |
BK DPR RI Tandatangani ‘MoU’ dengan Unsyiah |
[Kepala Pusat Perancangan Undang-undang Lidya Suryani Widayawati saat foto bersama usai melakukan penandatanganan Nota Kesepahaman dengan Universitas Syiah Kuala (Unsyiah). Foto: Munchen/nr]
Badan Keahlian (BK) DPR RI yang diwakili oleh Kepala Pusat Perancangan Undang-undang (PUU) Lidya Suryani Widayawati melakukan penandatanganan Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) dengan Universitas Syiah Kuala (Unsyiah). Lidya menerangkan MoU ini bertujuan untuk memberikan manfaat bagi Fakultas Hukum Unsyiah serta Pusat PUU BK DPR RI dalam memberikan dukungan keahlian pada bidang administrasi di dalam penyusunan Naskah Akademis (NA) dan Rancangan Undang-undang (RUU).
"Saya harapkan perjanjian kerjasama ini (MoU dengan Unsyiah) dapat membawa manfaat bagi kedua belah pihak, bagi Fakultas Hukum Unsyiah dan tentunya Pusat PUU sesuai dengan fungsinya, memberikan dukungan keahlian di bidang administrasi dalam penyusunan NA dan RUU," jelas Lidya kepada Parlementaria, usai penandatanganan MoU di Unsyiah, Banda Aceh, Kamis (19/01/2023).
Lidya mengatakan penandatanganan MoU dengan Unsyiah ini, bukan hanya dalam penyusunan NA dan RUU saja tetapi juga ada lingkup kegiatan kurikulum Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang ada di DPR RI. "Dalam ruang lingkup pertama, bidang PUU meliputi penyusunan NA dan RUU, lalu kegiatan kurikulum MBKM atau Merdeka Belajar Kampus Merdeka,” ungkapnya.
Dalam program MBKM, mahasiswa ditempatkan di seluruh bagian-bagian atau unit-unit di DPR RI, salah satunya adalah Pusat PUU BK DPR RI. Para mahasiswa, lanjutnya, dapat mempelajari cara penyusunan NA dan RUU bersama tim-tim penyusun, "Ada 11 (sebelas) mahasiswa yang ditempatkan di Pusat PUU. Selesai dari MBKM, mahasiswa sudah bisa melakukan penyusunan NA dan RUU meskipun secara sederhana. Biasanya mahasiswa dilibatkan dalam penyusunan bersama dengan tim-tim yang ada di Pusat PUU," ujarnya.
Dalam hal yang sama, Dekan FH USK Gaussyah berharap kerjasama BK DPR RI bersama Unsyiah dapat mengembangkan ilmu pengetahuan serta teknologi dan peningkatan kemajuan sumber daya manusia dalam bidang keahlian perancangan undang-undang. "Kedua pihak sepakat untuk mengadakan kerja sama dalam memanfaatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta dukungan keahlian perancangan undang-undang yang saling menguntungkan dan peningkatan sumber daya manusia untuk kemajuan bersama," tambah Gaussyah. (mun/rdn) |
BK DPR Terima Masukan FH UGM terkait Perubahan UU Perlindungan Konsumen |
[Kepala BK DPR RI Inosentius Samsul saat menjadi pembicara pada FGD yang diselenggarakan oleh Pusat Perancangan Undang-Undang (PUU) Setjen DPR RI. Foto: Mentari/nr]
Badan Keahlian (BK) Sekretariat Jenderal DPR RI menerima masukan dari Fakultas Hukum (FH) UGM terkait perubahan UU Perlindungan Konsumen. Dalam kesempatan itu, Kepala BK DPR RI Inosentius Samsul mengatakan ada dua aspek dalam menyusun Naskah Akademik dan Rancangan Undang-Undang, yaitu dari segi mekanisme dan segi substansi.
Hal itu disampaikan Inosentius dalam Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan oleh Pusat Perancangan Undang-Undang (PUU) Sekretariat Jenderal DPR RI dengan tema Urgensi Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen di Auditorium Fakultas Hukum UGM, Sleman, Provinsi DIY.
"Saya kira ada dua aspek yang harus saya sampaikan. Pertama, dari segi mekanisme prosedur bahwa kegiatan hari ini merupakan salah satu bentuk dari keterlibatan akademisi, stakeholder, dan masyarakat terkait pembentukan undang-undang, khususnya dalam menyusun Naskah Akademik dan Rancangan Undang Undang,” ujar pria yang kerap disapa Sensi itu, Jumat (13/1/2023).
Sensi berharap kesempatan ini betul- betul dimanfaatkan untuk mencatat masukan-masukan dari masyarakat. Serta, adanya pengawalan yang terus-menerus mengenai proses mulai dari persiapan naskah akademik sampai pada pembahasan di komisi dengan pemerintah.
"Kami berharap bahwa kesempatan ini akan kami manfaatkan betul-betul mencatat lalu kemudian mengolah bahan masukan dari masyarakat. Tidak berhenti hari in, terus bergulir pada proses penyiapan naskah akademik lalu kemudian pembahasan di komisi bersama dengan pemerintah. Serta berharap hubungan dengan universitas dalam hal ini, UGM, terus bersama-sama sampai menghasilkan undang-undang,” tutur Sensi.
Selain dari segi mekanisme, aspek substansi juga menjadi hal yang penting dalam menyusun Naskah Akademik dan Rancangan Undang-Undang. Terlebih tentang Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang dinilai memang sudah saatnya untuk lebih disesuaikan dengan masyarakat Indonesia saat ini.
"Substansi Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini memang sudah banyak yang ketinggalan. Baik itu ukuran kebutuhannya apa, standar hukum secara nasional maupun secara internasional. Jadi, kalau kita bandingkan dengan negara lain, norma hukum perlundungan konsumen kita sudah banyak ketinggalan. Padahal manusia Indonesia yang enggak beda juga dengan konsumen di negara lain. Maka kita harus memperbaiki standar kualitas agar kita lebih memanusiakan masyarakat Indonesia. Belum lagi soal doktrin-doktrin yang akan kita kembangkan dalam standar nasional untuk ada pembaruan,” papar Sensi.
Di sisi lain, Sensi juga menyampaikan bahwa Hukum Perlindungan Konsumen merupakan hukum ekonomi yg bersifat umum. Jadi, sepenuhnya sebagai hukum bisnis. Dengan kata lain, menurutnya, Hukum Perlindungan Konsumen merupakan hukum ekonomi yang bersifat publik.
Meskipun, transaksi dalam perdagangan bersifat privat yang seolah-olah hanya berkaitan dengan persoalan perdata. Namun, transaksi tersebut memiliki nilai-nilai publik. Sehingga, sanksi pidana menjadi penting dalam perlindungan konsumen. Praktik di beberapa negara, menurutnya, menggunakan sanksi pidana itu lebih efektif. Oleh karena perusahaan atau pelaku usaha dinilai takut jika namanya tercemar lalu dipidana.
“Karena di penjara itu kan sesuatu yang mempengaruhi bisnis juga. Jadi, memang dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen tetap akan ada sanksi pidana. Tetapi formulasinya bagaimana dikombinasikan dengan sanksi administrasi itu akan dilakukan dan tetap ada,” jelas sensi.
Terakhir, Sensi mengungkapkan bahwa Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia belum menerapkan unsur tanggung jawab mutlak (strict liability). Sedangkan di negara lain sudah menerapkan hal itu.
"Selama ini di bidang Hukum Perlindungan Konsumen memperdebatkan kenapa di negara kita belum menerapkan strict liability, di negara lain sudah. Nah, saya merasa dukungan yang kuat kemarin ketika UU KUHP itu sudah mengadopsi itu. Jadi tidak ada keraguan lagi. Perdata oke, pidana juga oke. Jadi, berjalan selaras,” pungkas sensi. (mri/rdn) |
Terima Penghargaan, Inosentius Harap DPR RI Tetap Konsisten Sebagai Lembaga Yang Informatif |
[Kepala Badan Keahlian Setjen DPR RI Inosentius Samsul (kanan) saat menerima penyerahan DIPA di Ruang Rapat Banggar. Foto: Arief/nr]
Kepala Badan Keahlian (BK) Sekretariat Jenderal DPR RI Inosentius Samsul mengapresiasi penyelenggaraan acara penyerahan DIPA tahun 2023. Ia menekankan kepada pengelola PPID di lingkungan DPR RI agar dapat mempertahankan peringkat sebagai lembaga yang informatif dan terbuka kepada publik.
“Tentunya pertama sekali kita patut mengaspresiasi ya dan memberikan penghargaan juga kepada teman-teman pengelola PPID kita di DPR RI yang menjaga agar kita tetap mempertahankan peringkat sebagai lembaga yang informatif ya, saya kira capaian ini di dasari pada suatu kesadaran bahwa memang DPR harus bisa terbuka kepada publik dan memberikan informasi terutama memenuhi hak-hak publik terhadap informasi,” pungkasnya saat menerima penyerahan DIPA di Ruang Rapat Banggar, Gedung Parlemen, Jakarta , Rabu (14/12/2022).
“DPR ini dengan semboyan DPR yang modern dengan menggunakan sumber daya manusia yang handal dan teknologi yang handal juga kita berusaha untuk memberikan pelayanan informasi yang ada di DPR yang bisa diberikan kepada publik, nah ini saya kira bagian dari peran kita juga untuk mencerdaskan bangsa ini jadi informasi itu sangat penting bagi masyarakat,“ sambungnya.
Inosentius mengharapkan ditahun yang akan datang Sekjen DPR RI dapat mencapai target yang lebih, karenanya semua komitmen mulai dari Pimpinan Seketariat Jendral sampai pada semua pelaksana dilapangan harus sangat menghargai pentingnya informasi tersebut terutama bagi publik. “Kita harus melihat ini sebagai suatu capaian yang luar biasa dan saya yakin dan percaya bahwa kita akan meningkatkan lagi nilainya pada tahun-tahun yang akan datang,” sebutnya. (tn/aha) |
BK DPR RI Tandatangani MoU dengan UKSW Salatiga |
[Badan Keahlian DPR RI saat foto bersama usai melakukan penandatanganan MoU dengan Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Salatiga, Jawa Tengah. Foto: Munchen/nr]
Badan Keahlian (BK) DPR RI melakukan penandatanganan Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) dengan Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Salatiga, Jawa Tengah. Kepala BK DPR RI Inosentius Samsul menjelaskan MoU ini dalam rangka agar setiap pembahasan yang menyangkut dengan tugas dan fungsi DPR RI dilakukan dalam kaidah akademis dan berbasis bukti (evidence-based).
"Badan Keahlian menginginkan agar setiap pembahasan dalam pembuatan undang-undang, penetapan APBN, ataupun fungsi pengawasan termasuk Panja-panja (Panitia Kerja) pengawasan, basisnya adalah basis akademis. Jadi, bukti argumentasi sebagaimana di lapangan dengan prakteknya, lalu secara teoritis juga kuat." ucap Inosentius Samsul kepada Parlementaria, usai penandatanganan MoU di UKSW, Salatiga, Jawa Tengah, Kamis (1/12/2022).
Pria yang kerap disapa Sensi ini menilai UKSW merupakan salah satu universitas swasta tertua dengan akreditasi tinggi yang didukung dengan tenaga-tenaga pengajar yang berkualitas. "Kita tahu sebenarnya resources-resources di sini (UKSW) sangat kuat. Oleh karena itu, kita berharap kerjasama ini dapat membuka jalan supaya yang bisa disumbangkan oleh universitas ini (UKSW) dalam pembuatan kebijakan publik dapat tersalurkan." tegasnya.
Ia yakin dengan banyaknya proses kerja seperti Rancangan Undang-Undang (RUU) yang mencapai sekitar 40 RUU dalam satu tahun serta Panitia Khusus, dibutuhkan pemikiran-pemikiran berkualitas dan bermutu agar dapat bermanfaat bagi masyarakat. "Saya yakin dan percaya, kalau ada pemikiran yang berkualitas dan bermutu akan memperlancar proses kerja di DPR RI. Dan juga akan bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat." tutup Sensi.
Menanggapi kerjasama yang diberikan oleh DPR RI, Rektor UKSW Intiyas Utami menyatakan UKSW siap berkontribusi menjadi salah satu bagian pengambilan keputusan di Indonesia. "Kami siap menjadi bagian dari transformasi pembangunan di Indonesia. Kami juga harus menjadi bagian dalam perubahan, yang biasanya di kampus ini hanya belajar dari sisi teori. Tetapi kami ingin membuat dosen dan mahasiswa kami memiliki rekognisi yang bisa berdaya dampak untuk pembangunan indonesia." ungkapnya. (mun/rdn) |
Beri Keterangan Uji Materiil UU Pengadilan HAM, DPR Tegaskan Indonesia Terapkan Politik Bebas Aktif |
[Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan secara daring dalam acara mendengarkan keterangan DPR RI dan Presiden Republik Indonesia perihal Pengujian Materiil UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, Jakarta, Senin (28/11/2022). Foto: Ist/Man]
DPR RI menyatakan bahwa Pasal 5 dalam Undang-Undang (UU) Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia yang mencantumkan frasa “oleh warga negara Indonesia” dinilai tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebab, Indonesia menganut asas Politik Bebas Aktif untuk ikut serta menjaga ketertiban dunia.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan secara daring dalam acara mendengarkan keterangan DPR RI dan Presiden Republik Indonesia perihal Pengujian Materiil UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, Jakarta, Senin (28/11/2022). Dirinya pun menekankan politik Bebas Aktif yang dianut Indonesia adalah citra dari Pancasila.
“Konsep politik luar negeri indonesia yang Bebas Aktif merupakan gambaran usaha indonesia untuk membantu terwujudnya perdamaian dunia. Tujuan dari politik Bebas Aktif Indonesia, yaitu menjaga kedaulatan negara dan mempertahankan kemerdekaan bangsa, menjaga netralitas Indonesia di kancah internasional dengan tetap aktif dalam menciptakan perdamaian dunia, dan memperbaiki persaudaraan antarbangsa sendiri sebagai citra dari semangat Pancasila,” ucap Arteria.
Mewakili DPR RI, ia menerangkan, terkait mekanisme pelanggaran HAM berat, Indonesia meyakini bahwa setiap negara memiliki masing-masing yurisdiksi. Sehingga, sebutnya, setiap kejahatan yang terjadi di wilayah negara tersebut merupakan wewenangnya sehingga tidak dapat dipaksakan secara internasional.
“Tentang keadilan bagi korban pelanggaran HAM berat, DPR berpandangan hak korban pelanggaran HAM berat telah dijamin oleh perundang-undangan maupun hukum HAM Internasional. Terkait WNA yang melakukan pelanggaran berat di luar negeri untuk diadili di Indonesia, hal yang paling mungkin dilakukan pemerintah Indonesia adalah menangkal kedatangan pelaku pelanggaran HAM berat dengan deportasi ke negara asalnya,” tandas Politisi PDI-Perjuangan ini.
Sebagai informasi, saat ini Mahkamah Konstitusi menggelar sidang perdana pengujian materiil Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Di mana, gugatan tersebut diajukan oleh mantan Jaksa Agung periode tahun 1999-2001 Marzuki Darusman, mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas, dan Sekretaris Jenderal Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Ika Ningtyas.
Gugatan tersebut berisi permintaan untuk menguji frasa ‘oleh warga negara Indonesia’ dalam pasal 5 UU Nomor 26 Tahun 2000 yang tertulis “Pengadilan HAM berwenang juga memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang dilakukan di luar batas teritorial wilayah negara Republik Indonesia oleh warga negara Indonesia."
Masing-masing ketiga pemohon tersebut menyatakan bahwa peraturan perundang-undangan tersebut juga dianggap tidak sesuai dengan amanat UUD 1945. Sehingga, frasa ‘warga negara Indonesia’ dalam pasal 5 UU Nomor 26 Tahun 2000 dinilai bisa membatasi penegakan hak asasi manusia, baik dari sisi korban maupun pelaku kasus HAM berat. (ts/rdn) |