Isu :
Kajian ini membahas kebijakan ketenagakerjaan pemuda di Jepang, Amerika Serikat, dan Singapura sebagai rujukan reformulasi UU Kepemudaan Indonesia. Jepang menekankan career education dan layanan komunitas seperti Youth Support Stations. Amerika Serikat mengembangkan program pelatihan berbasis komunitas melalui WIOA dan Job Corps. Singapura menerapkan insentif pelatihan seperti SkillsFuture Credit dan model tripartit.
Ketiganya menunjukkan pentingnya integrasi pendidikan, pelatihan, dan pasar kerja, serta pelindungan afirmatif bagi pemuda rentan. Sebaliknya, UU Kepemudaan Indonesia masih bersifat deklaratif dan belum menjamin transisi pemuda ke dunia kerja secara efektif. Reformasi diperlukan untuk memperkuat norma hak atas pekerjaan, koordinasi lintas sektor, dan ekosistem ketenagakerjaan pemuda yang inklusif dan berkelanjutan.
Isu :
Kajian ini membandingkan sistem penyelenggaraan ibadah haji di Malaysia, Turki, dan Pakistan sebagai pembelajaran bagi Indonesia. Malaysia mengelola haji secara terintegrasi melalui Tabung Haji yang mencakup tabungan syariah, layanan haji, serta digitalisasi penuh. Turki menerapkan sistem lotre dengan dominasi swasta di bawah regulasi Diyanet, sedangkan Pakistan memadukan skema subsidi dan reguler dengan pendaftaran daring dan sistem pengawasan ketat.
Indonesia menghadapi antrean panjang hingga 45 tahun, sistem digitalisasi yang belum terintegrasi penuh, serta pelayanan yang belum optimal, terutama bagi lansia dan jemaah rentan. Kajian merekomendasikan reformasi kelembagaan, sistem kuota dan antrean berbasis kesiapan finansial dan prioritas usia, digitalisasi terpadu, serta peningkatan standar layanan kesehatan dan akomodasi. Transplantasi model Malaysia dan Turki dapat menginspirasi pembentukan badan haji terpadu yang efisien, transparan, dan inklusif.
Isu :
Kajian ini membandingkan model kelembagaan penanggulangan bencana di Jepang, Amerika Serikat, dan Chili untuk mendukung reformasi sistem di Indonesia. Jepang menerapkan sistem manajemen bencana terpadu berbasis koordinasi lintas sektor dan level pemerintahan. Amerika Serikat mengandalkan FEMA di bawah Departemen Keamanan Dalam Negeri dengan mandat luas dan dukungan anggaran federal. Chili membentuk SENAPRED sebagai sistem manajemen risiko bencana terdesentralisasi yang inklusif dari pusat hingga daerah. Indonesia, melalui BNPB dan BPBD, menghadapi tantangan dalam status kelembagaan, pendanaan, dan koordinasi. Kajian merekomendasikan penguatan koordinasi nasional seperti model Jepang, pengelolaan dana responsif ala FEMA, serta manajemen risiko berbasis daerah seperti Chili, agar sistem penanggulangan bencana Indonesia lebih adaptif, efisien, dan berkelanjutan.
Isu :
Kajian ini membahas kewenangan penyidikan pelanggaran ruang udara di Jepang, Amerika Serikat, dan Inggris sebagai rujukan bagi reformulasi kebijakan Indonesia. Ketiganya menunjukkan model terintegrasi antara otoritas sipil dan militer, dengan pembagian tugas berdasarkan jenis pelanggaran. Jepang mengoordinasikan MLIT dan JASDF, Amerika Serikat mengandalkan FAA dan DoD, sementara Inggris menerapkan Quick Reaction Alert antara CAA dan RAF. Sebaliknya, di Indonesia terjadi tumpang tindih antara PPNS Kementerian Perhubungan dan TNI AU. UU Penerbangan belum mengatur kewenangan penyidikan oleh TNI AU, meskipun terlibat dalam intersepsi. RUU Pengelolaan Ruang Udara mengusulkan pemberian kewenangan penyidikan terbatas bagi TNI AU. Reformasi kelembagaan diperlukan untuk memperjelas pembagian kewenangan, memperkuat koordinasi lintas sektor, serta memastikan sistem penegakan hukum udara yang adaptif dan menjamin kedaulatan wilayah nasional.
Isu :
Kajian ini membandingkan regulasi partai politik di Amerika Serikat, India, dan Malaysia sebagai rujukan reformulasi UU Partai Politik di Indonesia. Amerika Serikat menekankan kebebasan berserikat tanpa regulasi ketat, India dan Malaysia mewajibkan pendaftaran partai secara administratif. Mekanisme sengketa umumnya diselesaikan secara internal, sementara pembubaran partai di Indonesia diatur melalui Mahkamah Konstitusi, berbeda dengan pendekatan administratif di India dan Malaysia. Ketiga negara menunjukkan pentingnya demokrasi internal, rekrutmen terbuka, dan pengakuan partai lokal sebagai penguat representasi. Sebaliknya, regulasi di Indonesia masih lemah dalam menjamin akuntabilitas dan kaderisasi. Reformasi diperlukan untuk memperjelas pembubaran partai, membatasi masa jabatan ketua umum, dan membuka ruang legal bagi partai politik lokal.
Isu :
Kajian ini membandingkan penerapan pajak karbon di Finlandia, Jepang, dan Singapura sebagai pembelajaran untuk Indonesia. Finlandia menggabungkan pajak karbonnya dengan pajak energi yang sudah ada untuk menyederhanakan sistem pemungutan pajak. Jepang mengenakan pajak karbon dengan tarif rendah dan fokus pada efisiensi energi melalui penggunaan teknologi hemat emisi. Singapura menerapkan pajak berbasis emisi langsung dari fasilitas besar dengan kenaikan tarif bertahap hingga 2030 untuk memberi kepastian bagi investasi transisi energi. Indonesia telah menetapkan dasar hukum pajak karbon melalui UU HPP, namun implementasinya masih terbatas pada sektor PLTU. Pembelajaran dari negara lain menunjukkan pentingnya penetapan tarif progresif, perluasan cakupan sektor, dan mekanisme pengawasan yang kuat agar pajak karbon efektif menurunkan emisi sekaligus mendukung pembiayaan transisi energi.
Isu :
Kajian ini membandingkan sistem pengaturan predatory pricing di Uni Eropa, Amerika Serikat, dan India sebagai pembelajaran bagi Indonesia dalam memperkuat hukum persaingan usaha di era ekonomi digital. Uni Eropa menerapkan pendekatan ex-ante melalui Digital Markets Act (DMA) yang menarget pelaku digital besar tanpa mensyaratkan bukti recoupment. Amerika Serikat menggunakan standar pembuktian ketat berdasarkan Brooke Group Test, meski mulai dilonggarkan melalui Section 5 Policy Statement (2022). India mengatur predasi harga melalui Competition Act 2002 dan pendekatan biaya jangka panjang yang lebih adaptif terhadap pasar digital. Sementara Indonesia masih bergantung pada Pasal 20 UU Antimonopoli yang belum responsif terhadap ekonomi digital dan keterbatasan kapasitas KPPU. Oleh karena itu, kombinasi pendekatan UE dan India dinilai paling relevan untuk diadaptasi agar kebijakan antimonopoli Indonesia lebih kontekstual, aplikatif, dan mampu menciptakan persaingan usaha yang sehat di ekosistem digital.
Isu :
Kajian ini membahas praktik paradiplomasi di China, Kanada, dan Korea Selatan sebagai rujukan untuk memperkuat diplomasi daerah di Indonesia. Paradiplomasi memungkinkan pemerintah daerah menjalin kerja sama internasional di bidang ekonomi, budaya, dan pembangunan. China menerapkan paradiplomasi terkendali di bawah Kementerian Luar Negeri dan Partai Komunis melalui Foreign Affairs Office (FAO). Kanada memberi otonomi luas bagi provinsi seperti Quebec untuk membuka kantor luar negeri dan menjalin kerja sama ekonomi-budaya. Korea Selatan memberikan keleluasaan melalui Local Autonomy Act dan LOGODI, namun tetap dalam koridor kebijakan nasional. Indonesia masih menghadapi keterbatasan kapasitas, koordinasi, dan regulasi yang kaku. Kajian ini merekomendasikan penyederhanaan mekanisme perizinan, pembentukan lembaga pendukung, serta penyusunan kebijakan nasional yang menegaskan arah paradiplomasi. Dengan langkah tersebut, paradiplomasi dapat menjadi sarana efektif memperkuat daya saing daerah dan mendukung diplomasi nasional yang kolaboratif.
Isu :
Kajian ini membahas pengelolaan Sovereign Wealth Fund (SWF) di Norwegia, China, dan Uni Emirat Arab (UEA) sebagai rujukan bagi penguatan Indonesia Investment Authority (INA) dan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara). Norwegia melalui Government Pension Fund Global (GPFG) menekankan transparansi dan independensi politik dengan penggunaan hasil investasi yang dibatasi. China melalui China Investment Corporation (CIC) mengedepankan manajemen risiko dan profesionalisme, sementara UEA melalui Abu Dhabi Investment Authority (ADIA) menerapkan diversifikasi global dan stabilitas jangka panjang. Indonesia memiliki dua SWF dengan sumber pendanaan berbeda: INA dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan BPI Danantara dari aset serta dividen Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pembelajaran kunci dari ketiga negara tersebut meliputi pentingnya independensi, transparansi, disiplin investasi, dan akuntabilitas agar INA dan BPI Danantara lebih efektif mendukung pembangunan berkelanjutan dan manfaat antargenerasi.
Isu :
Kajian ini membahas praktik reforestasi berkelanjutan di Cina, Brasil, Korea Selatan, dan Kosta Rika sebagai pembelajaran bagi Indonesia dalam memperkuat kebijakan pemulihan hutan. Keempat negara menunjukkan keberhasilan melalui kombinasi regulasi kuat, strategi kontekstual, pendanaan berkelanjutan, dan kelembagaan solid. Cina menekankan program nasional berskala besar seperti Grain for Green dan Three-North Shelter Forest. Brasil fokus pada pemulihan vegetasi asli melalui PLANAVEG dan insentif lingkungan. Korea Selatan berhasil melalui mobilisasi masyarakat dan rencana rehabilitasi jangka panjang, sementara Kosta Rika unggul dengan skema Payment for Environmental Services (PES) berbasis insentif ekonomi. Kajian merekomendasikan pembentukan Dana Nasional Reforestasi, lembaga koordinatif lintas sektor, serta integrasi insentif ekonomi dan perencanaan jangka panjang dalam revisi UU Kehutanan untuk mewujudkan reforestasi berkelanjutan dan ekonomi hijau nasional.
Isu :
Kajian ini membahas struktur kelembagaan coast guard di Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat serta opsi model kelembagaan bagi Indonesia. Jepang mengelola Japan Coast Guard sebagai badan sipil di bawah Kementerian Transportasi, yang bekerja sama dengan angkatan bersenjata dalam situasi tertentu. Inggris mengoperasikan His Majesty’s Coastguard sebagai lembaga sipil yang berfokus pada operasi penyelamatan, sedangkan Amerika Serikat menjadikan United States Coast Guard bagian dari militer dengan wewenang penegakan hukum. Berdasarkan perbandingan ini, Indonesia dapat memilih tiga model kelembagaan: koordinasi (model Inggris), terintegrasi penuh (model AS), atau kombinasi (model Jepang-AS), untuk membentuk coast guard yang efektif dalam penegakan hukum, keselamatan, dan keamanan maritim .
Isu :
Kajian ini membandingkan program makan bergizi gratis di Amerika Serikat, Jepang, dan Brasil, untuk merumuskan pelajaran yang relevan bagi Indonesia. Amerika Serikat menjalankan National School Lunch Program dengan dana federal yang menyediakan makan siang bergizi untuk siswa, Jepang mengintegrasikan pendidikan gizi melalui program Shokuiku dan Kyūshoku yang menekankan bahan lokal, sementara Brasil menggabungkan nutrisi sekolah dengan dukungan pertanian lokal melalui Programa Nacional de Alimentação Escolar (PNAE). Berdasarkan praktik terbaik dan pelajaran dari ketiga negara tersebut, Indonesia dapat mengadopsi elemen-elemen dari ketiga negara untuk mengembangkan program makan bergizi sekolah yang meningkatkan kesehatan siswa, mendukung ekonomi lokal, dan memperkuat ketahanan pangan nasional.
Isu :
Kajian ini membahas perbandingan sistem pengelolaan keuangan haji di Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, dan India untuk memberikan rekomendasi terkait hal tersebut. Di Indonesia, pengelolaan dana haji dilakukan oleh BPKH dengan investasi terbatas pada surat berharga. Sementara itu, Malaysia melalui Tabung Haji memiliki portofolio investasi yang luas, mencakup properti dan sektor syariah. Brunei, dengan Perbadanan TAIB, fokus pada layanan tabungan syariah, sedangkan India melalui Haj Committee of India (HCI) mengelola dana haji dengan investasi syariah, meskipun program subsidi haji telah dihapus sejak 2018. Indonesia dapat mengambil pelajaran dari praktik diversifikasi investasi di Malaysia, layanan syariah di Brunei, dan transparansi pengelolaan dana di India untuk meningkatkan efisiensi serta transparansi pengelolaan dana haji.
Isu :
Kajian ini membahas perbandingan tanggung jawab pelaku usaha dalam perlindungan konsumen di Indonesia, Amerika Serikat, Jepang, dan Australia. Di Indonesia, UU Perlindungan Konsumen masih mengharuskan pembuktian kesalahan pelaku usaha untuk ganti rugi, sementara Amerika Serikat menerapkan strict liability yang lebih melindungi konsumen karena tidak memerlukan pembuktian kesalahan. Jepang dan Australia mengharuskan produsen atau pemasok memberi ganti rugi bila produk cacat, dengan beberapa kewajiban pembuktian yang lebih ringan bagi konsumen. Adopsi prinsip strict liability disarankan bagi Indonesia pada produk berisiko tinggi untuk meningkatkan perlindungan konsumen, tetapi diperlukan perencanaan agar tidak berdampak negatif pada pelaku usaha lokal.
Isu :
Kajian ini membahas kebijakan resiliensi dan adaptasi perubahan iklim berbasis komunitas di Indonesia, Amerika Serikat, Jepang, dan Australia. Di Indonesia, UU Perlindungan Konsumen di berbagai negara, yaitu Indonesia, Vietnam, Fiji, Belanda, Brasil, dan Jerman. Setiap negara masih mengharuskan pembuktian kesalahan pelaku usaha untuk ganti rugi, sementara Amerika memiliki pendekatan berbeda dalam meningkatkan ketahanan komunitas terhadap perubahan Serikat menerapkan strict liability yang lebih melindungi konsumen karena tidak memerlukan iklim, dengan Vietnam mengembangkan sistem pertanian berkelanjutan, Fiji merelokasi pembuktian kesalahan. Jepang dan Australia mengharuskan produsen atau pemasok memberi komunitas pesisir, Brasil melindungi Hutan Amazon, Belanda mengelola air secara canggih, dan ganti rugi bila produk cacat, dengan beberapa kewajiban pembuktian yang lebih ringan bagi Jerman mendorong energi terbarukan. Studi ini mengusulkan bahwa Indonesia dapat belajar dari konsumen. Adopsi prinsip strict liability disarankan bagi Indonesia pada produk berisiko pendekatan-pendekatan tersebut untuk memperkuat adaptasi berbasis komunitas, khususnya tinggi untuk meningkatkan perlindungan konsumen, tetapi diperlukan perencanaan agar tidak di sektor pertanian, pesisir, hutan, dan energi terbarukan, serta integrasi teknologi dalam manajemen iklim.berdampak negat
Isu :
Implementasi SMK3 memiliki dampak positif yang signifikan pada keselamatan dan kesehatan pekerja di tempat kerja, seperti yang terlihat dari pengalaman Singapura, Jepang, dan Norwegia. Dalam konteks Indonesia, ada beberapa aspek penting yang dapat diadopsi dari ketiga negara tersebut, di antaranya regulasi yang ketat, investasi dalam pendidikan dan pelatihan K3, partisipasi aktif pekerja, kolaborasi antara manajemen dan pekerja, serta penegakan hukum yang tegas terkait K3. Revisi UU Keselamatan Kerja di Indonesia sangat diperlukan untuk memperkuat pengaturan terkait K3 dalam hubungan kerja, memastikan kualitas SMK3 sesuai standar ILO, dan melibatkan semua pihak terkait secara aktif dalam implementasi SMK3.
Isu :
Praktik baik yang dapat dicontoh dari pedoman pembiayaan partai politik dan kampanye pemilu untuk mencegah korupsi dan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap sistem politik antara lain di Inggris antara adalah perundang-undangan yang jelas dan tidak ambigu. Memastikan bahwa peraturan perundang-undangan yang mengatur partai politik dan aktivitas ke u a n g a n ny a b e rs i f a t l u g a s d a n tidak mengandung ketentuan yang bertentangan. Meskipun praktek pada kurun waktu tertentu, bisa ditemukan skandal keuangan melibatkan politisi, tetapi bangunan sistem politiknya yang transparan, partisipatif dan akuntabel masih relatif terjaga integritasnya.
Isu :
I n d o n e s i a m e m e r l u k a n perencanaan pembangunan jangka panjang sebagai arah dan prioritas pembangunan secara menyeluruh untuk mencapai tujuan bernegara. Perencanaan pembangunan harus d i l a n d a s k a n p a d a p a r a d i g m a transformasi secara menyeluruh yang mensyaratkan kolaborasi seluruh elemen bangsa. Dimana tahapan waktu dan prioritas, pentahapan atau periodisasi RPJP Daerah diarahkan untuk selaras dengan periodisasi RPJP Nasional, termasuk periodisasi pentahapan RPJM Daerah mengikuti RPJM Nasional. Termasuk periodisasi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional, RTRW Provinsi dan Kabupaten/Kota mengikuti periodisasi RPJMN dan RPJMD. Hal ini dilakukan sebagai upaya mengatasi potensi masalah dan memperbaiki capaian pada implementasi RPJP Nasional pada 20 tahun sebelumnya. Sebagaimana best practices China, Korea Selatan, dan Singapura dalam mengimplementasikan perencanaan pembangunan jangka panjangnya. Berdasarkan hasil analisis diatas, maka dapat disempurnakan beberapa materi pengaturan di dalam RUU RPJPN 2025–2045, yang merupakan payung regulasi dan legitimasi pemberlakukan Dokumen RPJPN 2025–2045. Materi pengaturan dalam RUU RPJPN 2025–2045 perlu mempertimbangkan: 1. Komitmen pelaksanaan RPJP Nasional untuk menjadi acuan bagi sektor dan daerah dalam berbagai level pemerintahan harus dijamin dalam penyusunan RPJP Daerah, RPJM Nasional, RPJM Daerah, maupun Rencana Kerja Pemerintah. 2. Target capaian indikator makro dan mikro bagi sektor dan daerah, harus diberikan ruang adaptasi yang memperhatikan perbedaan kemampuan dan karakteristik kewilayahan. 3. Jaminan bagi pemberlakukan m a n a g e m e n t t a t a k e l o l a (governance) yang baik, harus diikuti dengan peran negara dalam pemberian fasilitas yang berkeadilan. 4. Pembiayaan dalam implementasi p e re n c a n a a n p e m b a n g u n a n jangka panjang harus didukung oleh komitmen pusat dan daerah dalam menghadirkan pembiayaan y a n g r a m a h f i s k a l d a n memberikan insentif bagi BUMN/ BUMD termasuk swasta nasional dalam berkontribusi, khususnya di sektor-sektor strategis terkait dengan pembangunan. 5. P e n e r a p a n s a n k s i d a n p e m b e r l a k u k a n i n s e n t i f d a n d i s i n s e n t i f h a r u s mempertimbangkan baseline co n d i t i o n d a n ka ra k te r i s t i k daerah. 6. Terbuka ruang evaluasi lima tahunan dengan melibatkan DPR RI sebagai lembaga perwakilan rakyat untuk mengantisipasi perkembangan kondisi yang belum tergambar dalam 20 tahun ke depan.