Jurnal

Vol. 14 / November 2023

Penulis : Luthvi Febryka Nola, S.H., M.Kn.

Isu :
Salah satu modus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) adalah dengan menawarkan pekerjaan di luar negeri menjadi pekerja migran Indonesia (PMI). Pada tahun 2022–2023 terjadi peningkatan jumlah PMI yang menjadi korban TPPO. PMI korban TPPO tidak hanya yang berpendidikan rendah akan tetapi juga berpendidikan dan memiliki skill. Mereka menjadi korban melalui skema online scaming yaitu penipuan lowongan kerja melalui media sosial. Oleh karenanya, tulisan akan membahas upaya pemberantasan TPPO terhadap PMI, faktor yang menghambat upaya pemberantasan dan upaya yang dapat dilakukan untuk mempercepat pemberantasan. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan analisis deskriptif kualitatif. Dari pembahasan diketahui bahwa upaya pemberantasan TPPO terhadap PMI dilakukan melalui upaya perbaikan aturan, penegakan hukum, peningkatan sarana dan fasilitas, peningkatan kesadaran masyarakat dan perubahan budaya bekerja secara ilegal. Hanya saja upaya tersebut terhambat oleh adanya ketidakjelasan dan kelemahan aturan; kurang kredibilitas aparat dan minimnya koordinasi; terbatasnya fasilitas dan sarana penanganan; kurangnya pengetahuan masyarakat; serta kuatnya budaya pendukung. Kelima faktor ini dapat diatasi dengan cara pembaharuan hukum, penindakan tegas, manajemen pendanaan dan pendataan yang mumpuni, serta peningkatan edukasi pada masyarakat dan perubahan budaya. Kelima upaya ini tidak dapat dilakukan oleh pemerintah semata, DPR perlu membantu melalui tiga fungsi yang dimiliki yaitu legislasi, pengawasan, dan anggaran.

Penulis : Prianter Jaya Hairi, S.H., LLM.

Isu :
Semenjak Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) diundangkan, angka tindak pidana kekerasan seksual masih tinggi di seluruh Indonesia. Tidak hanya itu, modus operandi yang digunakan juga semakin berkembang. UU TPKS dianggap belum diterapkan secara optimal dan merata oleh aparat penegak hukum (APH). Artikel ini membahas berbagai pengaturan terkait kekerasan seksual di berbagai undang-undang dan mengkaji lebih dalam terkait dengan kendala dalam implementasi UU TPKS. Artikel ini oleh karenanya bertujuan untuk memberikan gambaran terkait pengaturan tindak pidana kekerasan seksual dan rekomendasi kepada pemerintah untuk mendorong optimalisasi implementasi penegakan hukum UU tersebut. Kajian ini merupakan penelitian hukum normatif atau penelitian doktrinal. Analisis menunjukkan bahwa dibutuhkan dua langkah utama, yakni penerbitan seluruh aturan pelaksanaan UU TPKS dan pelaksanaan sosialisasi terarah, khususnya kepada seluruh pihak sebagai user dari UU TPKS, terutama APH, serta umumnya kepada masyarakat agar efek deterrence dari UU TPKS dapat semakin dirasakan.

Penulis : Elisna

Isu :
Prinsip victim precipitation, yang berkaitan dengan korban kejahatan, tidak dapat diartikan sebagai kontribusi korban yang mendorong pelaku untuk melakukan kejahatan. Mengaitkan peran apa pun kepada korban dalam pengalaman victimization yang mereka alami menempatkan beban tanggung jawab yang tidak adil pada mereka, yang dapat mengakibatkan penderitaan lebih lanjut. Melalui penelitian hukum normatif yang melibatkan evaluasi norma-norma hukum dan peraturan dengan pendekatan analisis peraturan perundang-undangan dan pendekatan studi kasus, artikel ini mencoba untuk menyajikan sudut pandang yang menekankan bagaimana argumen yang mengatribusikan peran korban sebagai faktor motivasi bagi pelaku tidak dapat menjadi dasar untuk mengurangi sanksi terhadap pelaku. Memberikan hukuman yang lebih ringan berdasarkan kontribusi yang diduga korban dalam proses victimization menggoyahkan harapan korban untuk hukuman yang cukup berat bagi pelaku. Konsep victim precipitation harus diinterpretasikan bukan sebagai dasar untuk mengurangi hukuman pelaku kejahatan seksual, melainkan sebagai pendekatan kebijakan untuk mencegah kejahatan seksual dengan mengadopsi langkah-langkah preventif yang efektif.

Penulis : Diya Ul Akmal

Isu :
Dinamika permasalahan pertanahan yang ada saat ini sangat mengkhawatirkan. Aturan hukum pertanahan yang berlaku seakan tidak mampu untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Degradasi lahan dan hutan sebagai akibat dari arah kebijakan pembangunan, banyaknya mafia tanah, serta tumpang tindih aturan hukum pelaksana menjadi permasalahan yang belum dapat diselesaikan. Pemberlakuan UUPA sebagai norma hukum pertanahan dirasa sudah tidak mampu untuk mengikuti perkembangan zaman. Penelitian ini bertujuan untuk memahami pentingnya perlindungan hak atas tanah yang dimiliki oleh masyarakat serta untuk memahami urgensi reformasi hukum pertanahan di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode yuridis normatif. Data yang digunakan berupa data sekunder yang didapatkan melalui studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan permasalahan pertanahan yang terjadi disebabkan oleh adanya kekosongan hukum serta celah hukum dalam sistem hukum pertanahan di Indonesia. Hal ini yang kemudian dimanfaatkan oleh orang-orang yang berusaha untuk mendapatkan keuntungannya pribadi dan berakibat terlanggarnya hak yang dimiliki orang lain. Aturan hukum pelaksana dari UUPA tidak mampu untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang terjadi. Hak masyarakat atas tanah tidak dapat dilindungi dengan keberadaan aturan hukum pertanahan saat ini. Oleh karena itu, diperlukan reformasi hukum pertanahan agar perlindungan hukum hak masyarakat dapat terwujud serta arah kebijakan pembangunan dapat menyesuaikan dengan kondisi lingkungan.

Penulis : Umi Zakia Azzahro

Isu :
Penyeragaman model pemilihan kepala daerah (pilkada) di Indonesia menggunakan sistem pemilihan secara langsung telah menimbulkan berbagai permasalahan. Mulai dari konflik antara pendukung pasangan calon, defisit APBD untuk mendanai pilkada, hingga disharmoni pemerintahan secara vertikal. Padahal konstruksi Pasal 18 ayat (4) UUD NRI 1945 yang menggunakan frasa “dipilih secara demokratis” memberikan ruang bagi beragam metode pemilihan selain pemilihan langsung yang dikonseptualisasikan sebagai pilkada asimetris. Tulisan ini bertujuan merumuskan alternatif pelaksanaan pilkada secara asimetris dengan permasalahan berupa: (1) relevansi Pilkada Asimetris untuk mewujudkan efektivitas pemerintahan daerah; (2) konsep pelaksanaan Pilkada Asimetris; (3) indikator yang dapat digunakan dalam pelaksanaan Pilkada Asimetris. Tulisan menggunakan metode penelitian hukum doktrinal dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Temuan utama adalah pelaksanaan pilkada dapat dilakukan secara asimetris, dengan menggunakan indikator berupa kematangan demokrasi dan kemampuan finansial masing-masing daerah. Akibatnya, pilkada dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu pemilihan langsung, pemilihan melalui DPRD, dan pemilihan dalam lingkup eksekutif.

Penulis : Helni Mutiarsih Jumhur

Isu :
Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres). Dasar hukum pengaturan SPBE tersebut masih lemah, padahal substansi SPBE sangatlah penting. Permasalahan dalam tulisan ini yaitu bagaimana efektivitas hukum pengaturan SPBE dalam sistem pemerintahan Indonesia dan bagaimana upaya meningkatkan legalitas peraturan SPBE dalam sistem pemerintahan di Indonesia? Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas hukum pengaturan SPBE dalam sistem pemerintahan Indonesia dan upaya penguatan legalitas pengaturan SPBE dalam sistem. Metode yang digunakan dalam tulisan ini adalah analisis yuridis normatif. Dari pembahasan diketahui bahwa pengaturan SPBE dalam sistem pemerintahan Indonesia, saat ini dapat dikatakan tidak efektif. Hal ini dikarenakan masih banyak peraturan sektoral yang lebih tinggi sehingga menyebabkan aturan yang ada dalam Perpres SPBE tidak diindahkan. Legalitas peraturan tentang SPBE perlu ditingkatkan levelnya menjadi Undang-Undang. Peningkatan kualitas pelayanan publik pada seluruh instansi atau lembaga memerlukan legalitas atau aturan yang dapat memberikan kepastian hukum. Aturan SPBE diharapkan paling sedikit mengatur definisi yang jelas dan tegas tentang SPBE; fungsi, tugas, dan kewenangan instansi pusat serta pemerintah daerah; pembentukan Rencana Induk SPBE Nasional; arsitektur, peta rencana, rencana anggaran, proses bisnis, manajemen risiko, infrastruktur, audit teknologi informasi dan komunikasi, penyelenggara, SPBE; dan pemberian pengelolaan SPBE.

Penulis : Amarta Yasyhini Ilka Haque

Isu :
Media sosial yang pada awalnya diciptakan sebagai sarana komunikasi dan interaksi, dalam perkembangannya telah dimanfaatkan pula sebagai media transaksi maupun sarana berekspresi. Pengguna media sosial berasal dari berbagai kalangan, termasuk mereka yang bekerja di bidang pelayanan kesehatan. Penggunaan media sosial sebagai sarana berekspresi oleh tenaga kesehatan berpotensi menimbulkan kerugian pada pihak pasien, khususnya terkait pelanggaran privasi. Beberapa tenaga kesehatan mendapatkan kecaman publik karena unggahannya di media sosial yang dianggap melanggar privasi pasien. Artikel ini membahas pentingnya perlindungan hukum privasi pasien terhadap penyalahgunaan media sosial oleh tenaga kesehatan di Indonesia. Artikel ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan undang-undang dan perbandingan. Penulis telah mengkaji peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan dan peraturan lain yang relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia saat ini belum memberikan perlindungan hukum yang memadai kepada pasien dari potensi penyalahgunaan media sosial oleh tenaga kesehatan yang bersifat melanggar privasi. Penulis merekomendasikan perlunya dibuat ketentuan khusus untuk melindungi privasi pasien dari penyalahgunaan media sosial oleh tenaga kesehatan, baik dengan cara menyusun peraturan baru atau menga


Vol. 14 / Juni 2023

Penulis : Monika Teguh

Isu :
Stunting is a form of malnutrition that occurs as a result of improper child- rearing practices that cause a child to lack nutrition from the womb until the first thousand days of life. In 2021, 24.4% of Indonesian toddlers still experience stunting. One of the causes is a culture that is not in line with healthy living behaviors. This study will answer the question of what culture has an impact on the stunting cases in Indonesia? The research method used is descriptive qualitative with literature study as the basis for its data. The results of the research show various cultural roles both adaptive and ideational cultures that contribute to stunting. Adaptive cultures that play a role in stunting include hustle culture, working mothers, and education. Meanwhile, ideational cultures that still have an impact on stunting until now include beliefs, early marriage, incorrect feeding, and incorrect feeding methods. It is hoped that the results of this study can provide a contribution to the study of public health and more effective health promotion in the future.

Penulis : Elga Andina, S.Psi., M.Psi.

Isu :
The revitalization of local languages in Indonesia has become an increasingly important issue and required serious attention. The Ministry Of Education, Culture, Research and Technology responded to this crisis by implementing Merdeka Belajar Episode 17, which focuses on revitalizing local languages in the province of Lampung in 2023. This research aims to evaluate the challenges of revitalizing local languages implemented by the government in Lampung province. Using a qualitative descriptive approach with a case study pattern, primary data was obtained from interviews and focused group discussions with government agencies involved in revitalizing local languages, including the Lampung Provincial Language Office, the Lampung Provincial Education Office, and the Welfare Department of the Lampung Provincial Government, in addition to academic from Lampung University. The study found that in Lampung province, revitalization is carried out through structured learning activities in schools by using the Model B approach, which included teaching local content, especially Lampung language. Although there are compulsory regulations to teach Lampung language in primary and secondary schools, several challenges have still remained, such as psychological barriers faced by communities in using local languages, insufficient support from the government, and weak interagency coordination in implementing language revitalization programs. Overcoming these challenges requires joint efforts from all parties to promote the use of local languages and document them, provide consistent government support, and increase public awareness of the importance of preserving them. It is expected that the result of this study can contribute to the improvement and enrichment of the cultural diversity in Indonesia.

Penulis : Caecilia Meyta Rahayuningtyas

Isu :
Plastic is widely used as packaging, thereby increasing plastic production. One form is the use of sachets or multilayer plastic, which are widely used for food packaging and household needs. Packaging using sachets is widely used in Indonesia because the price is more economical. However, the community has not been effective in sorting their household waste, so that a lot of unmanaged plastic waste is wasted and accumulates in landfills. Law Number 18 of 2008 states that every producer is responsible for the waste they produce. However, there are only a few producers who process and recycle their sachet waste, so that scavengers and waste banks also do not accept sachet waste. This has an impact on the environment, where sachet waste is difficult to decompose. The purpose of this research is to analyze community and producer participation in waste management through the implementation of extended producer responsibility (EPR), thereby increasing the plastic circular economy. The location of this research was conducted in Depok City, which disposes of its waste to the Cipayung Landfill, Depok. Cipayung Landfill has exceeded its capacity. This research uses quantitative methods, through observation, questionnaires, and literature studies. Based on this study, it was concluded that the composition of 17 percent sachet waste can be managed with the 3R program (reduce, reuse, and recycle), which is supported by community participation in waste segregation and waste banks in the collection, where waste banks can reduce 20 percent inorganic waste, and are supported by manufacturers with the implementation of EPR.

Penulis : Arief Priyo Nugroho

Isu :
Puskesmas/primary health center (PHC) accreditation policy has a relative impact on improving health services quality. In addition to management and organizational improvements, PHC accreditation has negative excesses which can be seen in the implementation process. Namely, the issue of fulfilling citizens’ basic rights to health. This study aims to explain some of the negative excesses of PHC accreditation policy to fulfill health care access. A qualitative analysis of various interviews in roundtable discussions and secondary data collection on the process and implementation of accreditation in 12 districts/cities. This study shows that the PHC accreditation policy that was carried out encouraged a shift in the Government’s values and norms in providing essential health services, from public goods to private goods. The management logic that tends to be private-like-oriented places the community as a consumer rather than as a citizen, not yet maximizing the active role of the community raises the issue of inequity in the country’s efforts to guarantee the rights of the community as citizens. The Government places basic health services no longer fully as public goods, which ensures that every people as a citizen can access them without exception.

Penulis : Pajar Hatma Indra Jaya

Isu :
This study explores the survival strategies employed by Covid-19 survivors to improve their economic activities, with a specific focus on culinary entrepreneurs. Despite recovering from the virus, these individuals continue to face obstacles in resuming their businesses. Limited research has been conducted on the strategies adopted by survivors after their recovery, particularly in the culinary sector. This paper presents qualitative data collected through observation, document study, and interviews. The study includes twelve informants from six cases of Covid-19 transmission, purposively selected to investigate their perceptions and practices regarding economic survival post-recovery. The findings reveal that Covid-19 survivors encounter social exclusion in the form of isolation when attempting to resume work. The fear of societal stigmatization and maintaining distance from survivors results in a lack of community support, leading to economic stagnation for over a month. Despite efforts to obtain a health certificate from the government, the survivors struggle to restore normalcy. Consequently, they adopt various survival strategies, although these methods often require a considerable amount of time to achieve full recovery. To address this issue, the Indonesian House of Representatives should provide support, including oversight of government policies. It is recommended that when the government forces the closure of a business, they must also offer assistance and facilitate the official reopening after the recovery period. This approach will help restore consumer confidence and expedite economic recovery. It is crucial to learn from these findings to better prepare for similar situations in the future.

Penulis : Rabiah Al Adawiah

Isu :
Cyberbullying has become a worrying phenomenon, especially among children. Increased use of the internet and social media among children may increase their risk of experiencing cyberbullying. In this study, the author raises the issue of the phenomenon of cyberbullying, its impact and prevention efforts on children. The purpose of this research is to provide education and preventive measures to protect children from cyberbullying. In this study, the authors used the library research method using secondary data obtained from KPAI, UNICEF, and other research published in the form of articles, journals or other references. The stages of the research started from selecting the topic, formulating the problem, analyzing it, and compiling the report. The results of this study indicate that cyberbullying is rife, especially on social media with children who are victims and perpetrators. This phenomenon has an impact physically, psychologically, and academically. The impact of cyberbullying is more harmful than traditional bullying because cyberbullying leaves a digital footprint that can be seen by everyone regardless of physical distance. Therefore, as a form of protection for children, efforts to prevent cyberbullying are necessary. Families and communities can provide education to children in using social media. In addition, the role of the legislature (DPR RI) is needed in providing adequate regulations, because regulations related to cyberbullying and its legal consequences have not been clearly regulated in the information and electronic transaction law or child protection law.

Penulis : Drajat Tri Kartono

Isu :
Indonesia sebagai negara yang belum memiliki Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) masih perlu melakukan riset untuk mengkaji penerimaan masyarakat. Bangka Belitung merupakan kandidat lokasi pembangunan PLTN oleh BATAN dan kepulauannya diprediksi akan menjadi pionir energi baru dan terbarukan dari mineral ringan yaitu torium. Oleh karena itu, penelitian di Bangka Belitung bertujuan untuk mengetahui penerimaan masyarakat terhadap pembangunan PLTN. Penelitian ini menggunakan metode gabungan (mixed-method), dan pengumpulan data dilakukan dengan survei pada 1.500 responden yang terdiri dari penduduk Bangka Belitung. Analisis kuantitatif dalam penelitian ini menggunakan statistik deskriptif dan uji Chi-Square, sedangkan analisis kualitatif dengan kualitatif deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Bangka Belitung menyambut baik rencana pembangunan PLTN tersebut. Total penerimaan masyarakat di Provinsi Bangka Belitung sebesar 73,73 persen, yang didukung oleh persepsi masyarakat yang setuju dengan manfaat PLTN sebesar 94,27 persen, risiko PLTN sebesar 70,93 persen, itikad baik pengembang PLTN sebesar 92,53 persen, dan kompetensi operator PLTN sebesar 93,53 persen. Terkait jarak, masyarakat yang setuju pada pembangunan pembangkit listrik ini menginginkan jarak sejauh 30 km dari pemukiman penduduk. Belum ada indikasi fenomena not in my backyard di Bangka Belitung, tetapi masih ada kesalahan persepsi di masyarakat mengenai risiko PLTN. Dikarenakan peran pemerintah yang terbatas, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) perlu memfasilitasi pendampingan masyarakat dan mendorong pemerintah untuk mengimplementasikan strategi sosialisasi untuk mengedukasi manfaat dan risiko pembangkit listrik tenaga nuklir.


Vol. 14 / Juni 2023

Penulis : Vita Kartika Sari

Isu :
Investasi merupakan variabel penting untuk mencapai pertumbuhan ekonomi, khususnya di negara sedang berkembang seperti Indonesia. Investasi merupakan alat pertumbuhan dan pemulihan ekonomi melalui stimulus modal untuk proses produksi yang akan berimbas pada meningkatnya konsumsi rumah tangga. Investasi dapat berkontribusi dalam penciptaan lapangan kerja, pengurangan kemiskinan, dan peningkatan standar hidup. Pemberdayaan penanaman modal dalam negeri (PMDN) perlu digalakkan sebagai sumber pembangunan yang penting. Tujuan utama studi ini adalah menganalisis pengaruh produk domestik regional bruto (PDRB), pengeluaran pemerintah, dan lama sekolah terhadap realisasi PMDN pada 33 provinsi di Indonesia periode 2016-2020. Realisasi PMDN di Indonesia menunjukkan tren positif, hal ini sebagai indikator terjadinya pertumbuhan investasi yang baik di level provinsi. Estimasi data menggunakan first difference panel generalized method of moments. Berdasarkan hasil pengujian, variabel PDRB terbukti signifikan positif terhadap PMDN. Variabel lama sekolah terbukti berdampak negatif terhadap realisasi PMDN. Variabel PDRB(1) dan belanja pemerintah terbukti insignifikan. Pengujian validitas instrumen dengan uji Sargan menunjukkan model penelitian valid. Melalui uji Arellano-Bond Serial Correlation, diketahui tidak terdapat serial korelasi sehingga model memiliki konsistensi yang baik. Strategi kebijakan investasi diperlukan untuk mendorong produktivitas sektor produktif di level provinsi. Diperlukan sinergi pemerintah pusat dan pemerintah provinsi untuk dapat mengalokasikan PMDN secara efisien untuk sektor-sektor unggulan daerah.

Penulis : Sifa Rofatunnisa

Isu :
Indonesia masih menghadapi masalah laju penurunan kemiskinan dan penurunan ketimpangan pendapatan yang tidak menunjukkan perubahan yang signifikan selama periode 2015-2019. Salah satu strategi yang dapat mendukung tercapainya pertumbuhan ekonomi inklusif adalah dengan mewujudkan kesetaraan gender. Berdasarkan Human Development Report, Indonesia menempati peringkat ke-4 dengan Indeks Ketimpangan Gender tertinggi di negara-negara ASEAN. Penelitian ini bertujuan menganalisis dampak ketimpangan gender dalam pendidikan dan pekerjaan terhadap pencapaian inklusivitas pertumbuhan ekonomi dengan melihat pola simultanitas antara keempat indikator pertumbuhan inklusif, yaitu pertumbuhan ekonomi, tingkat kemiskinan, kesempatan kerja, dan ketimpangan pendapatan di Indonesia selama periode 2015-2019. Metode estimasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah EC2SLS (Error Component Two Stage Least Square). Pola simultanitas yang terjadi memberikan kesimpulan bahwa pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Indonesia belum inklusif. Hasil estimasi menunjukkan bahwa rasio rata-rata lama sekolah perempuan terhadap laki-laki dan rata-rata upah perempuan signifikan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Rasio tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan terhadap laki-laki signifikan meningkatkan kesempatan kerja dan rasio angka melek huruf perempuan terhadap laki-laki signifikan menurunkan kemiskinan. Rasio angka partisipasi kasar perempuan terhadap laki-laki di jenjang perguruan tinggi signifikan menurunkan ketimpangan pendapatan. Rasio angka partisipasi murni perempuan terhadap laki-laki di jenjang pendidikan SMP signifikan meningkatkan ketimpangan pendapatan.

Penulis : Fajri Ramadhan

Isu :
Penelitian ini bertujuan mengkaji hubungan kondisi keuangan tiga daerah otonomi khusus (otsus), yaitu Aceh, Papua, dan Papua Barat dengan akuntabilitas keuangan daerah yang diproksikan oleh variabel opini laporan keuangan daerah hasil pemeriksaan BPK RI. Menggunakan metode Conditional Logistic Fixed Effect, penelitian ini menggunakan rasio keuangan berdasarkan data keuangan daerah tahun 2011-2019. Hasil penelitian adalah adanya hubungan antara akuntabilitas dengan kondisi keuangan pemerintah daerah otsus. Variabel yang konsisten mendorong terciptanya akuntabilitas adalah variabel rasio Dana Alokasi Khusus (DAK) dibagi total dana transfer. Rasio Dana Bagi Hasil (DBH) per total pendapatan serta belanja operasi dan belanja modal per total belanja konsisten dan signifikan dalam mengurangi kemungkinan terwujudnya opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Seluruh temuan ini sejalan dengan pengembangan perhitungan yang juga menggunakan marginal effect ordered logit untuk melihat persentase kemungkinan keterjadian opini dan hubungannya dengan berbagai rasio yang menjadi variabel penelitian. Berbagai temuan berdasarkan olah data dan perhitungan marginal effect menunjukkan bahwa perlu adanya pembenahan kebijakan DBH dan belanja daerah, serta penerapan DAK pada daerah yang belum memperoleh opini WTP.

Penulis : Dr. Ari Mulianta Ginting, S.E., M.S.E.

Isu :
Tulisan ini mengkaji peran dana otonomi khusus (otsus) terhadap pelayanan publik baik di bidang kesehatan maupun pendidikan di kabupaten/kota di Provinsi Papua. Menggunakan data panel dari 29 kabupaten/kota di Provinsi Papua tahun 2013-2020, temuan kami didasarkan pada data panel. Dana otsus berdampak positif dan signifikan terhadap pelayanan publik baik di bidang kesehatan maupun pendidikan di kabupaten/kota di Provinsi Papua. Selain itu, kami mengidentifikasi desentralisasi fiskal juga berpengaruh positif dan signifikan terhadap pelayanan publik di kabupaten/kota di Provinsi Papua. Dana otsus merupakan prasyarat untuk peningkatan pelayanan publik. Ada persyaratan untuk melaksanakan dana khusus untuk Papua, seperti partisipasi masyarakat dalam menentukan dan mengawasi penggunaan dana khusus, akuntabilitas pemerintah daerah untuk menggunakan dana khusus, sinergi, dan koordinasi para pemangku kepentingan di Papua. Terakhir, pemerintah pusat harus memastikan dana khusus harus dialokasikan untuk pelayanan publik seperti sektor kesehatan dan pendidikan. DPR RI perlu mendorong pengawasan dan evaluasi terhadap dana otonomi khusus di Provinsi Papua agar sesuai dengan tujuan pemberian dana tersebut.

Penulis : Itfan

Isu :
Studi ini bertujuan untuk menemukan bukti empiris mengenai lokasi wilayah desa di sekitar/dalam kawasan hutan sebagai bukti ketergantungan penduduk terhadap kawasan hutan dalam memengaruhi luasan hutan mangrove di wilayah pesisir Indonesia. Motivasi dari studi ini berasal dari fakta bahwa Indonesia mengalami deforestasi mangrove yang sangat besar dalam tiga dekade terakhir. Menurut studi empiris yang dilakukan di Iran, India, Thailand, dan Vietnam, secara umum ketergantungan mata pencaharian pada hutan memberikan dampak negatif dalam mengurangi ekosistem hutan mangrove. Studi empiris pada level desa di Indonesia masih belum ada karena keterbatasan data. Penulis mencoba menganalisis data panel unbalanced dengan kombinasi data geospasial dan PODES. Menggunakan Fixed Effects Model (FEM) untuk menganalisis dampak dari lokasi wilayah desa di dalam kawasan hutan terhadap luasan hutan mangrove, penelitian ini menemukan bahwa desa yang wilayahnya berada di sekitar/dalam kawasan hutan memiliki ketergantungan tinggi terhadap sumber daya alam dan korelasi negatif terhadap luasan hutan mangrove di wilayah desa tersebut. Ketergantungan tersebut baik bagi perekonomian masyarakat desa, namun akan berdampak buruk terhadap lingkungan,sehingga diperlukan alternatif mata pencaharian di desa untuk mengurangi ketergantungan penduduk desa terhadap hutan mangrove. Pemerintah Indonesia perlu mendorong rehabilitasi mangrove untuk dikembalikan menjadi pusat ekowisata agar dapat meningkatkan pendapatan masyarakat di sekitar kawasan hutan mangrove.

Penulis : Agung Riyardi

Isu :
Berbagai penelitian telah menganalisis bahwa industri mikro dan kecil (IMK) berperan strategis dalam perekonomian, berkembang, dan memiliki berbagai kelemahan yang menyebabkan menjadi sasaran kriminalitas, namun belum menganalisis tingkat kriminalitas yang mengancam kinerja IMK. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari tingkat kriminalitas, kriminalitas yang mengancam IMK, dan kinerja IMK yang terancam kriminalitas. Metode penelitian yang digunakan adalah pemodelan persamaan regresi panel data fungsi produksi Cobb-Douglas IMK yang ditambahikan dengan variabel kriminalitas. Variabel yang digunakan adalah jumlah produksi, nilai tambah, jumlah produksi per tenaga kerja, nilai tambah per tenaga kerja, jumlah perusahaan, jumlah pekerja, input, dan pengeluaran IMK untuk tenaga kerja. Variabel kriminalitas berupa jumlah kriminalitas dan risiko penduduk menjadi korban kriminalitas. Data yang digunakan adalah data IMK dan kriminalitas seluruh provinsi di Indonesia sejak tahun 2017 hingga 2020. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua model menggambarkan IMK terancam kriminalitas tingkat rendah sebab hanya jumlah kriminalitas yang memengaruhi kinerja IMK. Kinerja IMK yang terancam adalah nilai tambah per tenaga kerja. Berdasarkan hasil tersebut, direkomendasikan untuk mencegah meningkatnya tingkat kriminalitas melalui pengurangan jumlah kriminalitas, peningkatan nilai tambah dan produktivitas IMK.

Penulis : Rasyid Widada

Isu :
Pada tahap awal pandemi Covid-19 di tahun 2020, Kabupaten Kendal mengalami peningkatan angka kemiskinan sebagaimana terjadi di lingkup nasional maupun global. Daerah perkotaan di Kabupaten Kendal mengalami lonjakan yang lebih tinggi sebesar 4,42 persen pada keluarga miskin dibandingkan dengan daerah perdesaan yang hanya mengalami peningkatan sebesar 0,43 persen. Suburbanisasi memainkan peran penting karena kedekatan Kabupaten Kendal dengan Kota Semarang, ibu kota Provinsi Jawa Tengah. Menariknya, isu-isu terkait kemiskinan lebih banyak terjadi di daerah suburban. Oleh karena itu, dilakukan penelitian untuk menganalisis kemiskinan di perkotaan, suburban, dan perdesaan di Kabupaten Kendal. Penelitian ini bertujuan untuk mencapai dua tujuan: (1) menetapkan zonasi tata ruang di Kabupaten Kendal berdasarkan ketiga kategori tersebut, dan (2) menganalisis peningkatan kemiskinan pada periode awal pandemi di setiap kategori. Zonasi spasial dilakukan dengan menggunakan teknik K-Means Clustering, sedangkan teknik deskriptif kuantitatif dan analisis spasial dengan Moran Index dan Local Indicators of Spatial Autocorrelation (LISA) digunakan untuk analisis. Hasilnya menunjukkan bahwa pandemi Covid-19 memengaruhi komposisi rumah tangga miskin secara berbeda di perkotaan, suburban, dan perdesaan. Selain itu, analisis mengungkapkan bahwa kemiskinan cenderung mengelompok di daerah suburban Kabupaten Kendal.


Vol. 14 / Juni 2023

Penulis : ARYO WASISTO, M.Si.

Isu :
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 80/PUU-XX/2022 dalam perkara pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Undang-Undang Pemilu) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menata daerah pemilihan (dapil) di seluruh tingkatan. Putusan tersebut juga menyatakan daftar dapil dalam Undang-Undang Pemilu inkonstitusional. Tujuan artikel ini menjelaskan dinamika kewenangan pengaturan dapil, menganalisis dampak Putusan MK, dan menganalisis pilihan tindak lanjutnya oleh KPU. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa KPU telah mendapatkan kembali wewenang mengatur seluruh daerah pemilihan pasca-Putusan MK. KPU menindaklanjuti putusan tersebut dengan menerbitkan Peraturan KPU, tetapi tidak merevisi susunan dapil DPR dan DPRD Provinsi. Dari perspektif sosial, perubahan dapil di tengah tahapan pemilu akan menimbulkan distorsi demokrasi antara konstituen dan anggota parlemen. Keadaan ini menimbulkan pertanyaan tentang independensi KPU dalam tata kelola dapil. KPU dianggap tidak memanfaatkan momentum untuk mengatur dapil secara profesional. Hal ini telah menjadi masalah sejak Pemilu 2009.

Penulis : Abdul Ghofar

Isu :
Isu kurang harmonisnya Mahkamah Konstitusi (MK) dengan Mahkamah Agung (MA) kerap menjadi perhatian publik. Hal ini menimbulkan pertanyaan, apa penyebab kurang harmonisnya kedua lembaga tersebut? Bahkan sejak tahun 2009 hingga 2018, ada lima peristiwa yang memperburuk hubungan tersebut seperti pada kasus sisa suara, pemilukada Kotawaringin Barat, Dokter Bambang, Angkutan Daring, dan calon anggota DPD. Oleh karenanya, rumusan masalah penelitian ini yakni (1) bagaimana relasi MK dengan MA di Indonesia saat ini? (2) Seperti apa relasi MK dengan MA di negara lain? dan (3) Apa upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki hubungan kedua lembaga tersebut? Penelitian ini merupakan penelitian doktrinal, dengan pendekatan undang-undang, pendekatan konseptual, dan pendekatan kasus. Penelitian ini menyimpulkan bahwa hubungan MK dan MA sejak tahun 2009 sampai saat ini kurang harmonis ditandai dengan adanya lima kasus hukum yang diputus berbeda. Konflik antara MK dan MA juga terjadi di Jerman, Italia, dan Polandia. Meskipun, hanya MK dan MA Italia yang melakukan konflik secara terbuka. Selanjutnya, untuk memperbaiki hubungan, dalam jangka pendek, kedua lembaga perlu membuat kesepakatan untuk menahan diri tidak membuat putusan yang berbeda. Dalam jangka panjang, perlu dilakukan amendemen UUD 1945 yang menyatukan pengujian berada di MK, serta Ketua MK harus merangkap sebagai Ketua MA.

Penulis : Ahmad Yani

Isu :
Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam seleksi pejabat publik di bidang eksekutif diperluas pasca￾amandemen Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi konstitusionalitas kewenangan DPR dalam seleksi jabatan publik di bidang eksekutif dan memetakan purifikasi kewenangan tersebut. Kajian ini menggunakan metode penelitian normatif dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan historis. Hasil penelitian menunjukkan adanya permasalahan dalam peraturan perundang￾undangan yang mengatur seleksi lembaga publik, seperti Kapolri, Panglima TNI, dan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara. Seharusnya, kewenangan tersebut menjadi kewenangan asli Presiden dan tidak dapat dimaknai sebagai penerapan prinsip check and balance. Keterlibatan DPR dalam hal ini mengakibatkan over power yang dimiliki oleh DPR, praktik politisasi jabatan publik, dan gangguan terhadap stabilitas kekuasaan eksekutif dalam sistem Presidensial. Purifikasi kewenangan seleksi pejabat publik di bidang eksekutif dapat dilakukan dengan menghapus ketentuan dalam undang-undang yang mengatur keterlibatan DPR dalam pengisian jabatan publik di bidang eksekutif. Dalam seleksi pejabat publik di bidang eksekutif, kontrol yang dapat dilakukan adalah melibatkan partisipasi publik secara substansial untuk memberikan tanggapan terhadap calon pejabat publik.

Penulis : Muh. Afdal Yanuar

Isu :
Melalui pengundangan KUHPidana baru, terdapat ketentuan di dalam UU TPPU yang dicabut. Padahal dari segi substansinya, KUHPidana baru muatannya bersifat umum, sedangkan UU TPPU muatannya bersifat khusus. Melalui tulisan ini, akan dibahas permasalahan berupa: (a) rasionalitas tindak pidana pencucian uang yang diatur di dalam UU TPPU (lex specialis) diderogasi oleh KUHPidana baru (lex generalis); dan (b) konsekuensi hukum yang timbul atas pengaturan tindak pidana pencucian uang ke dalam KUHPidana baru. Tulisan ini menggunakan metode penelitian normatif dengan pendekatan konseptual dan peraturan perundang-undangan. Melalui tulisan ini, dapat disimpulkan bahwa: (a) Ketentuan di dalam KUHPidana baru (lex generalis) berlaku dan menderogasi ketentuan core crimes dari tindak pidana pencucian uang dapat didasarkan pada penerapan pengecualian atas asas lex posterior generali non derogat legi lex priori speciali; dan (b) Konsekuensi dari ketentuan KUHPidana baru terhadap pengaturan TPPU adalah: ketentuan KUHPidana baru berlaku terhadap core crimes dari kriminalisasi TPPU, dan perbuatan-perbuatan yang tidak diatur di dalam UU TPPU, namun juga terkait dengan perbuatan pencucian uang dan diatur di dalam KUHPidana baru. Sedangkan, terhadap keadaan lainnya yang diberlakukan adalah ketentuan UU TPPU.

Penulis : Ibnu Mardiyanto

Isu :
Penerapan yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional memiliki konsekuensi terhadap eksistensi pengadilan nasional dalam mengadili kejahatan internasional. Mahkamah Pidana Internasional memiliki otoritas untuk mengadili kejahatan tertentu seperti genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang dan kejahatan agresi. Namun, terbentuknya Mahkamah Pidana Internasional tidak menghilangkan kewajiban pengadilan nasional untuk memproses dan mengadili pelaku kejahatan tersebut. Tulisan ini mengkaji mengenai konsekuensi yuridis yang timbul dari penerapan yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional terhadap eksistensi pengadilan nasional dalam mengadili pelaku kejahatan internasional. Metode penelitian yang digunakan dalam artikel ini adalah penelitian normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional sangat penting untuk mengatasi impunitas dalam kejahatan internasional dan merupakan isu global yang relevan. Mahkamah Pidana Internasional bertindak sebagai pelengkap dan hanya intervensi ketika pengadilan nasional tidak efektif. Konsekuensi yuridis dari penerapan yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional terhadap pengadilan nasional melibatkan kolaborasi dan koordinasi antara kedua pengadilan untuk mencapai hasil yang adil dan efektif bagi terdakwa dan korban. Untuk itu perlu mendorong pengembangan dan peningkatan kapasitas pengadilan nasional dalam memproses dan mengadili kejahatan internasional.

Penulis : Sih Yuliana Wahyuningtyas

Isu :
Peran penting data pribadi di pasar digital telah membawa tantangan baru bagi analisis hukum persaingan seperti yang ditunjukkan dalam kasus privacy policy tying. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana data pribadi berperan dalam analisis hukum persaingan dan menyediakan alat analisis untuk mengevaluasi dampak kerugian dalam praktik privacy policy tying untuk kualifikasi ilegalitas menurut hukum persaingan. Untuk tujuan tersebut, paper ini difokuskan pada dua persoalan pokok, yaitu bagaimana peran data pribadi berperan dalam analisis hukum persaingan dan bagaimana dampak persaingan dianalisis dalam kasus privacy policy tying. Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif hukum dengan menggunakan studi pustaka dan analisis kualitatif. Meskipun data pribadi bukan komoditas dan tidak dapat diperdagangkan, namun ia memainkan peran penting sebagai produk antara yang memungkinkan perusahaan sebagai pengendali data untuk mengekstrak informasi penting guna penyesuaian produk bagi penggunanya secara individual. Privacy policy tying digunakan sebagai alat untuk tujuan tersebut. Paper ini berargumentasi bahwa analisis dampak negatif atas praktik privacy policy tying dalam hukum persaingan memusatkan perhatian pada elemen eksploitatif dan eksklusi dari praktik tersebut terhadap persaingan dan konsumen. Diperlukan ketajaman analisis untuk menghindarkan kekaburan batas-batas antara hukum persaingan dan pelindungan pribadi, dan suatu pedoman analisis dampak untuk kasus-kasus yang berkaitan dengan data pribadi.

Penulis :

Isu :
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sebagai bagian strategis perekonomian Nasional telah memberikan kontribusi signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja dan Produk Domestic Bruto. Ironisnya UMKM, khususnya Usaha Mikro Kecil (UMK) masih menghadapi permasalahan dalam menjalankan usahanya. Melalui pembentukan UU tentang Cipta Kerja yang kemudian diganti dengan Perpu tentang Cipta Kerja, pemerintah membuat kebijakan kemudahan berusaha bagi pelaku usaha, termasuk UMK. Pendirian Persero Perorangan menjadi terobosan kebijakan khusus bagi UMK. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yang dianalisis secara kualitatif. Tulisan ini mengkaji pengaturan persyaratan dan mekanisme pendirian Perseroan Perorangan sebagai bagian dari kemudahan berusaha yang diatur dalam Perpu Cipta Kerja; serta tanggung jawab pemegang saham terhadap Perseroan Perorangan. Hasil analisis menggambarkan regulasi terkait Perseroan Perorangan mengatur persyaratan yang lebih mudah dalam pendirian, antara lain pendirian dilakukan perorangan, pendaftaran secara elektronik, tidak memerlukan akta notaris, penyesuaian pengaturan modal dasar, dan kewajiban mengubah status Perseroan Perorangan apabila sudah tidak memenuhi kriteria UMK. Tanggung jawab pemegang saham terbatas pada modal dan tidak memiliki tanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat oleh perseroan serta tidak bertanggung jawab terhadap kerugian melebihi saham yang dimiliki. Tulisan ini merekomendasikan kepada pemerintah penyempurnaan regulasi Perseroan Perorangan, khususnya pengaturan tanggung jawab pemegang saham Perseroan Perorangan.

Penulis : Adrian Nugraha

Isu :
Setelah putusan arbitrase Laut China Selatan yang menyatakan bahwa China tidak berhak untuk mengklaim zona laut di luar kewenangan yang diatur oleh the 1982 United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 1982), China dan Filipina memulai kembali negosiasi tentang pengembangan bersama minyak dan gas bumi. Para ahli hukum Filipina telah mengkritik upaya ini sebagai “pengabaian” atau “kompromi” terhadap putusan pengadilan arbitrase permanen dan klaim Filipina atas Laut China Selatan. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis implikasi putusan Mahkamah Arbitrase Permanen atas kasus Laut China Selatan dikaitkan pada pengembangan bersama minyak dan gas bumi antara China dan Filipina. Artikel ini menggunakan jenis penelitian doktrinal dengan pendekatan hukum, kasus, dan konseptual. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa setelah dikeluarkannya putusan arbitrase, Filipina tidak berkewajiban untuk merundingkan pengaturan sementara untuk pengembangan bersama minyak dan gas dengan China sesuai dengan Pasal 74(3) dan 83(3) UNCLOS 1982 di wilayah yang disengketakan di Laut Cina Selatan. Berdasarkan putusan arbitrase tersebut, Filipina tidak berkewajiban menahan diri di wilayah yang bukan merupakan hak China. Selain itu, walaupun Filipina mengadakan pengembangan bersama dengan China, itu tidak akan mengakibatkan China dapat mengklaim wilayah maritim tersebut.


Vol. 14 / Mei 2023

Penulis : Debora Sanur Lindawaty, S.Sos., M.Si.

Isu :
Pemerintah desa merupakan salah satu lembaga yang memiliki peran penting dalam pemerataan pembangunan dan kesejahteraan di Indonesia. Melihat pentingnya peran desa dalam mewujudkan pembangunan serta kesejahteraan, pemerintah pusat membuat undang-undang yang mengakui kewenangan otonomi desa yaitu UU no 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa). Undang-Undang ini memberikan hak seluas-luasnya pada desa untuk mengatur wilayahnya sendiri. Tulisan ini akan mengkaji tentang pembangunan desa pasca Undang-Undang No 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Pembangunan terutama dalam hal pembangunan demokrasi di tingkat desa maupun pembangunan infrastruktur dan ekonomi desa. Ditemukan bahwa dalam hal pembangunan desa, Kemendes telah menetapkan beberapa indikator yang memberi kemudahan kepada desa untuk mengetahui sejauh mana tingkat kemandirian desa. Instrumen tersebut dikenal dengan istilah Indeks Desa Membangun (IDM). Sedangkan untuk menjadi desa maju dan mandiri ada beberapa program dan invovasi yang dapat dikembangkan desa. Kemandirian dan demokrasi Desa merupakan alat untuk mencapai kesejahteraan rakyat Desa. Keduanya membuka jalan bahwa desa berhak untuk mengelola sumberdaya alam atau alokasi dana bagi perbaikan pelayanan dasar dan pengembangan ekonomi lokal. Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam optimalisasi pembangunan desa sesuai UU Desa ialah terus memperkuat demokrasi desa melalui tingkat partisipasi masyarakat, meningkatkan IDM desa, serta mampu menciptakan produk yang berdaya saing.

Penulis : Melyana Ratana Pugu

Isu :
Tulisan ini bertujuan memberikan analisa terkait kesiapan Provinsi Papua Selatan sebagai salah satu provinsi hasil pemekaran Provinsi Papua dalam kesiapannya menuju pemilihan umum 2024 mendatang. Tulisan ini menemukan bahwa perlunya Provinsi Daerah Otonomi Baru salah satunya adalah Provinsi Papua Selatan mempersiapkan berbagai hal menuju suksesnya pemilihan umum serentak tahun 2024. Hal penting yang diperlukan dalam menyongsong pesta demokrasi ini adalah mempersiapkan sumber daya manusia penyelenggara pemilihan umum, peserta pemilihan umum dan juga mempersiapkan masyarakat Papua Selatan untuk mengenal dengan baik wilayah pemilihan dan daerah pemilihan dalam pemilu mendatang. Selain itu masyarakat Papua Selatan juga perlu menyiapkan diri untuk berpartisipasi secara langsung dalam ajang kontestasi pemilihan umum ini sehingga dapat membawa langsung aspirasi dari wilayahnya. Tulisan ini menggunakan metode penelitian Kualitatif eksploratif yaitu menjelaskan data yang didapatkan melalui data sekunder yaitu melalui jurnal, media massa online maupun peraturan pemerintah kemudian data ditriangulasi sehingga mendapatkan kebenaran. Luaran dari tulisan ini adalah pentingnya kesiapan pemerintah Provinsi Papua Selatan sebagai daerah otonomi baru dalam mempersiapkan sumber daya manusia dan perangkat pendukung untuk tertib penyelenggaraan menuju pesta demokrasi tahun 2024. Perlunya tertib administrasi penyelenggara dan sosialisasi aktif kepada masyarakat sebagai partisipan pemilik hak suara dalam pemilu sehingga masyarakat mengenal wakilnya dari setiap daerah pemilihan dan kursi yang diwakili dapat membawa aspirasi masyarakat di wilayah daerah otonomi baru Papua seperti halnya Provinsi Papua Selatan.

Penulis : Veronika Ina Assan Boro

Isu :
Penelitian ini bertujuan untuk meninjau corak resistensi dalam kebijakan pembangunan ekowisata Hutan Oeluan. Protes tersebut berlatar penghormatan masyarakat terhadap mata air yang disakralkan. Gugus teori 'Politk Satu Dimensi' sebagai pisau analisis mencermati praktik politik yang mengarusutamakan impak ekonomi pariwisata. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan spesifikasi metode deskriptif-eksploratif. Hasil penelitian menunjukan upaya reifikasi Hutan Oeluan ialah strategi politik untuk mendekati masyarakat secara apik dan terencana telah memicu deforestasi dan desakralisasi yang marak terjadi di Nusa Tenggara Timur. Urgensi usaha masyarakat adat terletak pada mengajukan politik multidimensional dalam korpus kebijakan kawasan ekowisata Hutan Oeluan.

Penulis : Muhammad Kamarullah

Isu :
Penelitian ini bertujuan menganalisis kebijakan pemerintah Indonesia menolak repatriasi warga negara Indonesia (WNI) eks Islamic State Iraq and Syria (ISIS) dari Suriah tahun 2020. Isu repatriasi ini menjadi dilema bagi pemerintah Indonesia. Di satu sisi pemerintah harus komitmen terhadap perlindungan hak asasi manusia (HAM) WNI eks ISIS. Di sisi lain mempertimbangkan aspek keamanan dan keselamatan warga negaranya dari potensi ancaman WNI eks ISIS. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dalam menganalisis studi kasus kebijakan pemerintah tersebut. Dengan menghimpun berbagai data-data sekunder yang tersebar di jurnal, media, dan dokumen-dokumen legal. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kalkulasi untung rugi antara kebijakan memulangkan atau tidak memulangkan telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Dalam proses pengkajian, pemerintah akhirnya menolak WNI eks ISIS karena lebih menguntungkan. Pertimbangan penolakan repatriasi WNI eks ISIS memiliki tujuan untuk kepentingan nasional Indonesia yakni untuk menjaga keamanan jutaan warga negara dari ancaman terorisme.

Penulis : Hilman Mahmud Akmal Ma'arif

Isu :
Penelitian ini membahas tentang kepentingan Indonesia dalam MEA sebagai Upaya Regionalisme Pengembangan Modal Dalam Negeri oleh negara-negara besar ASEAN. Dalam pembentukan MEA, Indonesia memiliki posisi yang strategis untuk menjalankan peran politik regionalnya baik domestik maupun regional. Wajar jika hal ini terjadi, karena Indonesia memiliki wilayah yang luas dan memiliki sumber daya yang melimpah. Perekonomian global membuat roda perekonomian terus berputar dan memaksanya untuk terus mengalami perubahan gaya transaksionalnya. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) merupakan wujud terwujudnya pasar bebas di kawasan Asia Tenggara yang lahir dari perhimpunan negara-negara lintas kawasan dan pembangunan regionalisme, atau kompleks kawasan yang dibentuk oleh kepentingan modal domestik beberapa negara besar. negara-negara ASEAN. Artikel ini ditelaah dengan menggunakan salah satu konsep hubungan internasional yaitu regionalisme. Dengan pendekatan metodologi penelitian kualitatif yang bersumber dari jurnal ilmiah, karya ilmiah dan sumber berita sebagai sumber referensi. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaan MEA mampu menjadikannya sebagai media pembangunan ekonomi domestik dan perpaduan multikulturalisme dalam satu klaster tunggal kawasan Asia Tenggara.

Penulis : M. Solahudin Al Ayubi

Isu :
ASEAN Youth Volunteer Program (AYVP) adalah program sukarelawan tahunan yang diselenggarakan di bawah naungan Kementerian Pemuda dan Olahraga Malaysia dengan dukungan dari U.S. Agency for International Development (USAID). Sekretariat tetap program ini berkedudukan di Universiti Kebangsaan Malaysia (Universitas Nasional Malaysia - UKM). Program ini telah berjalan dan memberikan dampak terhadap peningkatkan kapabilitas dan pengetahuan pemuda ASEAN, memberikan pemahaman tentang isu-isu di ASEAN, mendukung pertukaran budaya dan pembelajaran, serta memperkuat identitas kawasan ASEAN untuk para pemuda. Pada tahun 2021, AYVP melaksanakan e-AYVP dengan mengangkat tema “Memperkuat Sistem Penyelenggaraan Pendidikan ASEAN di Masa Menantang”. Melalui pendekatan deskriptif-kualitatif, penelitian ini akan menjelaskan bagaimana peran e-AYVP 2021 sebagai diplomasi publik untuk pemuda ASEAN. Penelitian ini menggunakan konsep diplomasi publik dan soft power dari Joseph Nye. Sebagai temuan, e-AYVP 2021 sebagai aktor non-negara dari soft power telah membina pemuda ASEAN untuk mempercepat aktualisasi ASCC 2025 A.1, A.2, B.1, B.2, B.3. Hasil tersebut berdasarkan pengujian program e-AYVP 2021 melalui proses analitis dari konsep, cetak biru ASCC 2025, survei online dan wawancara.


Vol. 13 / Desember 2022

Penulis :

Isu :


Vol. 13 / Desember 2022

Penulis : Rizky Ramadini Febrinda

Isu :
Revitalisasi pasar rakyat dicanangkan pemerintah untuk meningkatkan daya saing pasar melalui peningkatan fasilitas dan sarana baik dalam hal kondisi fisik pasar, aspek ekonomi, budaya maupun aspek manajerial. Melihat perkembangan teknologi dan kebiasaan masyarakat, perkembangan dari segi ekonomi dengan melakukan adopsi sistem pembayaran non tunai di pasar rakyat dianggap penting serta berpotensi dalam penguatan pasar dan ekonomi rakyat. Oleh karena itu, kesiapan dari ekosistem pasar rakyat serta upaya yang efektif dari pemerintah diperlukan agar implementasi dapat terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor yang diperlukan dalam hal kesiapan ekosistem pasar rakyat dalam menerima dan menerapkan sistem pembayaran non tunai. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif diagram fishbone yang disusun berdasarkan data dan informasi dari hasil studi literatur, wawancara mendalam (indepth interview) dan diskusi terbatas dengan stakeholders. Dari hasil analisis diagram fishbone disimpulkan bahwa faktor utama yang memengaruhi penerapan sistem pembayaran non tunai di pasar rakyat adalah kesiapan pedagang. Hal ini berdasarkan persepsi pedagang terhadap biaya dan kemudahan dalam pelaksanaan sistem pembayaran non tunai. Kesiapan pedagang dan pembeli dalam melaksanakan sistem pembayaran saat ini cukup banyak terlihat di kota besar. Hal ini dikarenakan kedua pihak telah memiliki pengalaman dan pemahaman terhadap manfaat dari penggunaan sistem pembayaran non tunai. Hasil studi menyarankan perlunya sosialisasi yang lebih intensif terkait manfaat, cara penggunaan dan jaminan keamanan sistem pembayaran terhadap pedagang dan pembeli. Selain itu perlu adanya pendampingan secara berkesinambungan baik oleh pemerintah, PJSP maupun perbankan.

Penulis : Dwi Setiyo Puryanti

Isu :
Moda Raya Terpadu Jakarta, atau MRT Jakarta merupakan transportasi publik berbasis kereta perkotaan pertama di Indonesia dengan beberapa jalur bawah tanah. Sejak 24 Maret 2019, MRT Jakarta Fase 1 (koridor Utara-Selatan) resmi beroperasi dan memiliki panjang jalur sekitar 16 kilometer yang terdiri dari tujuh stasiun layang dan enam stasiun bawah tanah. Motivasi penelitian ini bermula dari kenyataan bahwa pada tahun 2019 Jakarta menduduki peringkat pertama sebagai ibu kota dengan tingkat polusi udara tertinggi di Asia Tenggara, di mana sektor transportasi darat menjadi salah satu sumber utama. Investasi pemerintah cukup besar untuk mengembangkan angkutan umum yang diharapkan dapat mengatasi kegagalan pasar ini. Namun, hasil penelitian untuk membuktikan manfaat pengoperasian MRT terhadap kualitas udara lokal masih terbatas, terutama untuk wilayah perkotaan di negara berkembang seperti Jakarta. Penelitian ini menggunakan metode Difference-in-Difference dan Indeks Standar Polusi Udara (ISPU) sebagai proksi kualitas udara dengan mengontrol beberapa faktor-faktor, seperti kondisi cuaca, penetapan hari libur nasional, akhir pekan, kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di masa pandemi Covid-19 yang melanda seluruh belahan dunia, penetapan tarif MRT secara bertahap, dan dengan memperhitungkan periode pembangunan jalur MRT. Penelitian ini mengungkapkan dua temuan utama. Pertama, beroperasinya MRT Jakarta Fase 1 di koridor 1 berdampak pada penurunan tingkat polusi udara sebesar 27,4 persen di area yang terdekat dengan jalur MRT. Kedua, hasil estimasi menunjukkan bahwa dampaknya terhadap penurunan polusi udara terjadi lebih kecil pada akhir pekan.

Penulis : Rihadatur Rahmah

Isu :
Investasi berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Realisasi investasi di Provinsi Aceh pada tahun 2019 mencapai Rp5,8 triliun atau naik sekitar 353,9 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Meskipun mengalami peningkatan yang signifikan, namun investasi tersebut belum terdistribusi secara merata di seluruh kabupaten/kota di Provinsi Aceh sehingga Pemerintah Aceh perlu melakukan upaya pendampingan dan monitoring terhadap seluruh kabupaten/kota dalam upaya meningkatkan iklim investasi daerah. Langkah awal yang perlu dilakukan Pemerintah Aceh salah satunya adalah melakukan pemetaan investasi di setiap kabupaten/kota. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan wilayah kabupaten/kota di Provinsi Aceh berdasarkan nilai ratarata realisasi investasi Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri selama tahun 2017 hingga 2019. Data yang digunakan merupakan data sekunder yang bersumber dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Aceh. Data dianalisis dengan menggunakan metode K-means clustering yang membagi data menjadi 3 kelompok yaitu rendah, sedang dan tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 23 kabupaten/kota yang ada di Provinsi Aceh, masing-masing sebanyak 15 (65,2 persen), 6 (26,1 persen) dan 2 (8,7 persen) di antaranya masuk ke dalam kelompok wilayah dengan tingkat investasi kategori rendah, sedang dan tinggi. Pemerintah Aceh perlu melakukan pendampingan dan monitoring terutama terhadap 15 daerah dengan nilai investasi yang rendah tersebut. Penyediaan infrastruktur yang memadai, regulasi hukum dan aturan perizinan yang mudah terkait penanaman modal serta promosi potensi daerah akan membantu peningkatan iklim investasi di Provinsi Aceh.

Penulis : Widya Sari

Isu :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kebijakan pengalihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) terhadap penerimaan BPHTB kabupaten dan kota di Indonesia. Melalui kebijakan yang diatur dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ini, pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk mengelola sendiri BPHTB di daerahnya masing-masing. Analisis dilakukan dengan menggunakan pendekatan fixed effect selama periode tahun 2006-2019 (tahun 2007 dikecualikan karena keterbatasan data) pada level kabupaten dan kota di Indonesia. Variabel utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah dummy tahun mulai adanya data realisasi BPHBT pada Laporan Realisasi Pendapatan APBD Kabupaten dan Kota sebagai proksi kebijakan pengalihan BPHTB. Hasil penelitian menunjukkan, kebijakan pengalihan BPHTB terbukti berpengaruh signifikan dalam meningkatkan penerimaan BPHTB kabupaten dan kota di Indonesia. Hal ini disebabkan antusiasme pemerintah daerah, terutama daerah yang memiliki potensi penerimaan BPHTB tinggi untuk menerima pengalihan. Strategi dan langkah pengalihan BPHTB dari pemerintah pusat ke daerah yang ditetapkan secara jelas dan konsisten juga menjadi faktor pendukung kebijakan pengalihan. Selain itu, sifat BPHTB yang self-assesment menyebabkan peran pemerintah daerah dalam pengelolaan BPHTB lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan pengelolaan pajak lain seperti misalnya Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) yang memerlukan proses administrasi yang lebih rumit.

Penulis : Mahjus Ekananda

Isu :
Tingkat keterbukaan keuangan di negara-negara maju dan berkembang di Asia Tenggara cenderung meningkat sejalan dengan melonggarnya peraturan devisa dan arus modal internasional. Aliran modal masuk ke negara-negara berkembang di Asia Tenggara (Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Singapura) telah menunjukkan tren yang meningkat relatif terhadap PDB sejak berakhirnya krisis Asia. Sejalan dengan itu, kesadaran para pelaku ekonomi dan pembuat kebijakan di beberapa negara (Association of Southeast Asian Nations) ASEAN terhadap kerentanan kondisi ekonomi domestik terhadap fluktuasi likuiditas global juga semakin meningkat. Kami membangun metode yang mempertimbangkan keberagaman keuangan beberapa negara Asia Tenggara (SEA). Penelitian kami menganalisis response Indeks Harga Saham, inflasi, indeks harga konsumen dan GDP di beberapa negara SEA akibat gangguan dari variabel global seperti VOX, GDP dunia dan likuiditas dunia. Artikel ini menerapkan model PVAR (Panel Vector Autoregression) karena dinamika dan hubungan endogenitas antar variabel. Data panel terdiri dari beberapa negara Asia Tenggara dari tahun 2003 hingga 2019. Hasil penelitian menunjukkan bahwa shock pada variabel VOX, GDP dunia, dan likuiditas dunia memengaruhi inflasi dan GDP di beberapa negara SEA. Implikasi penelitian sangat relevan dimana terjadi perubahan yang sangat cepat mengenai likuiditas global dan VOX saat ini. Pemerintah di beberapa negara SEA harus memerhatikan perubahan pada variabel-variabel ini yang akan memengaruhi GDP dan Inflasi di beberapa negara SEA. Sumber-sumber perdagangan dan dukungan faktor input produksi sangat diperlukan untuk mempertahankan GDP dan inflasi di beberapa negara Asia Tenggara tetap terjaga.

Penulis : Suryadi Jaya Purnama

Isu :
Pemerintah telah mencanangkan rencana pemindahan ibu kota negara (IKN) ke Provinsi Kalimantan Timur dan telah disepakati dalam Rapat Paripurna DPR RI pada awal Tahun 2022. Setidaknya terdapat lebih dari 6 pertimbangan utama mengapa pemindahan IKN penting untuk dilakukan. Namun pertimbangan tersebut dirasakan belum cukup untuk memindahkan IKN dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur. Berkaitan dengan hal tersebut, tulisan ini akan mengkaji dan menganalisis aspek-aspek kebijakan publik mengenai pemindahan ibu kota negara dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Oleh karena itu, tulisan ini bukan hanya menganalisis substansi dan implementasi kebijakan saja, tetapi juga mengelaborasi tanggapan dari para pemangku kepentingan. Pro dan kontra dalam persiapan, pembangunan dan pemindahan ibu kota terutama dalam hal pembiayaan/pendanaan serta bagaimana implikasi ekonominya, termasuk potensi kegagalan, dampak sosial-ekologis, dan pembelajaran dari beberapa negara. Penulis mengelompokkan dalam faktor pendorong dan faktor penghambat. Sebagai proyek publik besar dan penting, pembangunan dan pemindahan IKN memiliki potensi aspek ekonomi yang strategis melalui terwujudnya transformasi ekonomi dan Indonesia sentris yang akan melahirkan diversifikasi ekonomi dan multiplier effect. Namun demikian, potensi ekonomi yang besar harus tetap mempertimbangkan aspek sosiologis, aspek geografis, dan aspek geopolitik yang harus dilakukan antisipasi risiko yang mungkin muncul sebagai dampak susulan.


Vol. 13 / November 2022

Penulis : Prianter Jaya Hairi, S.H., LLM.

Isu :
Pengaturan pasal di RUU KUHP terkait perbuatan menyerang kehormatan atau harkat dan martabat presiden mendapat kritik. Pasal tersebut dinilai berpotensi mengancam hak atas kebebasan berpendapat dan kebebasan pers yang merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin oleh Konstitusi. Di sisi lain, pembentuk undang-undang juga memiliki raison d’etre yang merupakan urgensi pengaturan pasal. Artikel ini bertujuan untuk mengupas secara mendalam arti penting dari pengaturan substansi pasal tersebut, sekaligus mengkaji bagaimana potensi persinggungan dengan hak atas kebebasan berpendapat dan kebebasan pers. Kajian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif, dengan metode analisis data yang dilakukan dengan pendekatan kualitatif terhadap data sekunder. Hasil analisis menunjukkan bahwa pasal mengenai perbuatan penyerangan harkat dan martabat presiden atau wakil presiden masih tetap diperlukan/urgen untuk diatur kembali dalam RUU KUHP. Namun dengan catatan, perlu penyesuaian terhadap beberapa penjelasan pasal. Selain itu, bahwa secara umum, konstruksi pasal-pasal tersebut tidak dapat dikatakan telah menyalahi prinsip-prinsip HAM terkait hak atas kebebasan berekspresi dan kebebasan pers. Namun demikian, jaminan perlindungan kebebasan berekspresi dan kebebasan pers masih tetap perlu dipertegas dalam RUU KUHP. Karena kenyataan di lapangan selama ini, menunjukkan masih ada terjadi salah penerapan dalam penegakan hukum terkait pasal-pasal sejenis pasal penghinaan

Penulis : Peter Jeremiah Setiawan

Isu :
Salah satu kekhususan dalam tindak pidana KDRT terletak pada ketentuan Pasal 55 UU PKDRT. Pasal tersebut mensyaratkan minimal alat bukti untuk membuktikan kesalahan terdakwa, yaitu cukup dengan keterangan saksi korban ditambah dengan alat bukti lainnya. Dengan demikian, ketika dalam pembuktian dapat menghadirkan seorang saksi selain saksi korban, maka keterangan saksi dan keterangan saksi korban sudah dianggap sebagai alat bukti yang cukup dalam persidangan. Namun pada implementasinya, upaya penguatan alat bukti saksi dalam UU PKDRT belum diimbangi dengan pengaturan yang lengkap terutama berkaitan dengan alat bukti saksi, yaitu berlakunya Pasal 168 KUHAP dalam UU PKDRT. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka tulisan ini akan menganalisis kedudukan saksi dalam hukum pidana dan kedudukan saksi dalam tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga. Hal ini bertujuan untuk meninjau peran keterangan saksi dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana KDRT dan bagaimana hukum mengatur hal tersebut. Metode penelitian hukum normatif digunakan untuk menjawab permasalahan tersebut. Dengan banyaknya kasus KDRT yang terjadi tiap harinya dan sulitnya pengumpulan alat bukti untuk membuktikan tindak pidana KDRT, maka perlu memformulasikan pengaturan keterangan saksi dalam tindak pidana KDRT baik melalui PERMA maupun revisi UU PKDRT

Penulis : Vani Wirawan

Isu :
Pertumbuhan investasi dan ekonomi dapat terhambat dengan keberadaan mafia tanah. Hal ini dikarenakan kejahatan tersebut merupakan kasus pertanahan berdimensi luas, sehingga mengakibatkan sengketa, konflik, dan perkara dengan objek tanah dan ruang yang bernilai ekonomis tinggi. Untuk itu, diperlukan pencegahan yang dimulai dari tingkat administratif. Penelitian ini ingin mengkaji rekonstruksi politik hukum sistem pendaftaran tanah yang ideal sebagai upaya pencegahan mafia tanah. Dengan demikian, diharapkan dapat menemukan tujuan dari ius constituendum dalam sistem pendaftaran tanah yang mampu melakukan pencegahan kejahatan mafia tanah dari tingkat administratif. Penelitian ini merupakan penelitian socio-legal research yang bersifat deskriptif analitis. Penelitian ini menghasilkan alternatif konstruksi politik hukum baru bagi sistem pendaftaran tanah sebagai upaya pencegahan mafia tanah pada masa mendatang dari tingkat administratif. Rekonstruksi politik hukum tersebut berupa pembaharuan hukum pendaftaran tanah menjadi sistem publikasi positif. Oleh karena itu, perlu dilakukan revisi terhadap UUPA, terutama pasal-pasal yang berkaitan dengan sistem publikasi negatif. Selain itu, perubahan tersebut perlu diimbangi dengan penerapan sistem pendaftaran tanah secara elektronik, dengan produk hukum berupa sertipikat elektronik dan tetap mengedepankan prinsip good governance. Artikel ini memberi rekomendasi kepada pemerintah segera mungkin melakukan pembentukan peraturan perundang-undangan untuk penyelesaian kasus pertanahan, khususnya tentang pencegahan mafia tanah, dan DPR RI untuk pengesahan RUU Pertanahan

Penulis : Utiyafina Mardhati Hazhin

Isu :
Asuransi Jiwa Kresna merupakan perusahaan yang pernah dijatuhkan putusan PKPU oleh hakim pengadilan niaga. Dalam kasus tersebut pemohon PKPU adalah pemegang polis, yang berdasarkan Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tidak memiliki kewenangan untuk mengajukan permohonan. Meski demikian, PKPU dalam kasus ini berakhir dengan disahkannya perjanjian perdamaian (homologasi) antara Asuransi Jiwa Kresna dengan pemegang polisnya. Sementara itu, kreditor lain yang tidak sepakat dengan perjanjian yang telah dihomologasi mengajukan upaya pembatalan ke tingkat kasasi. Mahkamah Agung pun mengabulkan permohonan kasasi tersebut dan memutus PKPU Asuransi Jiwa Kresna batal demi hukum. Tulisan ini mengkaji bagaimana implikasi hukum putusan kasasi terhadap pemegang polis Asuransi Jiwa Kresna, dan bagaimana efektivitas bentuk perlindungan hukum terhadap pemegang polis pasca putusan kasasi. Penelitian ini merupakan penelitian normatif dengan menggunakan data sekunder berupa peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa putusan kasasi telah mengakibatkan perjanjian yang menjadi dasar pemegang polis untuk menuntut pembayaran Asuransi menjadi batal. Hal itu justru merugikan pemegang polis karena tidak mendapatkan kepastian pembayaran utangnya. Untuk mewujudkan efektivitas perlindungan hukum terhadap pemegang polis, diperlukan pembenahan, seperti perlunya memperbaiki aturan terkait asuransi unit link mulai dari tata kelola, transparansi hingga optimalisasi sistem perlindungan hukum terhadap pemegang polis, dan merealisasikan dibentuknya Lembaga Penjamin Polis.

Penulis : Ayon Diniyanto

Isu :
Isu penundaan Pemilu menjadi perdebatan di ruang publik. Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah penundaan Pemilu dapat diwujudkan di Indonesia? Pertanyaan tersebut muncul karena konstitusi tidak mengatur penundaan Pemilu. Ini menjadi problem bagi Indonesia sebagai negara demokrasi konstitusional dan negara hukum. Oleh karena itu, rumusan masalah penelitian ini, yaitu: (1) bagaimana peluang terjadinya penundaan Pemilu di negara hukum?; (2) bagaimana penundaan Pemilu dalam kacamata demokrasi konstitusional?; dan (3) bagaimana formulasi penundaan Pemilu yang konstitusional dan komprehensif? Penelitian ini menggunakan jenis penelitian doktrinal, dengan pendekatan hukum, pendekatan konsep, dan pendekatan kasus. Hasil pembahasan menyatakan bahwa peluang penundaan Pemilu di negara hukum dapat dilakukan secara konstitusional dan non-konstitusional. Secara konstitusional dilakukan dengan amandemen konstitusi. Secara non-konstitusional dilakukan dengan mengeluarkan dekrit dan membangun konvensi ketatanegaraan. Jika penundaan Pemilu dilakukan di Indonesia saat ini, akan bertentangan dengan demokrasi konstitusional. Untuk itu, perlu ada formulasi norma dalam konstitusi yang mengatur mengenai penundaan Pemilu dan constitutional deadlock. Simpulan artikel ini menyatakan bahwa peluang penundaan Pemilu di negara hukum dapat dilakukan dengan cara konstitusional dan non-konstitusional; penundaan Pemilu di Indonesia bertentangan dengan demokrasi konstitusional; dan perlu ada formulasi norma yang menyelesaikan constitutional deadlock dalam konstitusi. Untuk itu, MPR disarankan melakukan amandemen konstitusi dalam rangka mencegah constitutional deadlock.

Penulis : Dicky Eko Prasetio

Isu :
Pengujian undang-undang (UU) ratifikasi selama ini masih menimbulkan polemik terkait boleh atau tidaknya dilakukan constitutional review di Mahkamah Konstitusi (MK). Oleh karena itu, penelitian ini akan mengkaji bagaimana kedudukan UU ratifikasi terkait pengujian konstitusionalitas oleh MK. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif, dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dilihat dari bentuk dan urgensinya maka UU ratifikasi memiliki kedudukan yang sederajat dengan UU biasa sehingga secara hukum UU ratifikasi merupakan bagian dari frasa “undang-undang” yang merupakan objek pengujian dari MK. Dilihat dari konsep judicial activism, keaktifan hakim diperlukan dalam pengujian UU ratifikasi berdasarkan konsep the law is non transferability of law supaya UU ratifikasi yang merupakan hasil perjanjian internasional tidak bersifat “sub-ordinasi” bagi hukum nasional. Oleh karena itu, pengujian UU ratifikasi dapat dilakukan di MK dengan cara penafsiran secara ekstensif atas frasa “undangundang” sehingga bukan hanya meliputi UU biasa, namun juga termasuk UU ratifikasi. Selain itu, pengaturan ke depan mengenai pengujian UU ratifikasi maka MK perlu melakukan judicial activism yaitu upaya progresif dan substantif untuk menguji kesesuaian antara UU ratifikasi dengan konstitusi. Hal ini dalam praktiknya, ke depan dapat dilakukan dengan upaya judicial preview sebagai upaya hukum MK menguji UU ratifikasi.


Vol. 13 / November 2022

Penulis : Halida Nabilla Salfa

Isu :
Teori peran sosial menjelaskan bahwa setiap perbedaan perilaku antara laki-laki dan perempuan adalah hasil dari stereotype budaya tentang gender. Perempuan diharapkan untuk berperilaku sesuai dengan gendernya, sehingga hal ini menyebabkan perbedaan tugas yang diberikan pada mereka oleh masyarakat. Dewasa ini, perbedaan tersebut dapat ditemui di komisi-komisi legislatif Indonesia. Komisi yang terkait dengan subjek kesehatan, kegiatan sosial, atau komisi-komisi dengan nuansa soft politics, tampak memiliki keterlibatan perempuan yang cukup tinggi apabila dibandingkan dengan komisi-komisi yang terkait dengan urusan militer, dalam negeri, atau komisi-komisi lain dengan nuansa hard politics. Sehingga, riset mengenai perbedaan proposi gender antar komisi perlu untuk dilakukan untuk melihat dampak peran sosial kepada pembagian tugas di DPR RI. Menggunakan data yang dikumpulkan melalui proses wawancara dan studi literatur, riset ini menemukan bahwa peran sosial tidak mempengaruhi institusi legislatif secara system, tetapi lebih berakar pada pengaruh budaya yang membuat perempuan sulit untuk ikut terlibat dalam institusi legislatif. Walaupun masalah ini terus coba untuk diselesaikan oleh pemerintah, perempuan masih mengalami berbagai halangan untuk bergabung dalam institusi legislatif, karena mereka harus memiliki kemauan, kemampuan finansial, dan izin dari keluarga. Halangan-halangan ini tidak terjadi pada laki-laki karena peran laki-laki dalam keluarga masih diharapkan untuk menjadi pencari uang, memimpin, dan tergabung dalam pemerintahan. Sedangkan, perempuan masih diharapkan untuk mengambil peran sosial sebagai pengurus keluarga. Sehingga, peran sosial masih mempengaruhi perempuan untuk tergabung dalam institusi legislatif yang akhirnya membuat jumlah perempuan secara supply lebih sedikit dan tugas komisi yang mereka pilih juga masih dipengaruhi oleh peran sosial sebagai perempuan dalam keluarga.

Penulis : Dinul Qoyimah

Isu :
Gunungkidul melaksanakan Pilkada pada tahun 2020 yang diikuti oleh empat pasangan calon Kepala Daerah. Pada saat berlangsungnya pilkada di Gunungkidul, ditemukan berbagai tindakan pelanggaran pilkada yang dilakukan oleh pasangan calon. Bawaslu sebagai pengawas independen berkolaborasi dengan masyarakat guna meningkatkan pengawasan partisipatif dengan membentuk Gerakan Perempuan Mengawasi (GPM). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana bentuk model kolaborasi antara Bawaslu dengan GPM dalam pengawasan partisipatif Pilkada Kabupaten Gunungkidul. GPM memiliki tugas untuk mengawasi tindakan politik hitam di lingkup kecil yang ada di masyarakat. Berdasarkan data dari Bawaslu saat ini jumlah anggota GPM yang aktif sekitar 175 orang dan diharapkan untuk dapat menjadi kekuatan baru untuk membantu Bawaslu dalam mengawasi Pilkada Gunungkidul. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diketahui bahwa adanya partisipasi dan antusiasme perempuan yang tinggi untuk ikut dalam pengawasan partisipatif menjadi sebuah peluang bagi Bawaslu untuk berkolaborasi. Collaborative governance antara Bawaslu dan masyarakat (GPM) telah berhasil dijalankan dan menunjukkan intensitas positif dalam melakukan pengawasan partisipatif Pilkada Kabupaten Gunungkidul. Namun, proses kolaborasi antar stakeholders, masih belum optimal terutama pada aspek planning. Adapun rekomendasi model yang peneliti tawarkan merujuk pada analisis Harvard yang mengidentifikasi data melalui analisis gender. Disimpulkan bahwa pola kolaborasi yang dilakukan antara Bawaslu dan masyarakat (GPM) dalam pengawasan partisipatif, Bawaslu akan mempersiapkan relawan perempuan untuk membantu pengawasan pada pelaksanaan pemilu tahun 2024.

Penulis : Ahmad Bilal Tuhulele

Isu :
Elite adat dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Buru Tahun 2017 memiliki posisi yang cukup strategis bagi kelangsungan demokrasi lima tahunan. Pengaruh dan kekuasaan yang mereka miliki menjadi kunci dalam proses demokrasi Pilkada 2017 yang dimenangkan oleh pasangan Ramli Umasagi dan Amustofa Besan. Penelitian ini ingin memahami eksistensi elit lokal di Pulau Buru dan perannya dalam Pemilihan Bupati 2019. Dengan menggunakan kerangka teori elit yang dikemukakan oleh Mosca (1939), Pareto (2011) dan Keller (2011) yang disintesakan dengan teori partisipasi politik yang dirumuskan oleh Samuel P. Huntington dan Joan Nelson (Huntington dan Nelson dalam Budiarjo,1984), penelitian ini menghasilkan temuan berikut ini: Pertama, dalam komunitas Pulau Buru, elit lokal telah terstratifikasi dalam struktur; Mat Gugul, Hinolog dan Soa. Tokoh-tokoh dalam elit ini tidak hanya berperan dalam fungsi –fungsi social, budaya dan ekonomi, namun juga mempunyai peran politik yang semakin signifikan dalam masa reformasi. Kedua, khusus dalam Pilkada 2017, para elit ini telah melakukan partisipasi yang inten antara lain dalam melakukan sosialisasi politik, menjadi panitia Pilkada, melakukan mobilisasi tingkat bawah agar masyarakat berpartisipasi dalam politik dan tidak Golput, menyelesaikan konflik jika terjadi dan memberikan dukungan politik kepada kandidat RAMA yang akhirnya mememangkan Pilkada ini. Penelitian ini secara teoritik memperkuat teori-teori tentang peran elit lokal atau elit yang tidak memerintah dalam proses politik. Oleh karena itu secara teoritik proses demokrasi seharusnya memberikan perhatian kepada peran elit lokal yang sudah terbukti memberikan pengaruh sebagaimana dibuktikan dalam penelitian ini.

Penulis : M. Prakoso Aji

Isu :
Sistem keamanan siber dan kedaulatan data merupakan pondasi dalam mewujudkan perlindungan data pribadi. Perkembangan teknologi menempatkan data menjadi sesuatu komoditi yang sangat bernilai. Dalam aspek ekonomi politik, kedaulatan data suatu negara dihadapkan pada posisi negara dengan sektor swasta dalam konteks global. Peran negara utamanya adalah untuk menghasilkan regulasi perlindungan data siber dan keamanan siber. Jaminan perlindungan data pribadi merupakan hak warga negara yang membutuhkan kapasitas dan kapabilitas warga negara. Pendekatan berbasis state centered seringkali digunakan dalam pembangunan keamanan siber. Akan tetapi, tanpa pendekatan yang bersifat people centered akan sulit untuk mewujudkan perlindungan dan proteksi bagi warga negara terkait data pribadinya yang sangat bernilai. Untuk itu, penelitian ini akan melihat bagaimana pembangunan kapasitas dan kapabilitas warga negara diperlukan dalam pembangunan keamanan siber dan kedaulatan data terkait perlindungan data pribadi di Indonesia. Penulis memilih metode penelitian kualitatif untuk mempermudah pengumpulan data yang didapatkan lewat buku, artikel jurnal, media daring, dan sumber-sumber lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dominasi pendekatan negara yang bersifat state centered dalam pembangunan keamanan siber belum mewujudkan kedaulatan data secara nasional, juga proteksi perlindungan data pribadi masing-masing warga negara. Pembangunan kapasitas dan kapabilitas warga negara sangat diperlukan untuk melindungi data-data pribadinya di ruang siber.

Penulis : Angel Damayanti

Isu :
Perkembangan terorisme sebagai kejahatan luar biasa dan lintas batas negara telah menjadi perhatian banyak negara. Fenomena Al Qaeda dan ISIS yang mendorong hadirnya foreign terrorist fighters menuntut negara-negara untuk meningkatkan pengawasan terhadap masuk keluarnya orang-orang di wilayah perbatasan, termasuk Indonesia. Salah satu wilayah perbatasan yang menjadi jalur favorit untuk dilalui teroris adalah kepulauan Talaud, Sulawesi Utara. Artikel ini membahas bagaimana Kantor imigrasi Tahuna berperan sebagai penjaga pintu perbatasan wilayah Sulawesi Utara dalam upaya pencegahan masuknya teroris ke wilayah Indonesia. Artikel ini menggunakan konsep keamanan nasional, persepsi ancaman dan tri fungsi imigrasi untuk menganalisa peran kantor imigrasi di Tahuna, Sulawesi Utara dalam mencegah terorisme di wilayah perbatasan. Penelitian ini menggunakan data primer melalui wawancara dan data sekunder melalui berbagai literatur yang ditriangulasi, serta metodologi penelitian kualitatif dengan model studi kasus yang bersifat dekriptif analisis. Penelitian ini menemukan bahwa dalam upaya pencegahan terorisme di wilayah perbatasan, kantor imigrasi Tahuna masih menghadapi sejumlah tantangan termasuk cara kerja yang singuler di antara fungsi-fungsi di dalam kantor imigrasi itu sendiri serta kurangnya kordinasi dengan instansi dan lembaga terkait lainnya. Artikel ini menyimpulkan bahwa pencegahan terorisme di wilayah perbatasan Indonesia, khususnya di Tahuna Sulawesi Utara masih belum terkordinir secara optimal.

Penulis : Surwandono

Isu :
Diplomasi perlindungan warga negara Indonesia (WNI) memerlukan perhatian yang serius terkait dengan besarnya jumlah dan kompleksitas perlindungan yang harus diberikan oleh pemerintah Indonesia. Kondisi ini mengharuskan pemerintah Indonesia untuk menyediakan sejumlah suprastruktur sebagai landasan hukum melakukan perlindungan, maupun infrastruktur sebagai sarana mengimplementasikan kebijakan secara efektif. Artikel ini hendak mengevaluasi tentang tata kelola perlindungan WNI dalam kerangka besar paradigma “Duty of Care” (DoC) sebagai gagasan yang kosmopolitan dalam menjunjung tinggi keamanan manusia di luar yurisdiksi suatu negara. Sumber data yang dianalisis berasal dari dokumen resmi dari Direktorat Perlindungan WNI, Permenlu No. 5 Tahun 2018, dokumen Rencana Strategis Perlindungan WNI, serta berita di sejumlah media massa yang menginformasikan dinamika problem dan perlindungan WNI di luar negeri. Artikel ini menemukan bahwa Indonesia telah mengadopsi struktur gagasan DoC dalam peta jalan perlindungan WNI, baik dalam model social contract of care, intermediaeries of care, dan extension of care model, meskipun masih bersifat artifisial dan belum simultan. Diperlukan terobosan kebijakan dari pemerintah Indonesia untuk membangun suprastruktur kebijakan perlindungan yang lebih substantif dan progresif dalam bentuk peningkatan level kebijakan dari basis Peraturan Menteri Luar Negeri ke Undang-Undang dan peningkatan kualitas dan kuantitas infrastruktur perlindungan WNI sehingga daya jangkau perlindungan akan menjadi lebih luas, responsif dan artikulatif dalam memberikan perlindungan yang terbaik bagi WNI di luar negeri.

Penulis : Triani Safira

Isu :
Fenomena ekspolitasi ekonomi yang terjadi pada anak merupakan tindakan yang dapat memberikan suatu ancaman multidimensi akibat dari dampak spillover bagi keberlangsungan suatu negara. Sebagai aktor negara, pemerintah berupaya untuk melakukan berbagai upaya untuk dapat mengatasi persoalan ini, salah satunya ialah pemerintah menjalin kerja sama dengan UNICEF. kerja sama yang terjalin antara Indonesia dan UNICEF dilakukan melalui pengimplementasian kebijakan ataupun program Country Program Action Plan. Program CPAP merupakan salah satu bentuk dari Grant Agreement merupakan perjanjian hibah antara kedua pihak, Melalui kerja sama ini, adanya pertukaran Informasi dan data merupakan hal yang sangat signifikan dalam kasus ini. Sehingga penggunaan konsep implementasi kebijakan serta eksploitasi anak ini diperlukan untuk menggambarkan bagaimana kerja sama yang dilakukan Indonesia dan UNICEF dalam mengatasi permasalahan ini. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif analisis.

Penulis : Ferga Aristama

Isu :
Di tengah belum maksimalnya peran Indonesia di Asia Tenggara, ambisi Indonesia menjadi negara paling berpengaruh di Asia Pasifik diragukan. Dengan permasalahan tersebut, penelitian ini mengeksplorasi tantangan Indonesia sebagai negara paling berpengaruh di Asia Pasifik dalam kerangka empat sasaran Visi Indonesia 2045. Penelitian terdahulu telah banyak mengidentifikasi tantangan regional Indonesia di Asia Pasifik, namun belum ada penelitian yang mengkategorisasi tantangan tersebut ke dalam empat sasaran Visi Indonesia 2045 dengan merinci pustaka yang digunakan dan bagaimana memperoleh sumber pengetahuan tersebut. Konsep Visi Indonesia 2045: Indonesia sebagai Negara Berpengaruh di Asia Pasifik (Kementerian PPN/Bappenas, 2019) dan Emerging Middle Power pada Tata Pemerintahan Regional dan Global (Öniş & Kutlay, 2017) digunakan sebagai landasan berpikir. Lebih lanjut, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui systematic review yang mengacu kepada Preferred Reporting for Systematic Review and Meta-Analyses 2020 (PRISMA 2020) dan metode content analysis dengan Atlas.ti 22. Berdasarkan analisis, penelitian ini menemukan 172 quote yang diinterpretasikan ke dalam 17 faktor internal dan 31 faktor eksternal menjadi tantangan atas sasaran visi Indonesia 2045: maksimalisasi kepentingan nasional di Asia Pasifik, membentuk tatanan regional, menghasilkan gagasan serta tantangan memimpin dan berperan dalam forum kerja sama. Dua faktor internal—kapasitas militer dan infrastruktur nasional—dan dua faktor eksternal—kebangkitan Tiongkok dan kompetisi antar great power—adalah faktor yang mendapatkan banyak highlight. Hal ini mengindikasikan bahwa faktor-faktor tersebut berdampak luas kepada sasaran atas tercapainya Visi Indonesia 2045 sebagai salah satu negara paling berpengaruh di Asia Pasifik. Sebagai implikasinya, faktor-faktor tersebut penting untuk diperhatikan dalam penyusunan strategi dan kebijakan luar negeri di Indonesia termasuk dalam perumusan peraturan perundang-undangan.


Vol. 13 / Juni 2022

Penulis : Jemila Rahmi

Isu :
Dalam dua dekade terakhir, kontribusi industri manufaktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mengalami penurunan dari 26,4 persen pada tahun 2000 menjadi 21,7 persen pada tahun 2019. Penurunan kinerja tersebut disebabkan oleh menurunnya produktivitas industri manufaktur. Agar kontribusinya terhadap PDB dan pertumbuhannya kembali meningkat maka produktivitas industri manufaktur harus ditingkatkan. Salah satu caranya adalah dengan meningkatkan produktivitas tenaga kerja industri manufaktur itu sendiri. Menurut teori efisiensi upah dan teori produksi, upah merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi produktivitas tenaga kerja. Melalui mekanisme spillover effect, kenaikan upah minimum akan memengaruhi kenaikan upah pekerja tetap. Sementara kenaikan upah pekerja diduga akan memengaruhi produktivitas tenaga kerja. Penelitian ini bertujuan menguji adanya spillover effect tersebut dengan kerangka silogisme, yaitu menguji pengaruh kenaikan upah minimum terhadap kenaikan upah, dan menguji pengaruh upah terhadap produktivitas karyawan/pekerja tetap pada industri manufaktur. Dengan menggunakan panel data regression model dan data survei industri besar-sedang BPS dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2015, penelitian ini menunjukkan bahwa upah minimum berasosiasi positif dan signifikan terhadap upah, dan upah berasosiasi positif dan signifikan terhadap produktivitas tenaga kerja. Hasil ini membuktikan adanya spillover effect kenaikan upah minimum terhadap kenaikan upah pekerja yang berimplikasi pada meningkatnya produktivitas tenaga kerja pada industri manufaktur. Oleh karena itu, kebijakan upah minimum dapat digunakan sebagai instrumen untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja pada industri manufaktur.

Penulis : Yuni Sudarwati

Isu :
Kebutuhan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) untuk terhubung dengan pelanggan semakin meningkat. Memahami perilaku pelanggan merupakan keniscayaan dalam menjalankan usaha terutama di masa pandemi. Manajemen Hubungan Pelanggan (MHP) membantu UMKM untuk mengelola keterhubungan tersebut. Namun dalam pelaksanaannya, UMKM mengalami kendala seperti belum dipahaminya konsep MHP, belum adanya pemimpin yang kuat, dan terbatasnya dukungan sumber daya. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui bagaimana MHP yang sebaiknya dilakukan oleh UMKM. Kajian yang dilakukan melalui studi literatur ini bertujuan untuk menganalisis penerapan MHP oleh UMKM dan memberikan saran kebijakan kepada pemerintah untuk membantu UMKM dalam masa pandemi. Hasil kajian menunjukkan bahwa yang paling utama harus dilakukan oleh UMKM adalah memahami MHP seperti apa yang sebenarnya dibutuhkan. Hal ini akan memengaruhi pilihan jenis MHP yang paling sesuai untuk dijalankan dan bagaimana upaya UMKM menjalankannya. Keseimbangan antara ketiga unsur utama dalam MHP, yaitu manusia, sistem dan proses, serta teknologi harus terpenuhi. Oleh karena itu, Pemerintah dapat mengambil peran baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang karena pentingnya peran UMKM bagi perekonomian negara. Dalam jangka pendek dengan memberi dukungan pelatihan dan pendampingan bagi UMKM untuk bisa Go Online. Sedangkan untuk jangka panjang dengan memberikan dukungan pada infrastruktur teknologi, pengembangan produk, dan juga dalam hal distribusi. Selain itu, pemerintah dapat berkaca pada Pemerintah Malaysia yang menjadikan UMKM sebagai bagian dari politik.

Penulis : Renny Risqiani

Isu :
Perkembangan evolusi perekonomian dimulai dari gelombang pertama hingga masuk revolusi industri membawa perubahan terhadap perekonomian. Salah satu dampak tersebut adalah semakin berkembangnya teknologi. Perkembangan teknologi membawa dampak terhadap peningkatan Financial Technology (Fintech) di Indonesia. Penggunaan fintech di Indonesia mengalami peningkatan khususnya penggunaan fintech di Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi niat untuk terus memanfaatkan layanan fintech. Studi ini mengumpulkan data dari pengguna fintech di Jakarta yang berusia 17 hingga 35 tahun menggunakan metode non-probability sampling dengan periode penelitian dari bulan Maret – Mei tahun 2020. Analisis data menggunakan Structural Equation Model (SEM) dengan program software AMOS. Studi ini menemukan bahwa tekanan persaingan dalam layanan teknologi dan kemudahan teknologi digital menawarkan konsumen berbagai pilihan. Konsumen dengan mudah beralih ke layanan teknologi lain dengan harga yang cukup terjangkau. Penelitian ini juga menemukan bahwa variabel persepsi konsumen terhadap manfaat dan variabel kepercayaan terhadap layanan fintech berpengaruh terhadap sikap konsumen. Namun, kedua variabel tersebut tidak berpengaruh langsung terhadap keinginan untuk terus menggunakan layanan fintech. Variabel persepsi risiko tidak memengaruhi sikap dan keinginan konsumen untuk tetap menggunakan layanan fintech. Variabel sikap memengaruhi keinginan untuk terus menggunakan layanan fintech. Hasil studi menunjukkan bahwa penetrasi fintech meningkat dan konsumen terus menggunakan fintech. Persepsi risiko terhadap fintech yang digunakan konsumen perlu ditingkatkan.

Penulis : Nugrahana Fitria Ruhyana

Isu :
Dalam upaya meningkatkan daya saing dan efisiensi usaha Kopi Arabika Java Preanger (KAJP) asal Gunung Manglayang Timur Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, diperlukan informasi mengenai aliran produk dari hulu hingga hilir, berikut permasalahan yang dihadapi oleh setiap pelaku dalam rantai pasok, nilai tambah dari pengolahan kopi, dan rencana selanjutnya untuk mengembangkan usaha KAJP Manglayang Timur. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab berbagai permasalahan tersebut di atas. Metode penelitian menggunakan metode campuran dengan pendekatan kualitatif deskriptif untuk menggambarkan rantai pasok dan rencana pengembangan usaha, serta metode Hayami digunakan untuk analisis nilai tambah. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Sumedang sebagai sentra produksi KAJP Manglayang Timur. Peneliti mengumpulkan data melalui wawancara, observasi, dan focus group discussion dengan narasumber yang dipilih secara purposive dan snowball. Hasil penelitian menunjukkan terdapat dua pola rantai pasok KAJP berdasarkan orientasi pasarnya, yaitu ekspor dan domestik. Pelaku usaha terdiri dari petani, kelompok tani, pedagang besar, industri pengolahan, kafe atau kedai kopi, dan konsumen rumah tangga. Permasalahan yang dihadapi pelaku usaha adalah keterbatasan agro input dan alat pengolahan, serta minimnya integrasi pemasaran antarpelaku usaha dalam rantai pasok. Kopi spesial yang diolah dari KAJP Manglayang Timur, khususnya yang diproses secara fermentasi, dapat memberikan nilai tambah lebih tinggi dibandingkan dengan proses pengolahan secara kering, basah, dan madu. Kapasitas petani kopi perlu terus ditingkatkan agar menghasilkan kopi spesial yang mampu bersaing di pasar global melalui dukungan regulasi pemerintah dan sinergi antar-pemangku kepentingan dari hulu hingga hilir sehingga KAJP dapat menjadi komoditas unggulan Kabupaten Sumedang.

Penulis : Aeda Ernawati

Isu :
Kontribusi laba atas penyertaan modal pada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Pati masih rendah (4,23 persen). BUMD tertarik untuk meningkatkan PAD melalui pengelolaan limbah medis karena pengolahan oleh pihak ketiga dianggap kurang optimal. Tujuan penelitian untuk menganalisis kelayakan rencana pendirian usaha pengolahan limbah medis dan menghitung perkiraan kontribusinya terhadap PAD Kabupaten Pati. Metode yang digunakan deskriptif kualitatif dan dianalisis dengan pendekatan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usaha pengolahan limbah medis dinyatakan layak untuk dijalankan, baik dari faktor finansial maupun nonfinansial. Berdasarkan penilaian dari faktor finansial, nilai PP (Payback Period) = 3 tahun 10 bulan 9 hari; NPV (Net Present Value) = Rp5.245.526.919,00; dan IRR (Internal Rate of Return) = 28,65 persen. Faktor nonfinansial meliputi faktor pasar yang terbuka lebar karena hanya ada 1 perusahaan pengolahan limbah medis di Jawa Tengah, harga yang ditawarkan lebih murah Rp2.000,00-Rp7.000,00 per kg dibandingkan pihak ketiga; faktor hukum, izin pengelolaan limbah B3 sudah sesuai prosedur Permen LHK No. 56 Tahun 2015; faktor sosial ekonomi, kenyamanan dan kesehatan masyarakat lebih terjamin karena jadwal pengambilan limbah tepat waktu; faktor lingkungan, mengurangi risiko kontaminasi limbah infeksius; faktor manajemen dan sumber daya manusia, membutuhkan 10 orang tenaga kerja dengan kualifikasi tertentu; serta faktor teknis dan operasional, pemilihan lokasi sudah sesuai prosedur, yaitu di TPA Sukoharjo dengan peralatan utama mesin insinerator sesuai spesifikasi. Diestimasikan laba dari Perusahaan Daerah Aneka Usaha (PDAU) Unit Pengolahan Limbah Medis memberikan kontribusi terhadap PAD Kabupaten Pati pada tahun 2023 sebesar 0,215 persen, lebih tinggi dari pada kontribusi PDAU Unit yang lainnya.

Penulis : Mita Noveria

Isu :
Pekerja Migran Indonesia (PMI) merupakan salah satu kelompok penduduk yang terkena dampak negatif dari pandemi Covid-19 karena negara tempat mereka bekerja tidak luput dari penyakit infeksi menular tersebut. Dari sisi ekonomi, dampak yang dirasakan oleh sebagian PMI adalah kehilangan pekerjaan, karena Covid-19 memengaruhi aktivitas ekonomi berbagai negara tempat mereka bekerja. Akibatnya, mereka tidak mempunyai penghasilan yang bisa dikirim untuk keluarga yang ditinggalkan. Tulisan ini bertujuan untuk membahas dampak Covid-19 terhadap kesejahteraan PMI dan keluarga mereka di daerah asal. Analisis tulisan ini berdasarkan pada berbagai data sekunder yang diperoleh melalui kajian pustaka terhadap literatur yang relevan. Hasil analisis memperlihatkan dampak langsung yang dirasakan PMI adalah diberhentikan dari pekerjaan atau tidak adanya perpanjangan kontrak kerja. PMI yang tidak dapat terus bekerja di luar negeri terpaksa harus kembali ke daerah asal. Sebagian PMI yang masih bekerja mengalami pengurangan pendapatan, antara lain karena pemotongan upah dan tidak ada penghasilan tambahan yang diperoleh saat bekerja lembur. Kondisi ini berpengaruh negatif terhadap kesejahteraan PMI dan keluarganya karena aliran remitansi menjadi berkurang. Remitansi dari PMI ke Indonesia telah mengalami penurunan selama pandemi Covid-19, yaitu mencapai 10,28 persen. Mempertimbangkan kondisi keluarga PMI yang mengalami penurunan remitansi maka kelompok ini perlu mendapat perhatian, terutama terkait dengan jaminan sosial bagi penduduk yang terdampak Covid-19.


Vol. 13 / Juni 2022

Penulis : Zaki Priambudi

Isu :
Komisi Yudisial merupakan produk reformasi yang berfungsi mengawasi dan memantau perilaku hakim. Seiring dengan berjalannya waktu, terdapat penambahan kewenangan diskresional kepada Komisi Yudisial untuk membentuk lembaga penghubung di daerah sesuai dengan kebutuhan. Namun, dalam perjalanannya, Penghubung Komisi Yudisial tidak dapat menjalankan tugasnya dengan optimal sebagai perpanjangan tangan Komisi Yudisial dalam melakukan pengawasan perilaku hakim di daerah. Oleh karena itu, artikel ini bertujuan untuk menganalisis apa urgensi reformulasi Penghubung Komisi Yudisial dan bagaimana gagasan penguatan Penghubung Komisi Yudisial dapat meningkatkan efektivitas pengawasan perilaku hakim di daerah. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis-normatif, artikel ini menemukan bahwa terdapat beberapa kekurangan dalam pengaturan Penghubung Komisi Yudisial seperti tidak adanya kewenangan eksekutorial, kesan sebagai lembaga sub-kesekretariatan, serta sistem rekrutmen, pengembangan SDM, dan karier pegawai yang tidak tepat. Untuk menindaklanjuti permasalahan itu, artikel ini memformulasikan beberapa penguatan Penghubung Komisi Yudisial dengan menambahkan kewenangan eksekutorial, mengalihkan pertanggungjawaban Penghubung Komisi Yudisial kepada Ketua Komisi Yudisial, serta memperbaiki sistem rekrutmen, pengembangan SDM, dan karier pegawai. Penguatan tersebut dilakukan melalui amandemen UUD NRI 1945, revisi UU KY, dan pengaturan Penghubung KY melalui peraturan pemerintah.

Penulis :

Isu :
Tanah ulayat sangat berarti bagi masyarakat hukum adat, oleh karenanya penting bagi masyarakat hukum adat untuk tetap menguasai dan mempertahankannya. Namun tanah ulayat juga diharapkan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan investasi melalui hak pengelolaan yang berasal dari tanah ulayat. Untuk itu tulisan ini mengkaji dan bertujuan untuk mengetahui pengaturan dan pelaksanaan hak pengelolaan yang berasal dari tanah ulayat untuk kepentingan investasi. Tulisan ini memiliki kegunaan teoritis dan praktis. Dengan menggunakan metode yuridis normatif, diperoleh hasil hak pengelolaan yang berasal dari tanah ulayat ditetapkan dan wajib didaftarkan. Tanah ulayat dengan hak pengelolaan dapat dikerjasamakan dengan investor dan masyarakat hukum adat tetap menguasai tanah ulayatnya setelah kerja sama berakhir. Beda halnya dengan tanah ulayat yang belum ditetapkan hak pengelolaannya. Tanah ulayat tersebut dapat dikerjasamakan dengan investor, namun menjadi tanah negara setelah hak atas tanahnya berakhir. Sewa menyewa juga tidak dimungkinkan berlaku untuk tanah ulayat. Hak pengelolaan hanya dapat ditetapkan kepada masyarakat hukum adat yang telah diakui keberadaannya. Untuk itu pemerintah daerah sebaiknya beritikad baik dan aktif melakukan upaya memberikan pengakuan terhadap masyarakat hukum adat di daerahnya. Pemetaan dan pencatatan tanah ulayat perlu terus dilakukan. Untuk memperkuat hak ulayat, rancangan undang-undang tentang pelindungan terhadap hak masyarakat hukum adat juga perlu segera disahkan.

Penulis : Trias Palupi Kurnianingrum, S.H., M.H.

Isu :
Penghapusan Pasal 20 UU No. 13 Tahun 2016 tentang Paten (UU Paten) terkait kewajiban pemegang paten pasca diberlakukannya UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja telah menimbulkan perdebatan. Hal ini bukannya tanpa sebab dikarenakan dengan menghapus kewajiban pemegang paten untuk membuat produk atau menggunakan proses di Indonesia secara tidak langsung akan menghilangkan transfer teknologi, penyerapan investasi dan/atau penyediaan lapangan kerja. Artikel ini menggunakan metode yuridis normatif membahas latar belakang penghapusan Pasal 20 UU Paten dan akibat hukum di dalamnya. Dalam pembahasan disebutkan bahwa latar belakang penghapusan Pasal 20 UU Paten dipengaruhi oleh beberapa sebab di antaranya: fleksibilitas kewajiban membuat produk atau menggunakan proses di Indonesia, diskriminasi Pasal 27 ayat (1) Perjanjian TRIPS, pelanggaran Pasal 20 UU Paten yang berakibat pada pencabutan paten, serta kesulitan bahan baku. Menghapus Pasal 20 UU Paten dianggap bukan merupakan solusi dikarenakan beragamnya akibat hukum yang ditimbulkan mulai dari aspek kesehatan, bisnis, hingga berpotensi menciptakan ketidakharmonisan aturan. Diperlukan adanya revisi UU Paten guna menciptakan kepastian hukum bagi pemegang hak yang ingin mendaftarkan patennya atau yang ingin melakukan pengalihan hak melalui lisensi baik di Indonesia maupun di luar negeri.

Penulis : Ubaiyana

Isu :
Setelah diterbitkannya UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU CK) yang memuat asas kemudahan berusaha, banyak kalangan yang memberikan respon negatif terhadap peraturan tersebut. Salah satu muatan norma yang paling kontroversial adalah menurunnya kekuatan amdal, hilangnya kekuatan izin lingkungan, serta rumusan pasal lain yang turut melemahkan upaya pelindungan dan pengelolaan terhadap lingkungan hidup. Dalam rangka memaksimalkan efektivitas dari UU tersebut, penelitian ini berusaha menjawab dan menguraikan secara mendalam apa sebenarnya maksud dari konsep kemudahan berusaha serta bagaimana politik hukum yang terjadi dalam penetapan asas ini. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa konsep kemudahan berusaha dikenalkan untuk menunjukkan aspek positif dan negatif kehidupan ekonomi suatu negara yang berpengaruh terhadap perkembangan lingkungan bisnis. Sementara itu, politik hukum dimuatnya kemudahan berusaha dalam UU CK adalah sebagai hukum responsif yang berdiri sesuai kebutuhan bangsa dan negara, mewujudkan transformasi ekonomi, meningkatkan investasi, dan membuka sebesar-besarnya lapangan pekerjaan. Rekomendasi dari penelitian ini adalah pemerintah pusat dan daerah perlu berkoordinasi dalam mengimplementasikan paketpaket kebijakan yang telah diatur dan melakukan monitoring evaluasi secara berkala.

Penulis :

Isu :
Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 70/PUU-XVII/2019 terkait pengujian Undang-Undang No. 19 Tahun 2019, Penyidik KPK hanya memberitahukan penyadapan yang dilakukan kepada Dewan Pengawas. Putusan MK tersebut menjadi sorotan karena Putusan MK terdahulu mengatakan perlu adanya otoritas yang memberikan izin penyadapan. Oleh karena itu, timbul pertanyaan bagaimana pengaturan izin penyadapan oleh KPK pasca Putusan MK No. 70/PUU-XVII/2019. Berdasarkan hal itu, permasalahan yang dibahas dalam artikel ini adalah pertama, bagaimana politik hukum pengaturan izin penyadapan?; kedua, bagaimana ketentuan izin penyadapan oleh KPK; dan ketiga, bagaimana pengaturan ketentuan izin penyadapan di masa yang akan datang?. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang bersifat kualitatif, dibahas beberapa undang-undang yang mengatur izin penyadapan secara berbeda. Hal tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum. Penyadapan tanpa izin oleh KPK menimbulkan polemik mengenai keabsahannya. Sementara pengaturan khusus penyadapan sampai saat ini belum ada. RUU KUHAP yang sempat dibahas memuat ketentuan penyadapan, tetapi belum dibahas kembali oleh DPR RI dan Pemerintah. Sementara itu, dalam RUU tentang Penyadapan adanya penetapan pengadilan merupakan persyaratan bagi penyidik yang akan melakukan penyadapan, termasuk KPK. Oleh karena itu, disarankan RUU tentang Penyadapan menjadi prioritas pembahasan oleh DPR RI dan Pemerintah.

Penulis : Ramsen Marpaung

Isu :
Kondisi perpecahan organisasi advokat di Indonesia telah merusak eksistensi sistem single bar terhadap tegaknya rule of law karena bangunan sistem single bar yang lemah tidak dapat lagi menjamin kualitas advokat yang selalu mampu menegakkan prinsip-prinsip negara hukum. Untuk mengatasinya peran eksekutif, legislatif, dan yudikatif harus lebih dioptimalkan sehingga kebijakan dan keputusan yang ditetapkan tidak lagi berdampak semakin memperuncing perpecahan organisasi advokat. Artikel ini mengkaji signifikansi peran eksekutif, legislatif, dan yudikatif dalam menjaga eksistensi sistem single bar demi tegaknya supremacy of law, equality before the law, human rights. Metode penulisan yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan undang-undang, kasus, perbandingan, sejarah, dan konsep melalui studi perpustakaan untuk menemukan data sekunder yang dianalisis secara deskriptif kualitatif. Adapun dari pembahasan diketahui bahwa sistem single bar telah teruji eksistensinya di seluruh dunia. Hanya sistem single bar yang dapat mewujudkan cita-cita advokat untuk membentuk advokat yang berkualitas, yang berarti sekaligus menjamin penegakan hukum yang berkeadilan. Untuk itu, demi terealisasinya tujuan pembangunan nasional, khususnya bidang hukum, maka peran eksekutif, legislatif, dan yudikatif secara komprehensif dan terkoordinasi sangat diperlukan dalam upaya menyelesaikan perpecahan organisasi advokat dengan mengembalikan dan memantapkan organisasi advokat Indonesia ke sistem single bar sesuai dengan Undang-Undang Advokat.

Penulis : Muhamad Hasan Rumlus

Isu :
Artikel ini menjawab pentingnya penetapan undang-undang yang tegas sekaligus komprehensif dalam memberikan perlindungan hukum kepada ulama. Persoalan ini muncul dari adanya ketidakjelasan dalam regulasi saat ini yaitu mengenai keamanan atas menjalankan ajaran suatu agama khususnya ajaran agama Islam. Sejauh ini, Indonesia belum mempunyai undang-undang yang mengatur secara khusus upaya untuk menanggulangi kejahatan kepada para ulama. Tulisan ini akan membahas tentang urgensi pembentukan Undang-Undang Perlindungan terhadap Ulama dan kebijakan penanggulangan kejahatan kepada para ulama di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yang bersifat yuridis normatif yaitu penelitian dengan fokus kajian mengenai penerapan norma-norma dalam hukum positif di Indonesia. Pengaturan mengenai perlindungan hukum kepada ulama masih belum jelas atau eksplisit. Aturan yang digunakan berkaitan dengan perlindungan pada ulama masih menggunakan Pasal 156 KUHP dan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Pasal tersebut masih dirasakan kurang efektif. Oleh sebab itu, dipandang perlu segera disahkan undang-undang tersendiri yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap para ulama sehingga dapat memberikan jaminan keamanan dan perlindungan kepada para ulama dalam menjalankan ajaran Islam (berdakwah).


Vol. 13 / Juni 2022

Penulis :

Isu :


support_agent
phone
mail_outline
assignment