Isu :
tulisan berjudul “KETAHANAN KELUARGA MENUJU
MASYARAKAT SADAR BENCANA: STUDI KASUS BENCANA ERUPSI
SINABUNG DAN LONGSOR BANJARNEGARA” yang ditulis oleh
Rohani Budi Prihatin, menggarisbawahi bahwa ketahanan sosial
masyarakat kerapkali menjadi referensi dalam mencari solusi dan implementasi dari terapi sosial sebagai jalan keluar dari lilitan krisis akibat bencana yang menimpa masyarakat. Suatu komunitas dipandang memiliki ketahanan sosial bila: Pertama, mampu melindungi secara efektif anggotanya termasuk individu dan keluarga yang rentan dari perubahan sosial yang memengaruhinya. Kedua, mampu melakukan investasi sosial dalam jaringan sosial yang menguntungkan. Ketiga, mampu mengembangkan mekanisme yang efektif dalam mengelola konflik dan kekerasan. Konsep tentang ketahanan mempunyai tahapan mulai dari individu, keluarga, komunitas, dan negara. Tulisan ini fokus membahas ketahanan keluarga dan sedikit melebar ke ketahanan komunitas. Hal ini dikarenakan pada tahap tertentu, konsep keluarga bersinggungan kuat dengan konsep komunitas yaitu wilayah di sekitarnya.
Isu :
tulisan dari Sulis Winurini dengan judul “STRATEGI SELF MANAGEMENT IBU BEKERJA DENGAN ANAK BALITA DALAM RANGKA MENINGKATKAN KETAHANAN KELUARGA”, memberikan penegasan bahwa pada masa sekarang, kondisi keluarga telah mengalami banyak perubahan sejalan dengan meningkatnya peran wanita sebagai pekerja. Apabila dulu seorang wanita selalu diidentikkan dengan tugas-tugas domestik, maka sekarang, seiring dengan meluasnya peran wanita maka wanita bisa bekerja di luar rumah dalam bidang apapun di posisi apapun. Dengan demikian, wanita mempunyai berbagai peran tidak hanya sebagai seorang istri bagi suaminya, atau ibu bagi anak-anaknya, tetapi juga sebagai wanita yang memiliki karier di dunia kerjanya. Melalui bekerja, wanita di sisi lain memberikan sumbangan yang penting untuk kesejahteraan keluarga namun juga memberi dampak yang juga beragam karena bagaimanapun wanita yang juga ibu bekerja menggunakan sebagian waktunya untuk mencari nafkah sehingga mau tidak mau waktu untuk mengurus rumah, anak, bahkan suami menjadi berkurang. Kondisi seperti ini membawa ibu kepada konflik peran. Peran yang mereka jalankan di dalam keluarga maupun di tempat kerja sama-sama memerlukan waktu, tenaga, dan perhatian. Penulis menggarisbawahi bahwa konflik peran semakin terasa ketika ibu bekerja memiliki anak usia di bawah lima tahun (balita) di mana pada usia ini perkembangan setiap aspek berjalan sangat cepat dan menjadi landasan perkembangan selanjutnya. Apabila anak pada masa balita tidak dibina dengan baik, maka mereka akan mengalami gangguan perkembangan emosi, sosial, mental, intelegensi dan moral
yang nantinya dapat mempengaruhi sikap dan perilakunya di masa
yang akan datang, sehingga dalam hal ini, pola asuh ibu menjadi
faktor yang sangat penting.
Isu :
tulisan Rahmi Yaningsih dengan judul “PENGUATAN FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA (FKTP) DALAM MEMBANGUN KESEHATAN KELUARGA” memberikan gambaran bahwa ruang lingkup pelayanan kesehatan keluarga terkait pada masalah keluarga yang ada hubungannya dengan masalah kesehatan masayarakat. Seperti masalah kesejahteraan ibu dan anak, keluarga berencana, pencegahan penyakit dan kecelakaan, tumbuh kembang, masalah gizi ibu hamil,
bayi dan anak yang ada dalam suatu komunitas atau masyarakat.
Isu :
Dalam era otonomi saat ini, pemerintah daerah memiliki
kewenangan dalam rangka untuk mendukung iklim investasi di
daerahnya masing-masing. Pemerintahan daerah dimungkinkan
untuk membuat aturan-aturan yang memberikan dorongan
untuk menarik agar investor tertarik untuk menanamkan
modalnya. Namun dalam kenyataannya, justru banyak daerah
yang menetapkan berbagai aturan yang menghambat investasi.
Hal ini tercermin dari 3.143 Perda atau Peraturan Kepala Daerah
(Perkada) yang di cabut atau direvisi oleh pemerintah pusat
dimana mayoritas aturan-aturan tersebut terkait investasi.
Pemerintah pusat telah berupaya untuk memperbaiki iklim
investasi nasional melalui pembentukan PTSP yang memiliki
dasar hukum Perpres Nomor 97 Tahun 2014. Kepala daerah harus
mampu mempromosikan daerahnya dan membuat aturan-aturan
daerah yang ramah investasi, kemudahan perizinan, insentifinsentif
terhadap penanaman modal, kebijakan pajak dan retribusi
daerah yang tidak memberatkan tanpa melakukan pelanggaran
peraturan perundang-undangan. Hal yang juga penting adalah
jaminan penyediaan lahan dan ketersediaan infrastruktur yang
saat ini masih menjadi kendala utama yang dihadapi oleh investor.
Kebijakan pengalokasian suatu daerah tertentu yang ditujukkan
khusus untuk wilayah industri dan pengelolaan keuangan untuk
belanja infrastruktur daerah akan sangat membantu dalam
menarik investasi bagi daerah.
Isu :
Dalam rangka mendorong investasi baik lokal, nasional
maupun global maka yang perlu dilakukan oleh institusi perizinan
selaku pemegang penuh kewenangan lahirnya produk hukum
investasi, maka BKPM dalam hal ini perlu merumuskan dan
menetapkan peraturan yang pro investasi. Sejak desentralisasi
diterapkan di Indonesia, beragam Perda yang tidak mendorong
investasi serta berbentuk pungutan khusus bagi investor sebaiknya
dicabut. Kemudahan pengurusan dan perolehan perizinan harus
disederhanakan guna peningkatan pelayanan kepada investor
dan calon investor.
Isu :
Berdasarkan hasil analisis efektivitas PAD dan kontribusi PAD
terhadap belanja daerah dan investasi daerah Kota Palembang
Tahun Anggaran 2011-2014 dapat disimpulkan pertama,
berdasarkan perhitungan rasio efektivitas PAD Kota Palembang
pada tahun 2011-2014 diperoleh nilai rasio efektivitas yang
sangat efektif, yaitu di atas 100%. Hal ini disebabkan realisasi
PAD telah melampui target yang telah ditentukan. Angka tersebut
menunjukkan bahwa pada tahun 2011 PAD Kota Palembang sangat efektif namun pada tahun 2011-2014 terjadi penurunan rasio
efektivitas PAD. Pemerintah Kota Palembang perlu untuk terus
meningkatkan target PAD disetiap tahunnya dan berupaya untuk
dapat mencapai target tersebut dengan mengoptimalkan sumbersumber
PAD melalui intensifikasi dan ekstensifikasi subyek dan
obyek pendapatan untuk dapat meningkatkan kemampuan
keuangan daerah.
Kedua, berdasarkan perhitungan kontribusi PAD terhadap
total belanja daerah Kota Palembang pada periode tahun 2011-
2014 diperoleh hasil kontribusi PAD terhadap total belanja daerah
masih kurang. PAD hanya mampu memberi kontribusi < 50% dari
total belanja daerah, sehingga daerah dalam memenuhi kebutuhan
belanja daerahnya masih memerlukan bantuan dari Pemerintah
Pusat yang bersumber dari dana perimbangan, dan dari lain-lain
pendapatan yang sah yang dapat berupa dana bagi hasil pajak dari
provinsi dan Pemerintah Daerah lainnya, dana penyesuaian dan
otonomi khusus, bantuan keuangan dari provinsi atau pemerintah
daerah lainnya, pendapatan hibah dan bagi hasil lainnya.
Ketiga, berdasarkan perhitungan kontribusi PAD terhadap
investasi daerah (PMDN) Kota Palembang pada periode tahun
2011-2014 diperoleh hasil kontribusi PAD terhadap investasi
daerah (PMDN) masih kurang. Kontribusi PAD terhadap PMDN
pada tahun 2011 sebesar 73,82%, dan terjadi penurunan
pada tahun 2012-2014 dimana PAD hanya mampu memberi
kontribusi < 50% dari total investasi daerah (PMDN). Pada tahun
2014 kontribusi PAD terhadap investasi PMDN menunjukkan peningkatan menjadi 27,44% disebabkan penurunan investasi
PMDN di Kota Palembang pada tahun 2014. Hasil perhitungan
kontribusi PAD terhadap investasi PMDN pada periode 2011-
2014 menuntut adanya perhatian yang dari Pemerintah Kota
Palembang untuk melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi
PAD dan melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan investasi
daerah.
Isu :
Dalam bagian kedua, peneliti Trias Palupi Kurnianingrum
mengkaji “Bentuk Penghormatan Dan Pelindungan Hak-Hak
Tradisional Masyarakat Hukum Adat”. Dalam bagian kedua ini
peneliti mencoba menelaah bagaimana bentuk-bentuk
penghormatan dan perlindungan negara terhadap hak-hak
tradisional masyarakat hukum adat.
Isu :
Bagian ketiga buku ini mencoba untuk menguak prosesproses
penyelesaian sengketa yang dialami oleh masyarakat hukum
adat. Peneliti Denico Dolly menjelaskan bahwa pada saat terjadi
sengketa antara masyarakat hukum adat, pada dasarnya ada dua
hukum yang berlaku dalam sengketa tersebut. Adapun hukum yang
berlaku yaitu hukum nasional dan hukum adat. Dalam hukum
nasional yang berlaku hukum perdata dan hukum pidana apabila
terjadi tindak pidana. Sedangkan hukum lain yang berlaku yaitu
hukum adat, apabila sengketa tersebut menyangkut hukum adat.
Pada dasarnya hukum adat berlaku bagi masyarakat hukum adat
yang mengakui adat tersebut, akan tetapi apabila ada orang yang
bukan berasal dari masyarakat hukum adat dan memasuki wilayah
dari masyarakat hukum adat itu, maka wajib untuk tunduk kepada
hukum adat yang berlaku. Pemberlakuan atau penundukan terhadap
hukum adat kepada orang yang berada di luar kesatuan masyarakat
hukum adat ini ditujukkan untuk menghormati dan menjunjung
tinggi hukum adat yang berlaku di lingkungan masyarakat hukum
adat. Oleh karena itu, setiap orang wajib untuk menghormati
masyarakat hukum adat dan hukum adat yang berlaku di wilayah
masyarakat hukum adat tersebut.
Isu :
Pada bagian keempat buku ini, peneliti Monika Suharyati menjelaskan mengenai pemberian dana desa yang bersumber dari anggaran pendapatan belanja negara. Peneliti mencoba menguak desa adat di Indonesia. Menurut peneliti dijelaskan bahwa saat ini paling tidak terdapat dua provinsi yang memiliki desa dan desa adat dalam wilayahnya, yaitu Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Bali. Di kedua provinsi ini terdapat desa dinas dan desa adat yang masing-masing provinsi. Apabila dikaitkan dengan hak desa adat untuk menerima Dana Desa yang bersumber dari APBN maka keharusan yang diatur dalam UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa desa adat yang merupakan kesatuan masyarakat hukum adat yang Peneliti melihat bahwa pemberian bantuan dana APBN bagi keberadaannya diakui dan dihormati dalam peraturan daerah untuk memilih salah satu jenis desa dalam satu wilayah merugikan masih hidup di kedua provinsi tersebut.
Isu :
Pada bagian kelima buku ini, peneliti Sulasi Rongiyati menjelaskan mengenai peran pemerintah daerah dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat hukum adat. peneliti menjelaskan bahwa pemerintah daerah merupakan kunci dari pelaksanaan pengakuan dan penghormatan atas hak-hak masyarakat hukum adat. Dalam hal ini pemerintah daerah memiliki peran penting dalam melibatkan masyarakat hukum adat dalam pelaksanaan pembangunan di daerahnya. Pembangunan daerah yang berorientasi pada pemberdayaan masyarakat hukum adat menjadi ujung tombak bagi penerapan hak-hak masyarakat hukum adat yang secara yuridis telah mendapat pengakuan dalam konstitusi. Peraturan Daerah merupakan instrument aturan yang secara sah diberikan kepada pemerintah daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan di daerah. Perda menjadi dasar hukum penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan menetapkan Perda sebagai salah satu instrumen yuridisnya.
Isu :
Tulisan ini mengulas bagaimana perlindungan kesehatan para nelayan di Kabupaten Banyuwangi seharusnya dilakukan. Nelayan adalah pekerja informal yang memiliki resiko kesehatan yang tinggi dalam menjalankan pekerjaanya. Oleh karenanya, Menteri Kesehatan merasa perlu memberikan perhatian khusus dalam upaya pembangunan kesehatan masyarakat nelayan. Melalui tulisan ini, penulis mengajak pembaca untuk memahami bagaimana perlindungan kerja pada nelayan selama ini dilakukan dan faktor-faktor apa saja yang perlu diperhatikan untuk mewujudkan perlindungan kerja pada nelayan
Isu :
Tulisan ini mengajak pembaca untuk mencermati masalah pemenuhan air bersih di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang selama ini kurang mendapatkan perhatian dalam pembangunan wilayah pesisir. Melalui tulisannya, penulis mengajak pembaca memahami bahwa pembangunan pelayanan air bersih di wilayah pesisir dan pulau pulau kecil juga sama pentingnya dengan pembangunan di bidang lain.
Isu :
Penulis mengangkat kasus pencemaran di pesisir Bali, tepatnya di Kabupaten Badung. Pemanasan global dan aktivitas pembangunan yang dilakukan selama ini telah berdampak terhadap kondisi wilayah pesisir Bali. Berangkat dari mencari sumber-sumber penyebab pencemaran, penulis mengajak pembaca memahami bahwa upaya pengelolaan dan penanggulangan pencemaran lingkungan di wilayah pesisir membutuhkan partisipasi masyarakat
Isu :
Penulis mengulas tentang tantangan pengelolaan sampah di pedesaan wilayah pesisir yang notabene tidak mendapatkan pelayanan persampahan oleh pemerintah kabupaten yang masih berorientasi pada pelayanan di daerah perkotaan. Pelajaran pengeloaan sampah swadaya dan swakelaola yang terjadi di Pantai Bengiat oleh Pokmaswas Yasa Segara dan Patai Muncar oleh Pokmaswas Gemuruh dapat dijadikan masukan dalam mengembangkan aspek kelembagaan, pembiayaan, dan teknik operasional sistem pengelolaan sampah di wilayah pesisir
Isu :
Tulisan ini mengulas strategi mengurangi kemiskinan nelayanan yang dilakukan melalui pemberdayaan. Tulisan ini mengungkapkan kondisi kemiskinan nelayan di Banyuwangi. Melalui tulisan ini, penulis mengajak pembaca untuk mengetahui bagaimana strategi Kabupaten Banyuwangi mengurangi kemiskinan pada masyarakat nelayanannya.
Isu :
Tulisan ini mencoba menggambarkan kegiatan kelompok masyarakat yang peduli terhadap kerusakan lingkungan yang terjadi di Kabupaten Banyuwangi, Kecamatan Muncar dan Desa Pemige, Kelurahan Beno, Kuta Selatan. Kerusakan pesisir yang mengakibatkan kurangnya hasil tangkapan dan berdampak terhadap hasil tangkapan nelayanan merupakan salah satu pemicu kesadaran masyarakat pesisir untuk lebih dapat memberikan perhatian terhadap fungsi lingkungan biota laut.
Isu :
Tulisan ini berangkat dari
permasalahan kerugian negara yang begitu besar setiap tahunnya
akibat maraknya tindak pidana perikanan, terutama akibat praktik
Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing ( IUU Fishing). Upaya
penegakan hukum telah dilakukan, antara lain dengan dibentuknya
Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, dan
pembentukan 10 Pengadilan Perikanan di seluruh Indonesia.
Pembahasan dalam kajian ini diantaranya mengungkap bahwa secara
umum implementasi kewenangan Pengadilan Perikanan belumlah
optimal. Jarak tempuh yang jauh antara Pengadilan Perikanan yang
ada dengan lokasi penangkapan pelaku tindak pidana perikanan
berimplikasi pada disidangnya kasus-kasus perikanan di berbagai
Pengadilan Negeri. Sidang kasus perikanan di Pengadilan Negeri
memiliki kekurangan antara lain minimnya hakim karir yang telah
bersertifikat hukum perikanan, serta tidak adanya hakim Ad Hoc
perikanan yang ikut mengadili. Peningkatan hakim spesialis bidang
perikanan baik dari sisi kualitas dan kuantitas mutlak diperlukan
untuk menjaga kualitas putusan kasus-kasus perikanan.
Isu :
Permasalahan yang diangkat dalam tulisan ini
adalah mengenai implementasi ketentuan UNCLOS 1982 terkait
dengan tindak pidana di bidang perikanan (illegal fishing).
Permasalahan tersebut diangkat mengingat kegiatan illegal fishing
saat ini semakin meningkat, sehingga kerugian negara akibat
penangkapan ikan secara ilegal tersebut sangatlah besar.
Isu :
Penelitian yang dilakukan oleh Edmira Rivani menekankan bahwa Kebijakan stabilisasi harga saat ini untuk beberapa komoditas
selain beras masih bersifat reaktif, ad hoc dan jangka pendek. Oleh
karena itu, diperlukan suatu kebijakan yang bersifat transformatif
dari hulu sampai hilir. Terkait kelembagaan regulator, terdapat
beberapa alternatif bentuk kelembagaan regulator pangan yang
dapat memperkuat stabilisasi harga pangan. Berdasarkan kajian
terhadap beberapa aspek (antara lain kesesuaian dengan UU,
kewenangan, koordinasi dan fokus pelaksanaan tugas), bentuk
kelembagaan regulator pangan yang dipandang paling sesuai
adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) baik yang
bersifat mandiri atau melekat dengan Kementerian. Opsi yang terakhir memiliki kelebihan dalam hal koordinasi
dan keikutsertaan dalam sidang kabinet. Untuk kelembagaan
operator, UU Pangan pasal 127 dan 128 menegaskan penugasan
pada Badan Usaha Milik Pemerintah (BUMN) di bidang pangan. Perkembangan Inflasi dan Peran Pemerintah Daerah dengan cakupan dari tahap produksi sampai dengan distribusi.
BUMN yang selama ini ditugaskan untuk melakukan fungsi
stabilisasi harga pangan adalah BULOG dan hasil evaluasi atas
kinerja BULOG dalam stabilisasi harga pangan (beras) sejauh
ini menunjukkan kinerja yang baik. Dengan mempertimbangkan
jaringan BULOG di seluruh Indonesia dan kapasitas fisik
pergudangannya yang cukup memadai, maka jenis komoditas
yang dapat dikelola oleh BULOG adalah sejenis biji-bijian (grains)
dan gula pasir. Oleh karena itu, Pemerintah diusulkan untuk
menugaskan BULOG melakukan stabilisasi harga beras, gula
pasir dan kedelai. Dalam pelaksanaan tugasnya, jika anggaran
pemerintah terbatas untuk membiayai pengadaan Cadangan
Pangan Pemerintah (CPP) yang dikelola oleh BULOG, maka perlu
dipertimbangkan untuk meningkatkan fungsi komersial BULOG
sehingga BULOG dapat memiliki stok dalam jumlah yang cukup
dan dapat digunakan untuk melakukan fungsi stabilisasi.
Upaya mendukung fungsi komersial BULOG tersebut antara
lain dapat dilakukan dengan memberikan pengutamaan untuk
melakukan impor komoditas beras, gula dan kedelai. Terkait
dengan jenis komoditas yang perlu dijaga stabilitas harganya,
dilakukan evaluasi terhadap kebijakan stabilisasi harga pangan
dengan melihat efektivitas pengendalian harga pada komoditas
pangan strategis yang ada saat ini. Berdasarkan kajian, jenis
komoditas prioritas utama yang perlu dijaga stabilitas harganya
adalah beras, gula, kedelai, daging sapi, bawang merah, dan cabai
merah. Penentuan jenis komoditas tersebut mempertimbangkan
aspek ekonomi (bobot dalam pengeluaran rumah tangga, jumlah
petani dan kemiskinan, dampak inflasi), aspek sosial politik, dan
keterkaitan dengan program Pemerintah.
Isu :
Inflasi adalah indikator makroekonomi yang mengindikasikan
tingkat stabilitas suatu negara. Begitu juga dengan inflasi daerah.
Pergerakan inflasi di suatu daerah yang berfluktuasi menunjukkan
bahwa daerah tersebut memiliki tingkat stabilitas yang
berfluktuasi. Pergerakan fluktuatif dari inflasi baik di Provinsi DI
Yogyakarta maupun Papua Barat dipengaruhi oleh banyak faktor
baik cosh push inflation, demand pull inflation, maupun ekspektasi
harga. Seperti kurangnya stok, ekspektasi inflasi hari-hari besar
(seperti Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha, Tahun Ajaran Baru,
dan Hari Natal), perubahan harga BBM, dan sebagainya.
Karena inflasi bergerak secara fluktuatif, pemerintah daerah
(dalam hal ini pemerintah daerah Provinsi DI Yogyakarta dan
Papua Barat) mencoba melakukan kegiatan-kegiatan agar tingkat
inflasinya menjadi stabil. Kegiatan-kegiatan pengendalian inflasi
tersebut disesuaikan dengan faktor-faktor penyebab terjadinya
inflasi di daerah tersebut. Selain itu, pengendalian inflasi daerah
juga dilakukan melalui penurunan belanja daerah terutama dari dana perimbangan. Karena, alokasi sumber daya untuk
pengeluaran/belanja pemerintah daerah yang tidak efektif akan
berkontribusi terhadap tingkat instabilitas makroekonomi daerah
seperti inflasi.
Isu :
Inflasi merupakan salah satu hal yang penting yang harus menjadi perhatian bagi pemerintah daerah dalam pengelolaan perekonomian daerah. Salah satu Provinsi yang berhasil mengelola inflasinya dengan cukup baik adalah Pemerintah Provinsi D.I. Yogyakarta. Pemerintah D.I. Yogyakarta dalam melakukan pengelolaan inflasi. Inflasi di Provinsi D.I. Yogyakarta lebih dari 50% berasal dari komponen administered prices dan volatile food. Pengelolaan inflasi di Provinsi D.I. Yogyakarta bertumpu kepada pemanfaatan dan pemberdayaan TPID Provinsi yang menjadi tombak utama pengelolaan inflasi.
Sedangkan hasil forecasting/peramalan inflasi di Provinsi D.I. Yogyakarta yang dilakukan dengan menggunakan metode ARIMA menghasilkan hasil yang sejalan dengan keadaan inflasi di DIY. Hasil peramalan akan inflasi di Provinsi D.I. Yogyakarta menunjukkan tren yang menurun. Dan diperkirakan inflasi Provinsi D.I. Yogyakarta pada akhir tahun 2016 berada pada level 4,27%. Kondisi ini jelas menunjukkan bahwa tren inflasi di Provinsi DIY akan menurun.
Isu :
Judul “Psikologi Mayoritas: Dinamika Hubungan Kelompok
Agama di Provinsi Aceh dan Nusa Tenggara Timur” membawa pembaca
pada berbagai dinamika psikologis hubungan kelompok agama mayoritas
dan minoritas di Indonesia. Diharapkan hasilnya dapat menjadi
landasan bagi pengambilan keputusan legislatif untuk mengembangkan
intervensi terhadap permasalahan hubungan antarumat beragama;
dan pengembangan teori psikologi kelompok dalam kaitannya dengan
kelompok-kelompok beragama.
Isu :
Melalui judul “Toleransi Umat Beragama di Kota Kupang (Best Practice
Berakar pada Kearifan Lokal)” lebih melihat pada dinamika hubungan
sosial masyarakat NTT, khususnya yang berada di Kota Kupang dan
bagaimana kearifan lokal yang mengakar di NTT mampu menjaga
praktik toleransi antarpenduduk yang berbeda agama, baik mayoritas
maupun minoritas. Secara praktis, tulisan dengan data yang diperoleh
dari penelitian lapangan di provinsi NTT pada pertengahan April 2016
ini dapat dijadikan masukan dalam pembahasan Rancangan Undang-
Undang Kerukunan Umat Beragama yang diusulkan oleh Pemerintah.
Isu :
Politik hukum pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam sebagai pelaksanaan UUPA jo. Tap MPR No. IX/MPR/2001 pada kenyataannya memerlukan pembentukan berbagai undang-undang dan peraturan pelaksanaannya. Keberadaan sejumlah undangundang dan peraturan pelaksanaannya tersebut telah menimbulkan tumpang tindih dan benturan hukum yang mengakibatkan terjadinya ketidakpastian hukum dalam pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam. Diberlakukannya sejumlah undang-undang sektoral yang mengatur sumber daya alam telah dipandang sebagai penyebab kurang optimalnya pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam berdasarkan UUPA jo. Tap MPR No. IX/MPR/2001.
Isu :
Politik hukum pembaruan agraria di Indonesia dimulai dengan adanya politik hukum agraria nasional yang melahirkan UUPA sebagai suatu legal policy untuk melaksanakan amanat Pasal 33 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 dan menghentikan dualisme hukum agraria karena masih berlakunya Agrarische Wet 1870 dan hukum adat, sehingga terjadi unifikasi hukum agraria nasional. Pembaruan agraria masih perlu dilakukan sebagaimana yang ditegaskan melalui Tap MPR No. IX/MPR/2001. Politik hukum pembaruan agraria ini dilatarbelakangi oleh UUPA sebagai landasan pokok dan pegangan operasional untuk menjalankan program agraria nasional, namun belum dilaksanakan sepenuhnya, sehingga menimbulkan permasalahan regulasi, kewenangan, dan konflik agraria. Tap MPR No. IX/MPR/2001 merupakan legal policy politik hukum pembaruan agraria yang berkedudukan sebagai landasan politik dan kebijakan untuk melakukan pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam di negeri ini. Politik hukum pembaruan agraria ini dilakukan dengan melalui land reform, access reform, dan regulation reform. Terkait dengan urgensi pembaruan agraria saat ini, pembaruan agraria masih perlu dilakukan mengingat masih terjadi persoalan agraria/sumber daya alam baik dari aspek regulasi dan implementasinya, kewenangan, serta hubungan antar-subyek hukum. Pembaruan agraria sebagai upaya sistemik dan terencana dalam melakukan perubahan struktur agraria dilakukan dengan melakukan harmonisasi dan sinkronisasi sektor-sektor agraria sehingga terjadi unifikasi dan kodifikasi dalam pelaksanaan urusan pemerintahan bidang agraria.
Isu :
Bagian ini dibahas mengenai kebijakan pembiayaan pembangunan untuk penguatan konektivitas nasional. isu yang dibahas antara lain menyangkut kebijakan pembangunan dan pembiayaan infrastruktur, alternatif dan skema pembiayaan, serta potensi dan kendala yang dihadapi dalam pembiayan infrastruktur.
Isu :
bagian ketiga ini membahas mengenai peran masyarakat dalam mendukung konektivitas nasional. dalam bagian ini dibahas tidak hanya saja peran masyarakat secara umum, namun juga diungkapkan catatan lapangan menyangkut peran masyakat dalam mendukung konektivitas khususnya di Provinsi Bangka Belitung
Isu :
Corporate Social Responsibility atau tanggung jawab sosial perusahaan memiliki sejarah yang panjang dan beragam. Untuk memahaminya, dibutuhkan pembacaan literatur yang komprehensif. Tulisan ini bertujuan untuk menelusuri evolusi konsep tanggung jawab sosial
perusahaan dari dekade ke dekade. Hasil penelusuran membuktikan bahwa konsep tanggung jawab sosial perusahaan mengalami perubahan makna dari waktu ke waktu. Pada tahun 1950an, tanggung jawab sosial perusahaan dimaknai sebagai tanggung jawab entitas bisnis kepada masyarakat. Singkatnya, entitas bisnis harus berbuat baik kepada masyarakat. tanggung jawab sosial perusahaan secara terus menerus kemudian mengalami pergeseran makna sehingga mencapai dekade 1990-an, di mana gagasan tanggung jawab sosial perusahaan hampir diterima secara universal dan dianggap sebagai bagian dari kebijakan strategis yang penting bagi dunia bisnis.
Isu :
Pada bagian ini dijelaskan, bahwa peran korporasi dalam memberikan dampak nyata terhadap masyarakat diwujudkan melalui implementasi kegiatan Corporate Social Responsibility dengan mengikutsertakan masyarakat melalui peningkatan kapasitas sumber daya manusia di lokasi tersebut. Tanggung jawab sosial perusahaan selain sebagai investasi sosial perusahaan, tanggung jawab perusahaan mampu meminimalisir gesekan antara perusahaan dan masyarakat yang dapat muncul kapan saja. Kehadiran korporasi di tengah masyarakat diharapkan mampu menjadi pendorong peningkatan kesejahteraan mereka. Ini berarti tanggung jawab sosial perusahaan tidak lagi berupa sumbangan (charity) saja, tetapi harus memiliki dampak berkelanjutan bagi masyarakat. Dengan menggunakan metode kualitatif, data yang digunakan dalam tulisan ini berasal dari penelitian dan data sekunder berupa, buku, jurnal dan informasi dari media internet. Tanggung jawab perusahaan jika dilakukan dengan benar dan melibatkan pemerintah dan masyarakat akan berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat dan meminimalisir potensi-potensi konflik antara perusahaan dan masyarakat lokal.
Isu :
Artikel ini menguraikan bahwa Pemerintah berupaya untuk mendorong peran dunia usaha dalam pembangunan kesejahteraan sosial melalui kebijakan tanggung jawab sosial perusahaan. Tulisan ini akan mengkaji sejauh mana pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan PTFI dalam konteks pemberdayaan ekonomi masyarakat di sekitar area pertambangan. Berdasarkan kajian penulis, PTFI telah melaksanakan CSR yang diwujudkan dalam bentuk dana kemitraan untuk mendukung tiga program pengembangan masyarakat, yakni pendidikan, kesehatan dan pemberdayaan ekonomi khususnya bagi masyarakat Amungme dan Kamoro serta lima suku kekerabatan di sekitar areal PTFI. Program pemberdayaan ekonomi dilakukan melalui pemberdayaan ekonomi masyarakat berbasis desa yang mencakup pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir, pemberdayaan ekonomi masyarakat dataran tinggi, pengembangan perkebunan kakao, pengembangan pertanian berkelanjutan dan ketahanan pangan, serta pengembangan peternakan; pembinaan UMKM; dan dana bergulir.
Isu :
Artikel ini menguraikan bahwa salah satu program tanggung jawab sosial perusahaan yang digulirkan oleh PT Bank Mandiri Tbk, adalah “Wira Usaha Muda Mandiri Goes to Pesantren”. Program ini menarik untuk dikaji karena masih sedikit kajian tentang program tanggung jawab sosial perusahaan yang digulirkan untuk pesantren. Kajian ini bertujuan untuk menjelaskan (1) alasan yang membuat PT Bank Mandiri Tbk., tertarik untuk mengembangkan wirausaha di pesantren; (2) bentuk kegiatan dan di mana saja kegiatan itu dilaksanakan; (3) pelaksanaan dari bagaimana program tersebut. Wirausaha Muda Mandiri Goes to Pesantren dilaksanakan dalam bentuk workshop kewirausahaan. Jumlah keseluruhan santri yang telah dilatih Wirausaha Muda Mandiri sejak tahun 2012-2015 sebanyak 7100 santri di 13 kota di seluruh Indonesia.
Isu :
Tanggung jawab sosial perusahaan merupakan salah satu instrumen inovatif yang dapat membantu perusahaan untuk peka dan adaptif terhadap lingkungan dan kehidupan masyarakat. Permasalahan lingkungan yang kerap menjadi perhatian adalah permasalahan persampahan. Berdasarkan kajian terhadap berbagai program tanggung jawab sosial perusahaan yang telah dilakukan, tanggung jawab sosial perusahaan dapat turut berkontribusi dalam pengelolaan sampah mulai hulu dimana sampah tersebut dihasilkan di sumber sampah, sampah ke hilir dimana sampah dikelola di tempat pengelolaan akhir.
Isu :
Salah satu hal yang menarik perhatian dan menjadi pertanyaan masyarakat internasional adalah terkait dengan pernyataan Jokowi bahwa Indonesia sebagai poros maritim dunia berkepentingan untuk ikut menentukan masa depan kawasan Pasifik dan Samudra Hindia. Menempatkan cita-cita dan lima pilar Poros Maritim Dunia sebagai fokus Indonesia di abad ke-21, Jokowi ingin mengarahkan Indonesia menjadi “kekuatan yang mengarungi dua samudra”. Pernyataan tersebut memberikan sinyal perluasan arah politik luar negeri Indonesia. Di bawah Pemerintahan Jokowi, tampaknya Indonesia hendak meningkatkan keterlibatannya di kawasan Samudra Hindia. Hal ini yang kemudian melahirkan pertanyaan mengenai sejauh mana Indonesia akan terlibat di kawasan Samudra Hindia karena selama ini politik luar negeri Indonesia selalu mengedepankan sentralitas ASEAN dan kawasan pasifik. Sekalipun kemampuan dan political will Pemerintahan Jokowi untuk mewujudkan visi besar DPM masih menjadi pertanyaan masyarakat internasional, negara-negara di kawasan akan menempatkan visi tersebut sebagai salah satu pertimbangan mereka dalam menyusun kebijakan luar negeri masing-masing.