Buku Tim

Ketahanan Keluarga Untuk Masa Depan Bangsa - 2016

Penulis : Dr. Rohani Budi Prihatin, S.Ag., M.Si.

Isu :
tulisan berjudul “KETAHANAN KELUARGA MENUJU MASYARAKAT SADAR BENCANA: STUDI KASUS BENCANA ERUPSI SINABUNG DAN LONGSOR BANJARNEGARA” yang ditulis oleh Rohani Budi Prihatin, menggarisbawahi bahwa ketahanan sosial masyarakat kerapkali menjadi referensi dalam mencari solusi dan implementasi dari terapi sosial sebagai jalan keluar dari lilitan krisis akibat bencana yang menimpa masyarakat. Suatu komunitas dipandang memiliki ketahanan sosial bila: Pertama, mampu melindungi secara efektif anggotanya termasuk individu dan keluarga yang rentan dari perubahan sosial yang memengaruhinya. Kedua, mampu melakukan investasi sosial dalam jaringan sosial yang menguntungkan. Ketiga, mampu mengembangkan mekanisme yang efektif dalam mengelola konflik dan kekerasan. Konsep tentang ketahanan mempunyai tahapan mulai dari individu, keluarga, komunitas, dan negara. Tulisan ini fokus membahas ketahanan keluarga dan sedikit melebar ke ketahanan komunitas. Hal ini dikarenakan pada tahap tertentu, konsep keluarga bersinggungan kuat dengan konsep komunitas yaitu wilayah di sekitarnya.

Penulis : Sulis Winurini, S.Psi., M.Psi.

Isu :
tulisan dari Sulis Winurini dengan judul “STRATEGI SELF MANAGEMENT IBU BEKERJA DENGAN ANAK BALITA DALAM RANGKA MENINGKATKAN KETAHANAN KELUARGA”, memberikan penegasan bahwa pada masa sekarang, kondisi keluarga telah mengalami banyak perubahan sejalan dengan meningkatnya peran wanita sebagai pekerja. Apabila dulu seorang wanita selalu diidentikkan dengan tugas-tugas domestik, maka sekarang, seiring dengan meluasnya peran wanita maka wanita bisa bekerja di luar rumah dalam bidang apapun di posisi apapun. Dengan demikian, wanita mempunyai berbagai peran tidak hanya sebagai seorang istri bagi suaminya, atau ibu bagi anak-anaknya, tetapi juga sebagai wanita yang memiliki karier di dunia kerjanya. Melalui bekerja, wanita di sisi lain memberikan sumbangan yang penting untuk kesejahteraan keluarga namun juga memberi dampak yang juga beragam karena bagaimanapun wanita yang juga ibu bekerja menggunakan sebagian waktunya untuk mencari nafkah sehingga mau tidak mau waktu untuk mengurus rumah, anak, bahkan suami menjadi berkurang. Kondisi seperti ini membawa ibu kepada konflik peran. Peran yang mereka jalankan di dalam keluarga maupun di tempat kerja sama-sama memerlukan waktu, tenaga, dan perhatian. Penulis menggarisbawahi bahwa konflik peran semakin terasa ketika ibu bekerja memiliki anak usia di bawah lima tahun (balita) di mana pada usia ini perkembangan setiap aspek berjalan sangat cepat dan menjadi landasan perkembangan selanjutnya. Apabila anak pada masa balita tidak dibina dengan baik, maka mereka akan mengalami gangguan perkembangan emosi, sosial, mental, intelegensi dan moral yang nantinya dapat mempengaruhi sikap dan perilakunya di masa yang akan datang, sehingga dalam hal ini, pola asuh ibu menjadi faktor yang sangat penting.

Penulis : Rahmi Yuningsih, S.K.M., M.K.M.

Isu :
tulisan Rahmi Yaningsih dengan judul “PENGUATAN FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA (FKTP) DALAM MEMBANGUN KESEHATAN KELUARGA” memberikan gambaran bahwa ruang lingkup pelayanan kesehatan keluarga terkait pada masalah keluarga yang ada hubungannya dengan masalah kesehatan masayarakat. Seperti masalah kesejahteraan ibu dan anak, keluarga berencana, pencegahan penyakit dan kecelakaan, tumbuh kembang, masalah gizi ibu hamil, bayi dan anak yang ada dalam suatu komunitas atau masyarakat.


Membangun Investasi Daerah - 2016

Penulis : Sony Hendra Permana, S.E., M.S.E.

Isu :
Dalam era otonomi saat ini, pemerintah daerah memiliki kewenangan dalam rangka untuk mendukung iklim investasi di daerahnya masing-masing. Pemerintahan daerah dimungkinkan untuk membuat aturan-aturan yang memberikan dorongan untuk menarik agar investor tertarik untuk menanamkan modalnya. Namun dalam kenyataannya, justru banyak daerah yang menetapkan berbagai aturan yang menghambat investasi. Hal ini tercermin dari 3.143 Perda atau Peraturan Kepala Daerah (Perkada) yang di cabut atau direvisi oleh pemerintah pusat dimana mayoritas aturan-aturan tersebut terkait investasi. Pemerintah pusat telah berupaya untuk memperbaiki iklim investasi nasional melalui pembentukan PTSP yang memiliki dasar hukum Perpres Nomor 97 Tahun 2014. Kepala daerah harus mampu mempromosikan daerahnya dan membuat aturan-aturan daerah yang ramah investasi, kemudahan perizinan, insentifinsentif terhadap penanaman modal, kebijakan pajak dan retribusi daerah yang tidak memberatkan tanpa melakukan pelanggaran peraturan perundang-undangan. Hal yang juga penting adalah jaminan penyediaan lahan dan ketersediaan infrastruktur yang saat ini masih menjadi kendala utama yang dihadapi oleh investor. Kebijakan pengalokasian suatu daerah tertentu yang ditujukkan khusus untuk wilayah industri dan pengelolaan keuangan untuk belanja infrastruktur daerah akan sangat membantu dalam menarik investasi bagi daerah.

Penulis : Dewi Restu Mangeswuri, S.E., M.Si.

Isu :
Dalam rangka mendorong investasi baik lokal, nasional maupun global maka yang perlu dilakukan oleh institusi perizinan selaku pemegang penuh kewenangan lahirnya produk hukum investasi, maka BKPM dalam hal ini perlu merumuskan dan menetapkan peraturan yang pro investasi. Sejak desentralisasi diterapkan di Indonesia, beragam Perda yang tidak mendorong investasi serta berbentuk pungutan khusus bagi investor sebaiknya dicabut. Kemudahan pengurusan dan perolehan perizinan harus disederhanakan guna peningkatan pelayanan kepada investor dan calon investor.

Penulis : Hilma Meilani, S.T., MBA.

Isu :
Berdasarkan hasil analisis efektivitas PAD dan kontribusi PAD terhadap belanja daerah dan investasi daerah Kota Palembang Tahun Anggaran 2011-2014 dapat disimpulkan pertama, berdasarkan perhitungan rasio efektivitas PAD Kota Palembang pada tahun 2011-2014 diperoleh nilai rasio efektivitas yang sangat efektif, yaitu di atas 100%. Hal ini disebabkan realisasi PAD telah melampui target yang telah ditentukan. Angka tersebut menunjukkan bahwa pada tahun 2011 PAD Kota Palembang sangat efektif namun pada tahun 2011-2014 terjadi penurunan rasio efektivitas PAD. Pemerintah Kota Palembang perlu untuk terus meningkatkan target PAD disetiap tahunnya dan berupaya untuk dapat mencapai target tersebut dengan mengoptimalkan sumbersumber PAD melalui intensifikasi dan ekstensifikasi subyek dan obyek pendapatan untuk dapat meningkatkan kemampuan keuangan daerah. Kedua, berdasarkan perhitungan kontribusi PAD terhadap total belanja daerah Kota Palembang pada periode tahun 2011- 2014 diperoleh hasil kontribusi PAD terhadap total belanja daerah masih kurang. PAD hanya mampu memberi kontribusi < 50% dari total belanja daerah, sehingga daerah dalam memenuhi kebutuhan belanja daerahnya masih memerlukan bantuan dari Pemerintah Pusat yang bersumber dari dana perimbangan, dan dari lain-lain pendapatan yang sah yang dapat berupa dana bagi hasil pajak dari provinsi dan Pemerintah Daerah lainnya, dana penyesuaian dan otonomi khusus, bantuan keuangan dari provinsi atau pemerintah daerah lainnya, pendapatan hibah dan bagi hasil lainnya. Ketiga, berdasarkan perhitungan kontribusi PAD terhadap investasi daerah (PMDN) Kota Palembang pada periode tahun 2011-2014 diperoleh hasil kontribusi PAD terhadap investasi daerah (PMDN) masih kurang. Kontribusi PAD terhadap PMDN pada tahun 2011 sebesar 73,82%, dan terjadi penurunan pada tahun 2012-2014 dimana PAD hanya mampu memberi kontribusi < 50% dari total investasi daerah (PMDN). Pada tahun 2014 kontribusi PAD terhadap investasi PMDN menunjukkan peningkatan menjadi 27,44% disebabkan penurunan investasi PMDN di Kota Palembang pada tahun 2014. Hasil perhitungan kontribusi PAD terhadap investasi PMDN pada periode 2011- 2014 menuntut adanya perhatian yang dari Pemerintah Kota Palembang untuk melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi PAD dan melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan investasi daerah.


Negara dan Hukum Adat - 2016

Penulis : Trias Palupi Kurnianingrum, S.H., M.H.

Isu :
Dalam bagian kedua, peneliti Trias Palupi Kurnianingrum mengkaji “Bentuk Penghormatan Dan Pelindungan Hak-Hak Tradisional Masyarakat Hukum Adat”. Dalam bagian kedua ini peneliti mencoba menelaah bagaimana bentuk-bentuk penghormatan dan perlindungan negara terhadap hak-hak tradisional masyarakat hukum adat.

Penulis : Denico Doly, S.H., M.Kn.

Isu :
Bagian ketiga buku ini mencoba untuk menguak prosesproses penyelesaian sengketa yang dialami oleh masyarakat hukum adat. Peneliti Denico Dolly menjelaskan bahwa pada saat terjadi sengketa antara masyarakat hukum adat, pada dasarnya ada dua hukum yang berlaku dalam sengketa tersebut. Adapun hukum yang berlaku yaitu hukum nasional dan hukum adat. Dalam hukum nasional yang berlaku hukum perdata dan hukum pidana apabila terjadi tindak pidana. Sedangkan hukum lain yang berlaku yaitu hukum adat, apabila sengketa tersebut menyangkut hukum adat. Pada dasarnya hukum adat berlaku bagi masyarakat hukum adat yang mengakui adat tersebut, akan tetapi apabila ada orang yang bukan berasal dari masyarakat hukum adat dan memasuki wilayah dari masyarakat hukum adat itu, maka wajib untuk tunduk kepada hukum adat yang berlaku. Pemberlakuan atau penundukan terhadap hukum adat kepada orang yang berada di luar kesatuan masyarakat hukum adat ini ditujukkan untuk menghormati dan menjunjung tinggi hukum adat yang berlaku di lingkungan masyarakat hukum adat. Oleh karena itu, setiap orang wajib untuk menghormati masyarakat hukum adat dan hukum adat yang berlaku di wilayah masyarakat hukum adat tersebut.

Penulis : Monika Suhayati, S.H., M.H.

Isu :
Pada bagian keempat buku ini, peneliti Monika Suharyati menjelaskan mengenai pemberian dana desa yang bersumber dari anggaran pendapatan belanja negara. Peneliti mencoba menguak desa adat di Indonesia. Menurut peneliti dijelaskan bahwa saat ini paling tidak terdapat dua provinsi yang memiliki desa dan desa adat dalam wilayahnya, yaitu Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Bali. Di kedua provinsi ini terdapat desa dinas dan desa adat yang masing-masing provinsi. Apabila dikaitkan dengan hak desa adat untuk menerima Dana Desa yang bersumber dari APBN maka keharusan yang diatur dalam UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa desa adat yang merupakan kesatuan masyarakat hukum adat yang Peneliti melihat bahwa pemberian bantuan dana APBN bagi keberadaannya diakui dan dihormati dalam peraturan daerah untuk memilih salah satu jenis desa dalam satu wilayah merugikan masih hidup di kedua provinsi tersebut.

Penulis : Dr. Sulasi Rongiyati, S.H., M.H.

Isu :
Pada bagian kelima buku ini, peneliti Sulasi Rongiyati menjelaskan mengenai peran pemerintah daerah dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat hukum adat. peneliti menjelaskan bahwa pemerintah daerah merupakan kunci dari pelaksanaan pengakuan dan penghormatan atas hak-hak masyarakat hukum adat. Dalam hal ini pemerintah daerah memiliki peran penting dalam melibatkan masyarakat hukum adat dalam pelaksanaan pembangunan di daerahnya. Pembangunan daerah yang berorientasi pada pemberdayaan masyarakat hukum adat menjadi ujung tombak bagi penerapan hak-hak masyarakat hukum adat yang secara yuridis telah mendapat pengakuan dalam konstitusi. Peraturan Daerah merupakan instrument aturan yang secara sah diberikan kepada pemerintah daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan di daerah. Perda menjadi dasar hukum penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan menetapkan Perda sebagai salah satu instrumen yuridisnya.


Pembangunan Wilayah Pesisir Konsep dan Implementasinya dalam Berbagai Sektor - 2016

Penulis : Tri Rini Puji Lestari, S.K.M., M.Kes.

Isu :
Tulisan ini mengulas bagaimana perlindungan kesehatan para nelayan di Kabupaten Banyuwangi seharusnya dilakukan. Nelayan adalah pekerja informal yang memiliki resiko kesehatan yang tinggi dalam menjalankan pekerjaanya. Oleh karenanya, Menteri Kesehatan merasa perlu memberikan perhatian khusus dalam upaya pembangunan kesehatan masyarakat nelayan. Melalui tulisan ini, penulis mengajak pembaca untuk memahami bagaimana perlindungan kerja pada nelayan selama ini dilakukan dan faktor-faktor apa saja yang perlu diperhatikan untuk mewujudkan perlindungan kerja pada nelayan

Penulis : Sri Nurhayati Qodriyatun, S.Sos., M.Si.

Isu :
Tulisan ini mengajak pembaca untuk mencermati masalah pemenuhan air bersih di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang selama ini kurang mendapatkan perhatian dalam pembangunan wilayah pesisir. Melalui tulisannya, penulis mengajak pembaca memahami bahwa pembangunan pelayanan air bersih di wilayah pesisir dan pulau pulau kecil juga sama pentingnya dengan pembangunan di bidang lain.

Penulis : Anih Sri Suryani, S.Si., M.T.

Isu :
Penulis mengangkat kasus pencemaran di pesisir Bali, tepatnya di Kabupaten Badung. Pemanasan global dan aktivitas pembangunan yang dilakukan selama ini telah berdampak terhadap kondisi wilayah pesisir Bali. Berangkat dari mencari sumber-sumber penyebab pencemaran, penulis mengajak pembaca memahami bahwa upaya pengelolaan dan penanggulangan pencemaran lingkungan di wilayah pesisir membutuhkan partisipasi masyarakat

Penulis : Teddy Prasetiawan, S.T., M.T.

Isu :
Penulis mengulas tentang tantangan pengelolaan sampah di pedesaan wilayah pesisir yang notabene tidak mendapatkan pelayanan persampahan oleh pemerintah kabupaten yang masih berorientasi pada pelayanan di daerah perkotaan. Pelajaran pengeloaan sampah swadaya dan swakelaola yang terjadi di Pantai Bengiat oleh Pokmaswas Yasa Segara dan Patai Muncar oleh Pokmaswas Gemuruh dapat dijadikan masukan dalam mengembangkan aspek kelembagaan, pembiayaan, dan teknik operasional sistem pengelolaan sampah di wilayah pesisir

Penulis : Dinar Wahyuni, S.Sos., M.Si.

Isu :
Tulisan ini mengulas strategi mengurangi kemiskinan nelayanan yang dilakukan melalui pemberdayaan. Tulisan ini mengungkapkan kondisi kemiskinan nelayan di Banyuwangi. Melalui tulisan ini, penulis mengajak pembaca untuk mengetahui bagaimana strategi Kabupaten Banyuwangi mengurangi kemiskinan pada masyarakat nelayanannya.

Penulis : Mohammad Teja, S.Sos., M.Si.

Isu :
Tulisan ini mencoba menggambarkan kegiatan kelompok masyarakat yang peduli terhadap kerusakan lingkungan yang terjadi di Kabupaten Banyuwangi, Kecamatan Muncar dan Desa Pemige, Kelurahan Beno, Kuta Selatan. Kerusakan pesisir yang mengakibatkan kurangnya hasil tangkapan dan berdampak terhadap hasil tangkapan nelayanan merupakan salah satu pemicu kesadaran masyarakat pesisir untuk lebih dapat memberikan perhatian terhadap fungsi lingkungan biota laut.


Penegakan Hukum Tindak Pidana Di Bidang Perikanan - 2016

Penulis : Marfuatul Latifah, S.H.I., LL.M.

Isu :
Tulisan ini menguraikan tentang kewenangan penyidikan oleh Polri, KKP, dan TNI AL yang dapat dilakukan secara bersamaan, namun objek penyidikannya berbeda karena dibatasi oleh perbedaan batasan wilayah laut

Penulis : Prianter Jaya Hairi, S.H., LLM.

Isu :
Tulisan ini berangkat dari permasalahan kerugian negara yang begitu besar setiap tahunnya akibat maraknya tindak pidana perikanan, terutama akibat praktik Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing ( IUU Fishing). Upaya penegakan hukum telah dilakukan, antara lain dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, dan pembentukan 10 Pengadilan Perikanan di seluruh Indonesia. Pembahasan dalam kajian ini diantaranya mengungkap bahwa secara umum implementasi kewenangan Pengadilan Perikanan belumlah optimal. Jarak tempuh yang jauh antara Pengadilan Perikanan yang ada dengan lokasi penangkapan pelaku tindak pidana perikanan berimplikasi pada disidangnya kasus-kasus perikanan di berbagai Pengadilan Negeri. Sidang kasus perikanan di Pengadilan Negeri memiliki kekurangan antara lain minimnya hakim karir yang telah bersertifikat hukum perikanan, serta tidak adanya hakim Ad Hoc perikanan yang ikut mengadili. Peningkatan hakim spesialis bidang perikanan baik dari sisi kualitas dan kuantitas mutlak diperlukan untuk menjaga kualitas putusan kasus-kasus perikanan.

Penulis : Novianti, S.H., M.H.

Isu :
Permasalahan yang diangkat dalam tulisan ini adalah mengenai implementasi ketentuan UNCLOS 1982 terkait dengan tindak pidana di bidang perikanan (illegal fishing). Permasalahan tersebut diangkat mengingat kegiatan illegal fishing saat ini semakin meningkat, sehingga kerugian negara akibat penangkapan ikan secara ilegal tersebut sangatlah besar.

Penulis : Dian Cahyaningrum, S.H.. M.H.

Isu :
Tulisan ini membawa pembaca melihat gambaran suatu dilema dalam pemberantasan illegal fishing yang berdampak pada pasokan ikan bagi industri pengolahan ikan.


Perkembangan Inflasi dan Peran Pemerintah Daerah - 2016

Penulis : Edmira Rivani, S.Si., M.Stat.

Isu :
Penelitian yang dilakukan oleh Edmira Rivani menekankan bahwa Kebijakan stabilisasi harga saat ini untuk beberapa komoditas selain beras masih bersifat reaktif, ad hoc dan jangka pendek. Oleh karena itu, diperlukan suatu kebijakan yang bersifat transformatif dari hulu sampai hilir. Terkait kelembagaan regulator, terdapat beberapa alternatif bentuk kelembagaan regulator pangan yang dapat memperkuat stabilisasi harga pangan. Berdasarkan kajian terhadap beberapa aspek (antara lain kesesuaian dengan UU, kewenangan, koordinasi dan fokus pelaksanaan tugas), bentuk kelembagaan regulator pangan yang dipandang paling sesuai adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) baik yang bersifat mandiri atau melekat dengan Kementerian. Opsi yang terakhir memiliki kelebihan dalam hal koordinasi dan keikutsertaan dalam sidang kabinet. Untuk kelembagaan operator, UU Pangan pasal 127 dan 128 menegaskan penugasan pada Badan Usaha Milik Pemerintah (BUMN) di bidang pangan. Perkembangan Inflasi dan Peran Pemerintah Daerah dengan cakupan dari tahap produksi sampai dengan distribusi. BUMN yang selama ini ditugaskan untuk melakukan fungsi stabilisasi harga pangan adalah BULOG dan hasil evaluasi atas kinerja BULOG dalam stabilisasi harga pangan (beras) sejauh ini menunjukkan kinerja yang baik. Dengan mempertimbangkan jaringan BULOG di seluruh Indonesia dan kapasitas fisik pergudangannya yang cukup memadai, maka jenis komoditas yang dapat dikelola oleh BULOG adalah sejenis biji-bijian (grains) dan gula pasir. Oleh karena itu, Pemerintah diusulkan untuk menugaskan BULOG melakukan stabilisasi harga beras, gula pasir dan kedelai. Dalam pelaksanaan tugasnya, jika anggaran pemerintah terbatas untuk membiayai pengadaan Cadangan Pangan Pemerintah (CPP) yang dikelola oleh BULOG, maka perlu dipertimbangkan untuk meningkatkan fungsi komersial BULOG sehingga BULOG dapat memiliki stok dalam jumlah yang cukup dan dapat digunakan untuk melakukan fungsi stabilisasi. Upaya mendukung fungsi komersial BULOG tersebut antara lain dapat dilakukan dengan memberikan pengutamaan untuk melakukan impor komoditas beras, gula dan kedelai. Terkait dengan jenis komoditas yang perlu dijaga stabilitas harganya, dilakukan evaluasi terhadap kebijakan stabilisasi harga pangan dengan melihat efektivitas pengendalian harga pada komoditas pangan strategis yang ada saat ini. Berdasarkan kajian, jenis komoditas prioritas utama yang perlu dijaga stabilitas harganya adalah beras, gula, kedelai, daging sapi, bawang merah, dan cabai merah. Penentuan jenis komoditas tersebut mempertimbangkan aspek ekonomi (bobot dalam pengeluaran rumah tangga, jumlah petani dan kemiskinan, dampak inflasi), aspek sosial politik, dan keterkaitan dengan program Pemerintah.

Penulis : Dr. Rasbin, S.TP., M.S.E.

Isu :
Inflasi adalah indikator makroekonomi yang mengindikasikan tingkat stabilitas suatu negara. Begitu juga dengan inflasi daerah. Pergerakan inflasi di suatu daerah yang berfluktuasi menunjukkan bahwa daerah tersebut memiliki tingkat stabilitas yang berfluktuasi. Pergerakan fluktuatif dari inflasi baik di Provinsi DI Yogyakarta maupun Papua Barat dipengaruhi oleh banyak faktor baik cosh push inflation, demand pull inflation, maupun ekspektasi harga. Seperti kurangnya stok, ekspektasi inflasi hari-hari besar (seperti Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha, Tahun Ajaran Baru, dan Hari Natal), perubahan harga BBM, dan sebagainya. Karena inflasi bergerak secara fluktuatif, pemerintah daerah (dalam hal ini pemerintah daerah Provinsi DI Yogyakarta dan Papua Barat) mencoba melakukan kegiatan-kegiatan agar tingkat inflasinya menjadi stabil. Kegiatan-kegiatan pengendalian inflasi tersebut disesuaikan dengan faktor-faktor penyebab terjadinya inflasi di daerah tersebut. Selain itu, pengendalian inflasi daerah juga dilakukan melalui penurunan belanja daerah terutama dari dana perimbangan. Karena, alokasi sumber daya untuk pengeluaran/belanja pemerintah daerah yang tidak efektif akan berkontribusi terhadap tingkat instabilitas makroekonomi daerah seperti inflasi.

Penulis : Dr. Ari Mulianta Ginting, S.E., M.S.E.

Isu :
Inflasi merupakan salah satu hal yang penting yang harus menjadi perhatian bagi pemerintah daerah dalam pengelolaan perekonomian daerah. Salah satu Provinsi yang berhasil mengelola inflasinya dengan cukup baik adalah Pemerintah Provinsi D.I. Yogyakarta. Pemerintah D.I. Yogyakarta dalam melakukan pengelolaan inflasi. Inflasi di Provinsi D.I. Yogyakarta lebih dari 50% berasal dari komponen administered prices dan volatile food. Pengelolaan inflasi di Provinsi D.I. Yogyakarta bertumpu kepada pemanfaatan dan pemberdayaan TPID Provinsi yang menjadi tombak utama pengelolaan inflasi. Sedangkan hasil forecasting/peramalan inflasi di Provinsi D.I. Yogyakarta yang dilakukan dengan menggunakan metode ARIMA menghasilkan hasil yang sejalan dengan keadaan inflasi di DIY. Hasil peramalan akan inflasi di Provinsi D.I. Yogyakarta menunjukkan tren yang menurun. Dan diperkirakan inflasi Provinsi D.I. Yogyakarta pada akhir tahun 2016 berada pada level 4,27%. Kondisi ini jelas menunjukkan bahwa tren inflasi di Provinsi DIY akan menurun.


Perlindungan Terhadap Umat Beragama : Toleransi Dalam Masyarakat Majemuk - 2016

Penulis : Elga Andina, S.Psi., M.Psi.

Isu :
Judul “Psikologi Mayoritas: Dinamika Hubungan Kelompok Agama di Provinsi Aceh dan Nusa Tenggara Timur” membawa pembaca pada berbagai dinamika psikologis hubungan kelompok agama mayoritas dan minoritas di Indonesia. Diharapkan hasilnya dapat menjadi landasan bagi pengambilan keputusan legislatif untuk mengembangkan intervensi terhadap permasalahan hubungan antarumat beragama; dan pengembangan teori psikologi kelompok dalam kaitannya dengan kelompok-kelompok beragama.

Penulis : Yulia Indahri, S.Pd., M.A.

Isu :
Melalui judul “Toleransi Umat Beragama di Kota Kupang (Best Practice Berakar pada Kearifan Lokal)” lebih melihat pada dinamika hubungan sosial masyarakat NTT, khususnya yang berada di Kota Kupang dan bagaimana kearifan lokal yang mengakar di NTT mampu menjaga praktik toleransi antarpenduduk yang berbeda agama, baik mayoritas maupun minoritas. Secara praktis, tulisan dengan data yang diperoleh dari penelitian lapangan di provinsi NTT pada pertengahan April 2016 ini dapat dijadikan masukan dalam pembahasan Rancangan Undang- Undang Kerukunan Umat Beragama yang diusulkan oleh Pemerintah.


Politik Hukum Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam - 2016

Penulis : Shanti Dwi Kartika, S.H., M.Kn.

Isu :
Politik hukum pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam sebagai pelaksanaan UUPA jo. Tap MPR No. IX/MPR/2001 pada kenyataannya memerlukan pembentukan berbagai undang-undang dan peraturan pelaksanaannya. Keberadaan sejumlah undangundang dan peraturan pelaksanaannya tersebut telah menimbulkan tumpang tindih dan benturan hukum yang mengakibatkan terjadinya ketidakpastian hukum dalam pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam. Diberlakukannya sejumlah undang-undang sektoral yang mengatur sumber daya alam telah dipandang sebagai penyebab kurang optimalnya pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam berdasarkan UUPA jo. Tap MPR No. IX/MPR/2001.

Penulis : Dr. Inosentius Samsul

Isu :
Politik hukum pembaruan agraria di Indonesia dimulai dengan adanya politik hukum agraria nasional yang melahirkan UUPA sebagai suatu legal policy untuk melaksanakan amanat Pasal 33 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 dan menghentikan dualisme hukum agraria karena masih berlakunya Agrarische Wet 1870 dan hukum adat, sehingga terjadi unifikasi hukum agraria nasional. Pembaruan agraria masih perlu dilakukan sebagaimana yang ditegaskan melalui Tap MPR No. IX/MPR/2001. Politik hukum pembaruan agraria ini dilatarbelakangi oleh UUPA sebagai landasan pokok dan pegangan operasional untuk menjalankan program agraria nasional, namun belum dilaksanakan sepenuhnya, sehingga menimbulkan permasalahan regulasi, kewenangan, dan konflik agraria. Tap MPR No. IX/MPR/2001 merupakan legal policy politik hukum pembaruan agraria yang berkedudukan sebagai landasan politik dan kebijakan untuk melakukan pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam di negeri ini. Politik hukum pembaruan agraria ini dilakukan dengan melalui land reform, access reform, dan regulation reform. Terkait dengan urgensi pembaruan agraria saat ini, pembaruan agraria masih perlu dilakukan mengingat masih terjadi persoalan agraria/sumber daya alam baik dari aspek regulasi dan implementasinya, kewenangan, serta hubungan antar-subyek hukum. Pembaruan agraria sebagai upaya sistemik dan terencana dalam melakukan perubahan struktur agraria dilakukan dengan melakukan harmonisasi dan sinkronisasi sektor-sektor agraria sehingga terjadi unifikasi dan kodifikasi dalam pelaksanaan urusan pemerintahan bidang agraria.


Sinergi, Pembiayaan, Peran Masyarakat, dan Daya Saing Dalam Penguatan Konektivitas Nasional - 2016

Penulis : Dr. Ariesy Tri Mauleny, S.Si., M.E.

Isu :
Bagian ini dibahas mengenai kebijakan pembiayaan pembangunan untuk penguatan konektivitas nasional. isu yang dibahas antara lain menyangkut kebijakan pembangunan dan pembiayaan infrastruktur, alternatif dan skema pembiayaan, serta potensi dan kendala yang dihadapi dalam pembiayan infrastruktur.

Penulis : Nidya Waras Sayekti, S.E., M.M.

Isu :
bagian ketiga ini membahas mengenai peran masyarakat dalam mendukung konektivitas nasional. dalam bagian ini dibahas tidak hanya saja peran masyarakat secara umum, namun juga diungkapkan catatan lapangan menyangkut peran masyakat dalam mendukung konektivitas khususnya di Provinsi Bangka Belitung

Penulis : Lisnawati, S.Si., M.S.E.

Isu :
Bagian keempat dibahas mengenai pemhasan dan diskusi menyangkut bagaimana pembangunan konektivitas nasional dapat meningkatkan daya saing perekonomian naisonal.


<i>Corporate Social Responsibility:</i> Konsep, Strategi, dan Implementasi - 2015

Penulis : Dr. Rohani Budi Prihatin, S.Ag., M.Si.

Isu :
Corporate Social Responsibility atau tanggung jawab sosial perusahaan memiliki sejarah yang panjang dan beragam. Untuk memahaminya, dibutuhkan pembacaan literatur yang komprehensif. Tulisan ini bertujuan untuk menelusuri evolusi konsep tanggung jawab sosial perusahaan dari dekade ke dekade. Hasil penelusuran membuktikan bahwa konsep tanggung jawab sosial perusahaan mengalami perubahan makna dari waktu ke waktu. Pada tahun 1950an, tanggung jawab sosial perusahaan dimaknai sebagai tanggung jawab entitas bisnis kepada masyarakat. Singkatnya, entitas bisnis harus berbuat baik kepada masyarakat. tanggung jawab sosial perusahaan secara terus menerus kemudian mengalami pergeseran makna sehingga mencapai dekade 1990-an, di mana gagasan tanggung jawab sosial perusahaan hampir diterima secara universal dan dianggap sebagai bagian dari kebijakan strategis yang penting bagi dunia bisnis.

Penulis : Mohammad Teja, S.Sos., M.Si.

Isu :
Pada bagian ini dijelaskan, bahwa peran korporasi dalam memberikan dampak nyata terhadap masyarakat diwujudkan melalui implementasi kegiatan Corporate Social Responsibility dengan mengikutsertakan masyarakat melalui peningkatan kapasitas sumber daya manusia di lokasi tersebut. Tanggung jawab sosial perusahaan selain sebagai investasi sosial perusahaan, tanggung jawab perusahaan mampu meminimalisir gesekan antara perusahaan dan masyarakat yang dapat muncul kapan saja. Kehadiran korporasi di tengah masyarakat diharapkan mampu menjadi pendorong peningkatan kesejahteraan mereka. Ini berarti tanggung jawab sosial perusahaan tidak lagi berupa sumbangan (charity) saja, tetapi harus memiliki dampak berkelanjutan bagi masyarakat. Dengan menggunakan metode kualitatif, data yang digunakan dalam tulisan ini berasal dari penelitian dan data sekunder berupa, buku, jurnal dan informasi dari media internet. Tanggung jawab perusahaan jika dilakukan dengan benar dan melibatkan pemerintah dan masyarakat akan berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat dan meminimalisir potensi-potensi konflik antara perusahaan dan masyarakat lokal.

Penulis : Dinar Wahyuni, S.Sos., M.Si.

Isu :
Artikel ini menguraikan bahwa Pemerintah berupaya untuk mendorong peran dunia usaha dalam pembangunan kesejahteraan sosial melalui kebijakan tanggung jawab sosial perusahaan. Tulisan ini akan mengkaji sejauh mana pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan PTFI dalam konteks pemberdayaan ekonomi masyarakat di sekitar area pertambangan. Berdasarkan kajian penulis, PTFI telah melaksanakan CSR yang diwujudkan dalam bentuk dana kemitraan untuk mendukung tiga program pengembangan masyarakat, yakni pendidikan, kesehatan dan pemberdayaan ekonomi khususnya bagi masyarakat Amungme dan Kamoro serta lima suku kekerabatan di sekitar areal PTFI. Program pemberdayaan ekonomi dilakukan melalui pemberdayaan ekonomi masyarakat berbasis desa yang mencakup pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir, pemberdayaan ekonomi masyarakat dataran tinggi, pengembangan perkebunan kakao, pengembangan pertanian berkelanjutan dan ketahanan pangan, serta pengembangan peternakan; pembinaan UMKM; dan dana bergulir.

Penulis : Dr. Achmad Muchaddam F., S.Ag., M.A.

Isu :
Artikel ini menguraikan bahwa salah satu program tanggung jawab sosial perusahaan yang digulirkan oleh PT Bank Mandiri Tbk, adalah “Wira Usaha Muda Mandiri Goes to Pesantren”. Program ini menarik untuk dikaji karena masih sedikit kajian tentang program tanggung jawab sosial perusahaan yang digulirkan untuk pesantren. Kajian ini bertujuan untuk menjelaskan (1) alasan yang membuat PT Bank Mandiri Tbk., tertarik untuk mengembangkan wirausaha di pesantren; (2) bentuk kegiatan dan di mana saja kegiatan itu dilaksanakan; (3) pelaksanaan dari bagaimana program tersebut. Wirausaha Muda Mandiri Goes to Pesantren dilaksanakan dalam bentuk workshop kewirausahaan. Jumlah keseluruhan santri yang telah dilatih Wirausaha Muda Mandiri sejak tahun 2012-2015 sebanyak 7100 santri di 13 kota di seluruh Indonesia.

Penulis : Anih Sri Suryani, S.Si., M.T.

Isu :
Tanggung jawab sosial perusahaan merupakan salah satu instrumen inovatif yang dapat membantu perusahaan untuk peka dan adaptif terhadap lingkungan dan kehidupan masyarakat. Permasalahan lingkungan yang kerap menjadi perhatian adalah permasalahan persampahan. Berdasarkan kajian terhadap berbagai program tanggung jawab sosial perusahaan yang telah dilakukan, tanggung jawab sosial perusahaan dapat turut berkontribusi dalam pengelolaan sampah mulai hulu dimana sampah tersebut dihasilkan di sumber sampah, sampah ke hilir dimana sampah dikelola di tempat pengelolaan akhir.


Agenda Poros Maritim Dunia dan Perubahan Lingkungan Strategis - 2015

Penulis : Rizki Roza, S.Ip., M.Si.

Isu :
Salah satu hal yang menarik perhatian dan menjadi pertanyaan masyarakat internasional adalah terkait dengan pernyataan Jokowi bahwa Indonesia sebagai poros maritim dunia berkepentingan untuk ikut menentukan masa depan kawasan Pasifik dan Samudra Hindia. Menempatkan cita-cita dan lima pilar Poros Maritim Dunia sebagai fokus Indonesia di abad ke-21, Jokowi ingin mengarahkan Indonesia menjadi “kekuatan yang mengarungi dua samudra”. Pernyataan tersebut memberikan sinyal perluasan arah politik luar negeri Indonesia. Di bawah Pemerintahan Jokowi, tampaknya Indonesia hendak meningkatkan keterlibatannya di kawasan Samudra Hindia. Hal ini yang kemudian melahirkan pertanyaan mengenai sejauh mana Indonesia akan terlibat di kawasan Samudra Hindia karena selama ini politik luar negeri Indonesia selalu mengedepankan sentralitas ASEAN dan kawasan pasifik. Sekalipun kemampuan dan political will Pemerintahan Jokowi untuk mewujudkan visi besar DPM masih menjadi pertanyaan masyarakat internasional, negara-negara di kawasan akan menempatkan visi tersebut sebagai salah satu pertimbangan mereka dalam menyusun kebijakan luar negeri masing-masing.


Kebijakan Ekonomi Kontemporer - 2015

Penulis :

Isu :


support_agent
phone
mail_outline
chat